Dendam Winarsih

Kita Ketipu



Kita Ketipu

0 Anak buah Bram yang sudah di ruangan tempat Dino di rawat masuk ke dalam untuk bertemu dengan Dino dan langsung membunuhnya.     

Cekelkk!     

Pintu kamar inap Dino terbuka dan terlihat suster sedang merapikan tempat tidur Dino tadi. Anak buah Bram yang masuk menyerngitkan keningnya karena tidak menemukan siapapun di sini dan tentu saja tidak ada target yang dikatakan bos Sanusi.     

"Suster ke mana pasien ini?" tanya anak buah Bram yang di ketuai Sanusi.     

"Pasien sudah meninggal dunia, jadi bapak ini di bawa anaknya tadi pagi, apa kalian saudara bapak ini?" tanya suster yang berbohong kepada mereka.     

Suster dengan tenang mengatakan itu agar tidak kelihatan oleh pria di depannya. Anak buah Bram menyerngitkan keningnya, bapak-bapak meninggal dunia, bukannya di sini kamar Dino, pikirnya dalam hati sambil melihat rekannya yang mengatakan ini kamar target.     

Rekan pria tersebut menyerngitkan keningnya, dia bingung kenapa bisa salah, padahal ini kamar yang benar dan tidak salah pikirnya lagi.     

"Ini benar, dan tidak salah, saya sudah cek bos, buat apa saya berbohong," ucap rekannya lagi.     

Suster yang membersihkan tempat tidur Dino menatap tajam ke arah pria yang tadi membela diri, dia sedikitpun tidak panik, karena dia melihat di pinggang pria-pria itu ada senjata yang kalau di tembak bisa meninggal dunia.     

"Jadi, maksud kamu aku yang berbohong? Kalau kalian tidak percaya ini daftarnya dan cek sendiri, jangan asal bicara saja kalian, ini buktinya," ucap suster yang meletakkan papan nama pasien di depan mereka.     

Pria tadi yang awalnya curiga dengan suster ini mengambil daftar pasien dan benar saja, pasien ini yang tinggal di sini dan meninggal dunia. Pria tersebut terdiam dan tidak berkata apa-apa, dia diam saja dan tidak mengatakan apapun, suster ini tidak bohong pikirnya.     

"Maafkan kami, kami tidak tahu, karena kami pikir di sini ruang inap teman kami, kami mau menjenguk dia, kalau begitu kami permisi," ucap pria tersebut dan keluar dari ruang inap Dino dengan wajahnya di tundukkan.     

Mereka keluar dengan hati yang dongkol, tidak bisa menghabisi Dino dan ke mana mereka perginya. Pria tersebut terdiam sesaat dan saat mengingat seseorang pria tua memakai masker dan mendorong kursi roda dan itu mirip seperti yang bos Sanusi kirimkan.     

"Sial, mereka sudah kabur, ayo kejar cepat," ucap pria tersebut kepada rekannya.     

Pria tersebut dengan rekannya yang lain berlari untuk menyusul mereka, dia juga tidak lupa menelpon rekannya yang lain untuk berjaga.     

"Kita di tipu, pria itu sudah pergi dari sini dan yang melewati kita itu adalah pria lain, dan aku rasa suster itu juga berbohong, kalian pergi ke kamar itu dan tembak suster itu cepat," pinta rekannya ke rekannya yang lain.     

Rekannya yang lain langsung ke tempat tadi sisanya ikut turun, hanya dua orang yang ikut melihat suster yang di kamar itu. Mereka berlari ke arah kamar dan membuka pintu dengan kencang. Suster itu melihat pria tadi yang datang dan melihat senjata sudah di acungkan ke arahnya.     

"Jangan pernah bermain dengan kami suster, jika tidak ini akibatnya," ucap pria tadi yang mulai menembakkan peluru ke arah suster tadi.     

Suster tadi yang di arahkan senjata ke arah dia dan suara tembakan terdengar jelas di telinga suster itu, tapi peluru itu tidak membuat suster itu meninggal. Suster itu berubah menjadi sosok yang menakutkan dan dia Narsih.     

