Dendam Winarsih

Ampun Narsih



Ampun Narsih

0Pria tadi benar-benar tidak takut sama sekali, anak buah yang dia bawa masuk ke dalam dan ingin memeriksa kamar tapi di halangi Paimin, Ian, Paijo dan Toni.     

"Jangan masuk ke dalam rumah kami jika tidak mau kami teriak maling, jaga sopan santun kalian, saya sudah katakan bukan," ucap Ian kepada pria yang berdiri menghalangi mereka untuk memeriksa rumah.     

Pria yang melihat rekannya di halangi oleh Ian dan yang lainnya tersenyum karena tidak bisa memeriksa rumah ini.     

"Kalian mau aku bunuh hmm?" tanya pria itu kepada ian.     

"Silahkan, aku tidak takut paham kamu," ucap Ian yang menantang mereka.     

Ian takut tapi dia tidak menunjukkan jika dia takut. Pria yang mengacungkan senjata ke arah dia langsung mendekat ian, Paimin dan Toni ikut menghalangi pria tersebut.     

"Kalian ingin melindungi dia kah? Kalian tidak takut mati ternyata ya," ucap pria itu kepada Ian, Paijo dan Toni.     

"Takut, kalian pikir aku takut, tidak sama sekali, kalian datang ke rumah ini tidak sopan bisa saja kami laporkan ke polisi dan tahu akan hukuman untuk kalian jika membunuh orang hmmm? Jadi aku tidak takut sama sekali, paham kalian," ucap Paimin kepada pria di depannya.     

Paijo tidak maju karena Narsih berada di belakangnya, dia juga masih melihat situasi, dia tidak mau salah langkah dan membuat dia di tembak. Narsih yang tidak sabar muncul di depan pria tadi.     

"Ka-kamu di sini?" tanya pria itu kepada Narsih.     

"Kenapa, takut kamu sama aku? Bukannya kamu menginginkan aku, aku tidak akan meminta kamu pergi, jika kamu ingin di sini maka jangan salahkan aku untuk membuat kalian habis di tangan aku," ucap Narsih yang wajahnya datar.     

"Jangan mencoba mengancam aku, aku tidak takut padamu, aku tidak pernah takut, paham kamu," ujar pria itu.     

Anak buah Bram yang ingin keluar dari rumah karena melihat Narsih tidak bisa keluar karena pintu.     

Brakkkk!     

Pintu tertutup dengan kencang, hingga mereka semua terkejut. Pria yang mengacungkan senjata ke Ian mulai menggigil, dia takut karena tidak bisa melawan Narsih, anak buahnya yang di rumah sakit saja habis di buat Narsih.     

"Katakan apa yang kalian mau dari Dino? Dan apa kalian inginkan hmm?" tanya Narsih kepada anak buah Bram itu.     

"Saya tidak tahu, saya hanya di minta untuk membunuh saja, dan ya hanya itu saja," ucap pria itu yang mulai mundur ke belakang.     

Pria itu mundur tapi tidak bisa karena mereka pintu tertutup. Pria itu melirik ke arah rekannya yang sudah keringat dingin.     

"Ampuni kami, ampun Narsih, jangan bunuh kami," ucap pria itu.     

Narsih tidak melihat keseriusan di mata pria itu, dia langsung berbalik ke arah belakang, pria tadi dengan cepat menembak Narsih tapi peluru yang di tembakkan itu meleset, Narsih dengan cepat mencekik leher pria itu dengan kencang.     

Pria yang menembak Narsih langsung terkejut dan matanya melotot keluar, dia langsung tidak bisa bernapas sama sekali karena lehernya di cekik dengan kuat.     

"A-ampun Narsih, aku mohon ampuni aku," ucap pria itu dengan terbata-bata.     

"Jangan main-main dengan aku, aku tidak ingin ada yang korban aku hanya ingin kalian menjauhi Bram, jika kalian tidak ingin aku bunuh, tapi kalian tidak mau mendengarnya, sekarang aku akan buat kalian mati di tanganku," ucap Narsih yang sudah menunjukkan amarahnya.     

