Dendam Winarsih

Tidak Mungkin Dia



Tidak Mungkin Dia

0Bram yang mendengar apa yang dikatakan oleh Diman hanya bisa menatap Diman dengan tatapan tajam, dia tidak tahu jika Diman berpikiran jika Deki di selamat kan oleh Narsih     

"Dia musuh Narsih, dia juga akan di bunuh, mana mungkin di selamatkan, itu tidak mungkin dan mustahil, kamu tahu kan kalau itu tidak mungkin terjadi, aku tidak percaya, tidak mungkin dia yang selamatkan mereka berdua," ucap Bram yang tidak percaya jika Narsih yang melakukan itu.     

"Sudah lah Bram, jangan kamu tidak percaya, hal seperti itu pasti akan terjadi, sekarang kita harus cari tahu keberadaan mereka, jika mereka benaran meninggal itu bagus jika tidak maka bersiap saja mereka membongkar semuanya," ucap Diman yang langsung pergi dari hadapan Bram.     

Bram terdiam sesaat setelah apa yang di katakan oleh Diman itu, dia tahu kalau Diman tidak pernah salah salah hal apapun, dan dia makin tidak percaya jika benar Narsih menyelamatkan Deki dan Deka.     

Bram mengambil telpon dia ingin menghubungi orang yang dia perintahkan untuk membunuh Deki. Bram berusaha untuk menghubungi anak buahnya itu, tapi yang ada tidak ada respon sama sekali dari anak buahnya itu, malah telponnya tidak aktif sama sekali.     

"Kenapa telpon mereka tidak aktif, apa mereka di bunuh oleh Bram?" tanya Bram dalam hati.     

Bram berkali-kali menelpon anak buahnya dan tidak juga di jawab. Bram kesal dan melempar telponnya di meja dengan kasar, dia yakin kalau anak buahnya di bunuh, tidak salah lagi pasti dibunuh oleh Narsih.     

Bram lagi-lagi mengambil telpon dan dia menelpon Sanusi untuk ke ruangan dia.     

"Halo, Sanusi kamu ke ruangan saya sekarang," ucap Bram kepada Sanusi.     

"Baik bos," jawab Sanusi.     

Panggilan kedua berakhir dan Bram menunggu Sanusi datang, dia ingin Sanusi mencari tahu apa yang terjadi dengan anak buahnya.     

Tok ... tok ...     

"Masuk," teriak Bram dari dalam ruangannya.     

Cekelkkk!     

"Maaf bos lama saya datang, ada apa ya bos?" tanya Sanusi kepada Bram yang tengah duduk di sofa yang tadi di duduki.     

"Duduk dulu," pinta Bram untuk Sanusi duduk di sofa.     

Sanusi duduk di depan Bram dan dia melihat Bram sangat serius. Bram menatap ke arah Sanusi dan memandang dia dengan tatap tajam dan serius.     

"Kamu tahu si Bimo? Kenapa dia tidak kelihatan, apa dia sudah mendapatkan majikan baru?" tanya Bram kepada sanusi.     

"Bukannya dia jaga anak buah pak Diman ya, saya tidak tahu lagi dia ke mana, yang saya tahu dia di sana," ucap Sanusi kepada bosnya.     

"Dia saya minta untuk melakukan pekerjaan, saya meminta dia menghabisi seseorang dan sampai sekarang dia tidak kelihatan dan dia juga tidak ada kabar, terakhir dia memberikan kabar kalau target sudah meninggal, hanya itu saja," ucap Bram kepada Sanusi.     

Sanusi bingung, dia tidak tahu kalau Bimo pergi melakukan tugas dari Bram dan apa mungkin dia dapat bos baru pikir Sanusi.     

"Saya tidak tahu akan hal itu, saya hanya bisa mengatakan itu bos karena saya tidak tahu akan apa yang terjadi, jika bos meminta dia berarti dia di markasnya, tapi yang jaga anak buah pak Diman siapa?" tanya Sanusi kepada Bram.     

