Dendam Winarsih

Dia Tidak Punya Hati



Dia Tidak Punya Hati

0Dino yang sudah di perban langsung menutup matanya karena di suntik oleh dokter obat penenang. Dokter yang sudah memeriksa Dino langsung menatap ke arah mang Dadang dan tersenyum.     

"Dia tidak apa, kalian tenang saja, lukanya hanya terbuka saja jadi ada rasa perih sedikit jadi dia harus jangan banyak bergerak," ucap dokter lagi kepada mang Dadang.     

"Terima kasih dokter, saya khawatir saja dengan anak saya, sekali lagi terima kasih ya," ucap mang Dadang kepada dokter.     

Dokter menganggukkan kepala dan tersenyum kepada mang Dadang. Dokter dan suster pamitan ke mang Dadang.     

"Saya permisi dulu ya, nanti saya balik lagi ke sini," ucap pak dokter kepada mang Dadang.     

"Iya sama-sama, saya sekali lagi ucapkan terima kasih, nanti kalau anak saya sudah sadar akan saya katakan lagi ya," ucap mang Dadang kepada Bram.     

Mang Dadang melihat kepergian dokter dan suster yang pergi dari ruangan Dino. Mang Dadang melihat Dino yang tertidur kembali, ada rasa sedih di hati mang Dadang, Dino menjadi sasaran Bram yang benar-benar kejam.     

"Dia tidak punya hati sama sekali, dia hanya mementingkan dirinya sendiri dan dia tidak pernah mau menyerah sama sekali, dia tidak punya perasaan sama sekali," gumam mang Dadang kala melihat Dino yang tidur dengan luka di lehernya.     

Narsih yang kembali ke ruangan Dino, dia merasa bersalah dengan Dino, mang Dadang tidak tahu kedatangan Narsih di ruangan ini.     

"Maafkan aku Dino, aku tidak tahu kamu jadi korbanku, maafkan aku," ucap Narsih dengan lirih.     

****     

Sanusi yang sudah berada di rumah mbah Agung langsung menghadapi ke mbah Agung dan melihat ada seseorang yang lain di rumah mbah Agung.     

"Apa ini orang yang di maksud oleh mbah Agung ya, kalau iya berarti dia bisa buat arwah itu habis di tangan orang ini," gumam Sanusi dalam hati.     

"Ada apa Sanusi? Apa kamu ingin tahu keberadaan orang itu? Calon istri Bram ya?" tanya mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi yang tahu apa yang di katakan oleh mbah Agung tercengang, karena dia tidak tahu kalau mbah Agung mengetahui maksud dari kedatangan dia.     

"Mbah tahu ya, apa yang saya maksudkan?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Tahu, saya tahu maksud kamu, dia tinggal di rumah yang dia sewa lebih tepatnya pria yang dulunya sahabatnya, dia tinggal bersama dengan paman dan bibinya," ucap seseorang yang di sebelah mbah Agung.     

Sanusi lagi-lagi tercengang karena mendengar apa yang dikatakan oleh seseorang itu. Mbah Agung yang menatap Sanusi hanya senyum kecil karena dia tahu kalau Sanusi pasti tidak percaya kalau kedatangan dia sudah di ketahui oleh gurunya ini.     

"Sudah, jangan seperti ini, dia guruku, dia tahu semuanya, kamu tenang saja, dia tahu semuanya, termasuk hantu wanita itu, dan kamu tahu kan kalau aku minta tolong dengan dia, jadi dia sudah tahu semuanya, dia akan bantu kita," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

"Saya cuma sedikit takut, dan tahu sendiri kan kalau saya cuma utusan bos Bram," ucap Sanusi kepada Mbah Agung.     