Rekan pria itu minggir mereka takut akan bernasib seperti rekan mereka yang di cekik oleh mereka. Pintu terbuka dan Narsih menyeret pria tadi dan langsung pergi dari hadapan mereka.     

"Kalian mau seperti itu juga?" tanya Paijo kepada rekan pria yang tadi.     

Anak buah Bram geleng kepala karena mereka takut berurusan dengan pria yang di lindungi Narsih.     

Anak buah Bram kabur keluar dan meninggalkan rumah Dino. Paijo lega karena mereka bisa melihat anak buahnya pergi dari rumah mereka.     

"Aku rasa yang tadi pasti jadi korban dari Narsih, menurut kalian bagaimana, dia jadi korban juga kan?" tanya Paijo kepada Ian.     

"Kalau perlu Bram kena bunuh sekalian, tapi Narsih kenapa ke sini ya? Dia juga sudah membunuh mereka juga, di rumah sakit itu juga korban Narsih juga, dan ini juga korban dia." Ian geleng kepala melihat kelakuan Bram yang masih tidak ada kapoknya.     

Ian bangun dari tempat duduk dan segera membawa Mirna pulang, mang Jupri mengunci pintu dan melihat Dino yang tertidur, dia kasihan dengan Dino, pria yang mencintai wanita tapi di halangi oleh seorang yang mencintai wanita yang sama.     

Di tempat lain, Narsih melempar pria tadi di depan Bram, Bram yang di rumah mulai merasakan ketenangan langsung membelalak karena anak buahnya di tangkap oleh Narsih dan tentu saja pria tadi meninggal dunia kepala pria tadi patah dan matanya terbuka membelalak.     

"Kamu apakan dia hahhh, kenapa kamu membunuh orang, gila kamu," ucap Bram yang marah karena Narsih membawa anak buahnya yang sudah meninggal.     

"Kamu tidak lihat Bram, aku apakan dia, apa kamu buta, sehingga tidak melihat dia, jangan pernah bermain denganku, aku akan membunuhmu segera, aku akan selesaikan dendamku," ujar Narsih kepada Bram.     

Bram yang tahu anak buah Sanusi di bunuh oleh Narsih kesal dan dia tidak bisa berkata apapun. Narsih melempar anak buahnya Bram ke kaki Bram.     

"Ambil itu dan jangan buat aku membunuhmu juga, aku akan membunuhmu itu pasti karena aku tidak mungkin melepaskan kamu, walaupun kamu menyerah aku tetap akan membunuhmu, ingat," ucap Narsih yang membuat Bram mengepalkan tangannya.     

Bram ingat apa yang di katakan oleh guru mbah Agung, mengambil rambut Narsih, dan ini kesempatanku pikir Bram yang melihat Narsih yang menatapnya dan tentu saja dia ingin melenyapkan dia.     

"Kamu bisa membunuhku hamm? Apa kamu tidak tahu aku punya jimat untuk melindungi kamu," ucap Bram yang terus berjalan ke arah nakas yang ada gunting.     

Bram berbalik dan meraih gunting, dia bersiap ingin mengambil rambut Narsih, Bram mendekati Narsih dan keduanya lagi-lagi saling berhadapan satu sama lain.     

"Kenapa Narsih, kamu takut mendekati aku? Aku tidak membunuhmu lagi, karena aku ini orangnya tahu diri dan tahu tidak aku ini sangat ingin menghancurkan kamu dan aku ingin membuat kamu pergi dari hadapanku." Bram memutar supaya bisa mengambil rambut Narsih.     

Tepat saat dia berada di belakang dengan cepat Bram menggunting rambut Narsih dan begitu di gunting Narsih menjerit, dengan cepat Narsih mengibaskan tangannya hingga wajah Bram mengenai tangan Narsih dan terlempar.     

Bughhh!     

Bram yang mengerang kesakitan karena tubuhnya membentur dinding tapi dia tidak masalah karena mendapatkan rambut Narsih, Narsih yang tahu rambutnya di potong langsung pergi dengan jeritan yang membuat bulu kuduk merinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.