Pria yang menembak tadi mengangga karena melihat sosok yang sering di bicarakan oleh bos mereka dan sekarang mereka melihatnya langsung.     

"Mundur aku bilang, jangan mendekat, aku bilang mundur cepat," pekik pria itu dengan kencang.     

Narsih yang melihat wajah ketakutan dari pria tersebut langsung mundur dan tidak mau mendekati Narsih yang menatap mereka dengan tatapan tajam.     

"Pergi, jangan mendekat, aku tidak akan segan-segan membunuh kamu, pergi aku bilang," teriaknya.     

Narsih langsung terbang dan membunuh keduanya dengan sekali tarikan, Narsih menunjukkan kekejaman dia dan tentu saja membuat pria tadi terkejut dan seketika meninggal di tempat.     

"Satu persatu aku akan menghabisi kalian semuanya, aku pastikan kalian mati di tanganku dan aku pastikan kalian tidak akan lepas dari aku, lihat saja, aku pastikan itu," ucap Narsih yang menyeret kedua pria itu dan melemparkan dari jendela ke bawah.     

Semua pengunjung rumah sakit teriak histeris karena ada korban pembunuhan yang sangat kejam dan sadis jatuh dari kamar dan tidak tahu siapa pelakunya.     

"Suara apa itu? Kenapa rame sekali," ucap Ian yang sudah berada di mobil.     

"Nggak tahu juga, mungkin ada yang kecelakaan kali ya, atau mungkin saja dia bunuh diri karena nggak kuat menanggung beban sakitnya, kan banyak itu yang meninggal bunuh diri karena sesuatu hal," ucap Paijo lagi.     

Mobil bergerak menuju pintu keluar rumah sakit, mereka tidak ingin berlama-lama di rumah sakit ini. Anak buah Bram yang berada di bawah dikejutkan ada peristiwa bunuh diri, dia ikut melihat dan terkejut karena yang meninggal rekan mereka yang di minta untuk menghabisi suster yang tadi.     

"Bagaimana ini, kenapa bisa mereka meninggal secara mengenaskan, aku melihat dia sunggu tragis sekali, apa dia dibunuh suster itu?" tanya rekannya yang lain.     

Pria tersebut diam, dia tidak bisa berkomentar karena dia takut kalau apa yang dia pikirkan itu benar, dia mundur dan tidak ingin melihat rekannya itu meninggal seperti itu dengan cara yang tragis dan tidak manusiawi.     

"Ayo kita pergi, aku tidak mau berlama di sini, bahaya cepat masuk," ucap pria tersebut kepada rekannya.     

"Baiklah, ayo kita pergi sekarang." Keduanya pergi dari lokasi tersebut.     

Anak buah yang lainnya ikut pergi dan tentu saja tidak banyak yang mengeluarkan suara, mereka menuju markas tempat mereka berkumpul.     

Dino yang sudah berada di rumah bisa bernafas lega, dia ingin bertemu dengan Nona, dia sangat merindukan Nona. Dino masuk ke dalam rumah, sedangkan Ian menyusul, dia melihat ke sekeliling tidak ada istrinya.     

"Mang, mana Mirna?" tanya Ian yang tidak menemukan Mirna.     

Mang Jupri menghela nafas panjang dia bingung mau bilang apa ke Ian, jika tahu pasti dia marah, Ian yang melihat mang Jupri dan pak ustadz yang tidak bicara langsung ke kamar dan saat di kamar terlihat istrinya tidur dan terlihat jelas ada bekas lembam di pipinya dan suhu badannya juga panas.     

Ian keluar dari kamar dan menatap ke arah mang Jupri dan pak ustad Mahdi. Dia melihat keduanya diam dan tidak mau berbicara sama sekali.     

"Apa yang terjadi?" tanya Ian dengan suara datar sehingga mereka memandang Ian dan bergantian ke Mang Jupri dan pak ustadz Mahdi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.