"Iya saya tahu, kamu tenang saja, saya tahu akan hal itu, kamu tenang saja ya," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

"Kalian jangan khawatir saya akan kasih lihat rumah dia dan kamu bisa ke sana nanti," ucap guru mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi mengganggukkan kepala ke arah guru mbah Agung tadi. Guru mbah Agung mulai melakukan ritualnya, dia membacakan mantra dan air yang dalam mangkok tanah liat mulai bergerak dan berputar, Sanusi dengan sabar melihat itu dan tentu membuat dia mengangga, air yang dalam mangkok tanah liat itu berputar, dia baru pertama sekali melihat itu dan setelahnya terlihat rumah yang dia juga bingung rumah apa itu.     

"Sudah lah, jangan lupa kalau dia sangat berilmu tinggi," ucap Sanusi dalam hati.     

"Itu rumah orang yang kalian cari, lihat baik-baik dan itu tidak jauh dari tempat dia bekerja, lihatlah itu," ucap guru mbah Agung.     

"Baiklah, kalau begitu, saya sudah tahu itu di mana," ucap Sanusi kepada mbah Agung dan gurunya.     

Sanusi melihat jelas letak rumah itu dan dia tahu kalau rumah itu tidak jauh dari kantor tempat mereka berkerja. Sanusi akhirnya tersenyum, dia puas karena bisa mendapatkan kabar baik.     

"Kalau begitu saya pergi dulu ya, terima kasih banyak, nanti saya datang bersama bos saya, saya pamit mbah," ucap Sanusi yang langsung pergi dari rumah mbah Agung.     

Sanusi benar-benar tidak menduga kalau mbah Agung dan gurunya itu berhasil menemukan tempat tinggal calon istri bosnya.     

"Baiklah, bos Bram pasti senang dengan apa yang akan aku sampaikan," ucap Sanusi kepada dirinya sendiri. Sanusi langsung bergerak menuju rumah bosnya, dia yakin bosnya sudah berada di rumah saat ini, mengingat hari sudah malam.     

Bram yang sudah di rumah langsung masuk kamar, kali ini dia malu karena tidak bisa membuat manajer itu terhasut sama sekali.     

"Sial sekali, kenapa aku tidak tahu kalau mereka berada di sana dan lihatlah, aku dipermalukan, aku tidak punya muka lagi, ahkkk, baiklah, tunggu saja pembalasan aku," ucap Bram dalam hati.     

Bram yang masuk ke dalam kamar bergegas mengganti pakaian, dia mandi sedikit saja, karena takut tangannya kena air. Selesai mandi, dia langsung memakai pakaian yang sedikit longgar dan tidak mengenal lukanya.     

Bram keluar dan menuju tangga bawah untuk makan, walaupun dia tidak selera makan tapi dia harus makan agar dia bisa membalas sakit hatinya ke Narsih.     

"Permisi, pak Bram, saya mau sampaikan ke pak Bram, ada Sanusi datang, dia mencari anda, apa boleh saya kasih dia masuk?" tanya anak buah Bram yang berjaga di rumah.     

"Bisa, bawa dia keruangan saya, saya akan menemui dia di sana," ucap Bram kepada anak buahnya.     

"Baik pak," jawab anak buah Bram yang berjaga di pintu depan.     

Bram mempercepat makannya, selesai makan, dia langsung bergerak menuju ke ruangannya, dia tidak tahu apa yang akan di katakan oleh Sanusi. Bram langsung membuka pintu ruangan kerja dan terlihat Sanusi sudah berada di sana.     

"Ada apa?" tanya Bram kepada Sanusi yang datang ke rumahnya malam-malam.     

"Saya ada kabar baik ini, saya mau katakan kalau saya sudah menemukan rumahnya, dan rumahnya itu dekat dengan kantor tempat mereka bekerja, di jalan Kenanga, saya tahu sekali di mana itu," jawab Sanusi kepada Bram.     

"Apa mata-mata kamu yang mengatakannya?" tanya Bram yang senang karena mendapatkan kabar itu.     

"Bukan, guru mbah Agung yang mengatakannya kepada saya," ucap Sanusi kepada Bram     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.