Dendam Winarsih

Jimat Lagi Bram



Jimat Lagi Bram

0"Kamu mimpi juga Man?" tanya Bram kepada Diman yang ternyata dia mimpi juga.     

Diman menganggukkan kepala dan tentu dia tahu kalau saat ini tidak bisa lagi menghindari Narsih yang terlampau kuat itu, dia yakin kalau Narsih sekarang makin kuat, sehingga mimpi pun seperti nyata untuk dia dan sekarang lengannya yang terluka dan itu Bram juga mendapatkannya.     

"Apa ini Bram, kenapa kita mimpi tapi kita merasakan itu nyata dan saat bangun, luka ini ada, dan istriku menjerit melihat luka ini, aku saja tidak tahu, dan tempat tidurku benar-benar habis dan entahlah, aku tidak mengerti apapun itu, aku ke rumah sakit dan katanya kamu ke sana juga pagi-pagi, aku telpon kamu tidak di jawab dan aku telpon sekretaris kamu katanya kamu belum datang, ya sudah aku ke kantor sebentar dan setelah itu aku di sini, nyatanya kamu juga seperti aku Bram. Kita harus apa sekarang Bram, jimat ini sudah tidak berfungsi lagi, aku harus bagaimana ini, apa kita pasrah saja Bram dan mengakui kesalahan kita?" tanya Diman yang panjang lebar menanyakan apa yang terjadi dan tentu saja dia tidak bisa lagi meneruskan hidup jika Narsih sudah bisa membuat dia luka walaupun itu di alam mimpi.     

"Ini ambil, aku dari rumah mbah Bagong dan tentu aku tidak tahu jimat ini berfungsi di alam mimpi saja apa dunia nyata, aku tidak tahu sama sekali," ucap Bram kepada Diman yang meletakkan ke atas meja tetap di depan Diman.     

"Aku rasa, kita harus bisa mengendalikan diri kita untuk tidak langsung terima beginian Bram, aku tidak tahu apa percaya dengan jimat ini lagi atau tidak, karena aku merasakan takut kan tumbal ke istri dan anakku Bram," jawab Diman.     

"Paling tidak tunggu mbah Agung menanyakan ke gurunya, ambil saja jimat ini cepat," ucap Bram kepada Diman.     

Bram meminta ke Diman untuk mengambil jimat yang di kasih mbah Agung dan tentu saja dia memandang ke arah Bram dan meminta penjelasan ke Bram. Bram menganggukkan kepala dan dia tahu kalau Diman takut anak dan istrinya jadi tumbal.     

"Sudah, ambil saja, aku yakin tidak apa dan tidak ada tumbal, beda dengan yang dulu, aku rasa yang dulu juga sudah menghilang, karena kita tidak mau mengikuti dia, ambil cepat," ucap Bram kepada Diman.     

"Hahhh, jimat lagi Bram," ucap Diman kepada Bram yang segera mengambil jimat itu dan mengalungkannya.     

"Ini yang bisa kita lakukan saat ini, kita hanya bisa membuat diri kita aman untuk saat ini, dan kamu tahu, jika kita ini tidak punya pilihan lain dan kita hanya bisa membuat ini pilihan kita, itu pun jika kamu mau selamat dan jauh dari hantu sialan itu," ucap Bram kepada Diman dan tentu saja Diman menganggukkan kepala, dia hanya bisa mempunyai pilihan ini saja, tidak ada lagi.     

Diman dan Bram diam dan tidak ada yang bersuara sama sekali dan dia juga tidak bisa membuat semuanya jadi mudah dan sesuai yang dia inginkan, cukup sudah dia merasakan ini sebagai cobaan dan terlanjur tersiram air sedikit ya harus basah semuanya     

"Nanti kabari aku, jika mbah Agung itu mengabari kamu ya, aku ingin tahu apa yang akan kita lakukan selanjutnya, jika tidak ada pilihan lain maka kita harus berhadapan dengan Narsih kembali dan memohon maaf ke dia dan pertanggungjawabkan kesalahan kita, itu saja jalan satu-satunya," jawab Diman yang sudah pasrah dengan apa yang terjadi.     