Bram terdiam, dia sudah yakin kalau Narsih lah yang menyelamatkan mereka dan anak buahnya juga di bunuh, benar, dia pasti yang bunuh, aku yakin itu pikir Bram yang yakin kalau Narsih lah yang bunuh.     

"Kamu cari dia, dan ingat jangan sampai hantu itu tahu, setelah itu kabari aku, ingat itu," ucap Bram kepada Sanusi yang di balas anggukkan oleh Sanusi.     

Sanusi pergi dari hadapan Bram dan dia akan menjalankan perintah bosnya. Sanusi langsung mengabari anak buahnya untuk menjemput dia di kantor bos Bram.     

"Kemana dia, kenapa dia tidak bisa dihubungi, apa benar dia sudah di bunuh, kalau sudah kenapa tidak ada yang tahu, aku harus cari dia di mana, tempat kejadiannya saja dia tidak tahu," gumam Sanusi yang keluar dari lift dan dia menunggu anak buahnya.     

Bram yang di ruangannya melanjutkan pekerjaannya, dia bingung mau berkerja, tangannya sakit, harusnya dia istirahat tapi tidak mungkin dia meninggalkan pekerjaan dia. Bram sejenak menghentikan pekerjaan saat memikirkan Nona, tidak ada kabar di mana Nona sama sekali.     

"Bukannya anak buah Sanusi mengikuti sahabat Nona tapi kenapa tidak ada kabar sama sekali dan dia juga tidak mungkin melupakan tugas dari aku," ucap Bram yang belum dapat kabar dari anak buah Sanusi.     

Bram lagi-lagi mengambil telpon dan menghubungi Sanusi, dia ingin tahu kenapa tidak ada kabar sama sekali, dia sangat ingin tahu kemana keberadaan Nona pikir Bram.     

Tut ... tut ...     

Bram menunggu panggilannya di jawab oleh Sanusi. Sanusi yang telponnya bergetar mengambil telponnya dan melihat siapa yang menelpon diri. Dia menyerngitkan keningnya, dia saja belum pergi dari kantor bosnya, ini sudah di telpon lagi.     

"Iya bos, ada apa ya?" tanya Sanusi kepada Bram yang menelpon dirinya.     

"Sanusi, kamu kenapa tidak ada kabar tentang calon istri saya? Apa kamu tidak tahu saya menunggu kabar dari kamu, apa yang terjadi?" tanya Bram ke Sanusi.     

"Saya tidak tahu sama sekali bos, saya belum tanya anak buah saya, coba saya tanya ya terakhir mereka bilang, mobil mereka masih di sana tapi tidak tahu ya apa yang terjadi lagi selanjutnya," jawab Sanusi kepada Bram.     

Bram meminta Sanusi untuk mencari tahu, dia ingin membawa Nona, dia merindukan Nona, dia benar-benar salah karena sudah berbuat tidak baik ke Nona.     

Sanusi yang di minta oleh bosnya untuk menanyakan pengintaian anak buahnya langsung menghubungi anak buahnya yang masih mengintai sahabat dari calon istri bosnya.     

Tut ... tut ...     

"Halo, bos Sanusi ada bos?" tanya anak buah Sanusi kepada dirinya     

"Mana dia? Apa kalian sudah ketemu dia belum? Kenapa kalian tidak ada kabar sama sekali? Apa kalian lupa akan hal yang kalian kerja kalian?" tanya Sanusi lagi.     

"Bagaimana kami mau kabari, kalau dia saja tidak tahu kemana, muncul saja tidak bos," ucap anak buah Sanusi kepada dirinya.     

"Maksudnya tidak muncul bagaimana? Dia keluar dari kerjaan atau apa?" tanya Sanusi kepada anak buahnya.     

"Hanya itu kenyataan bos, kami saja pusing di sini terus," ucap anak buah Sanusi.     

"Ya sudah, kalian kembali ke markas saja," ucapnya lagi meminta anak buahnya pergi dari kantor berita itu.     

Sanusi menelpon bosnya dan mengatakan apa yang terjadi. Sanusi pasti yakin kalau bosnya pasti terkejut dengan apa yang akan dia katakan tentang orang yang dia minta untuk awasi sahabat calon istrinya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.