"Jangan menyerah, kita masih ada kesempatan dan jangan seperti teman kamu yang menyerah tapi berujung naas," ucap Bram kepada Diman.     

"Bukannya, kamu yang bunuh Deki? Dan sekarang dia tidak merasakan seperti kita Bram, dia lebih dulu menghadap Ilahi ketimbang kita yang harus menderita lebih dulu sebelum mati," ucap Diman kepada Bram.     

Bram yang mendengar apa yang dikatakan oleh Diman hanya bisa menatap tajam ke arah Diman, bisa-bisanya dia katakan itu, benar-benar sial pikirnya lagi.     

"Aku bunuh dia karena aku tidak mau dia mengadu dan jika dia mengadu maka kamu yang akan membusuk di dalam penjara, dia tahu kamu yang bunuh istrinya, dan dia juga mau menyerahkan diri ke polisi, kita yang akan jadi tumbalnya, aku tidak mau jadi tumbal dia, kamu saja yang jadi tumbal dia, aku tidak mau sama sekali," ucap Bram yang kesal karena Diman menyalahkan dia kenapa bunuh Deki sedangkan dia tidak saling berkaca sama sekali.     

"Hhhhahh, aku juga mau menghindari istirinya, karena dia pasti akan mengatakan ke Polisi jika kita yang melakukannya, aku tidak mau itu terjadi," ucap Diman lagi yang juga tidak ingin masuk penjara.     

"Jadi sama kan, aku ingin lepas dari mereka dan aku ingin mereka tidak mengadu ke polisi, jika mereka mengadu habis kita tahu kamu, jadi sekarang aku akan mencari caranya Deka tidak menceritakan ke siapapun," ucap Bram yang seketika membuat Diman terkejut.     

"Kamu bilang apa? Deka selamat? Kenapa bisa dia selamat hahh?" tanya Diman yang dia saja tidak tahu Deka selamat yang dia tahu kalau Deka meninggal dan anak buahnya sudah pastikan itu.     

"Cihh, kamu ternyata bodoh juga, kamu tidak tahu jika Deka itu selamat dan dia tidak meninggal, aku yakin dia di selamatkan warga, apa kamu sudah pastikan dia meninggal dari anak buah yang kamu suruh bunuh itu?" tanya Bram kepada Diman.     

Diman mengangguk pelan, dia sudah tanyakan dan anak buahnya menyatakan dia meninggal dan makanya jasad itu di bawa ke rumah dan kenapa Bram mengatakan dia belum meninggal.     

"Apa kamu sudah lihat wajahnya? Jika belum, jangan buat kebohongan Bram, anak buahku mengatakan sudah meninggal, dan jasadnya di bawa, apa itu kurang?" tanya Diman kepada Bram yang kesal.     

Diman yang mau pulang diurungkan karena masalah ini, dia tidak tahu kenapa bisa mayatnya di bawa pulang tapi dia malah sekarang di nyata kan hidup.     

"Aku belum lihat, cuma anak buahku melihatnya, dan dia di rumah sakit, dia tahu betul siapa Deka, dan dia tidak salah lihat, dia bersama supirnya juga, mereka selamat, makanya aku bingung kalau mereka selamat kenapa ada mayat di rumah itu," ucap Bram yang bingung kenapa rumah sakit tidak menghubungi keluarga Deka dan malah memberikan mayat orang lain.     

"Apa ini Narsih juga ikut berperan Bram, dia tahu aku ingin membunuh Deka jadi, dia menukar mayatnya?" tanya Diman kepada Bram yang ditanggapi serius oleh Bram.     

"Aku tidak kepikiran sampai di situ, dan bisa saja Deki juga seperti itu, tapi anak buahku mengatakan dia benar meninggal karena mobilnya meledak," jawab Bram yang masih ragu apa yang Diman katakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.