Dendam Winarsih

Dia Lebih Kuat



Dia Lebih Kuat

0Sosok yang dikirim oleh guru mbah Agung menjerit dengan kencang dan tubuhnya berasap, jeritanya sosok itu tidak membuat pak ustad menyerah, pak ustad tidak berhenti sedikitpun untuk berdoa.     

"Hentikan aku bilang, aku tidak kuat lagi," jerit sosok itu dengan kencang.     

Pak ustad tidak berhenti sedikitpun untuk melantunkan doa, Narsih yang mendengar lantunan ayat suci mundur dan saat dia melihat ke arah sosok itu ingin menyerang pak ustad, Narsih dengan cepat menyerang sosok itu tanpa ampun, dia tidak menunggu lama lagi, sosok gaib kiriman guru mbah Agung langsung terbelah dua ditarik oleh Narsih.     

"Akhhh," jerit sosok itu dengan kencang dan hilang dari pandangan mereka semuanya.     

Duarrrr!     

"Akhhhh," jerit guru mbah Agung dengan kencang dan meja ritualnya hancur berserakan.     

"Guru, anda tidak apa? Apa yang terjadi?" tanya mbah Agung kepada gurunya.     

"Uhuuukkk ... uhukkk ... arwah itu tidak bisa kita anggap remeh, dia lebih kuat dari yang aku bayangkan, jika dia tahu keberadaan kita, bisa habis kita, kita tidak mungkin melawan dia, apa lagi ada pak ustad yang aku lihat di sini dia lebih kuat dari yang aku kira, aku tidak mau hidup kita hancur, dan berakhir di dalam kuburan," jawab guru mbah Agung kepada mbah Agung.     

Mbah Agung yang mendengar apa yang gurunya katakan terdiam dan memandang gurunya dengan lekat. Dia tidak menyangka arwah Narsih benar-benar membuat dia tidak bisa bertahan dan menyerang dia.     

"Jadi, kita harus bagaimana?" tanya Mbah Agung kepada gurunya.     

"Baiklah, jalan satunya hanya rambut dia, saya tidak tahu apakah orang yang datang ke sini itu bisa mengambilnya atau tidak, jika tidak kamu pancing dia, biar aku yang melakukannya, aku mau segera mendapatkan rambut itu, ingat satu hal, kalau kita tidak mendapatnya maka cepat atau lambat kita akan habis di tangan dia," ucap guru mbah dukun kepada muridnya itu.     

Mbah Agung memikirkan apa yang di katakan oleh gurunya itu, dia yakin jika apa yang gurunya katakan akan benar adanya.     

"Apa yang akan terjadi jika kita tidak berhasil juga, kita akan ikut masuk ke liang lahat dan tidak bisa kabur jika dia sudah mengejar kita," gumam mbah Agung yang menggigil karena membayangkan bertemu dengan Narsih.     

"Cepat pancing dia, jangan buat kesalahan, jika tidak mau nyawa kamu melayang," ucap guru mbah dukun kepada anak muridnya.     

Mbah Agung yang mendengar apa yang dikatakan oleh gurunya menganggukkan kepalanya, dia mengambil telpon dan menghubungi Sanusi, tapi tidak di jawab sama sekali     

"Kemana dia, kenapa tidak di jawab oleh Sanusi, aku tidak mengerti kenapa dia tidak menjawabnya, apa dia sibuk? Aku tinggal kan pesan saja, aku yakin dia akan baca nantinya." Mbah Agung mengirimkan pesan ke Sanusi, dia ingin Sanusi menghubungi dia.     

****     

Di rumah Bram, Diman sudah datang ke rumahnya Bram dia langsung menuju kamar Bram, Diman naik satu persatu langkah kakinya dan langsung menuju ke kamar Bram.     

Crkelkkk!     

"Bram, kamu tidur?" tanya Diman yang masuk ke dalam kamar Bram.     

Bram sudah mengerang kesakitan karena dirinya tidak bisa menahan sakit akibat luka yang makin besar, Bram tidak tahu kenapa luka ini masih ada, Diman yang melihat Bram yang meringis kesakitan langsung mendekati Bram dan terlihat luka di tubuh Bram ternganga.     

"Lihat ini, lukanya makin besar Bram, kamu harus panggil dokter saja ke sini, dari pada kamu ke rumah sakit, yang ada tangan kamu di amputasi, kamu tahu kan kalau kita ini sekarang sedang mendapatkan karma, kamunya saja yang tidak tahu, ayo cepat kamu telpon dokter untuk ke sini obati luka kamu itu," ucap Diman kepada Bram.     

"Tidak, aku tidak akan pernah untuk meminta dokter ke sini, aku mau mbah Agung saja, kamu cari Sanusi di bawah, dia mungkin ada di sana," ucap Bram kepada Diman.     

"Kamu telpon saja dia, gampang kan, jangan buang waktu untuk mencari anak buahmu itu, sudah sana pergi ambil telpon kamu," ketus Diman kepada Bram yang meminta dia untuk menelpon Sanusi.     

Bram mengambil telponnya dan mencoba menghubungi Sanusi dan telpon pertama nyambung.     

"Halo bos, ada apa?" tanya Sanusi.     

"Di mana?" tanya Bram kepada Sanusi.     

"Saya lagi di depan, baru saja menghubungi mbah Agung, dia bertanya bisa apa tidak bos ambil rambutnya, jika tidak, mbah Agung yang akan pancing arwah itu, kita tidak mungkin memancing dia, karena kita tidak sebanding dengan dia, jadi lebih baik kita tidak perlu dekati arwah itu lagi, tunggu mbah Agung dan gurunya yang bertindak." Sanusi menjelaskan apa yang terjadi.     

"Baiklah, kalau begitu, lebih baik biar mereka saja dan aku mau kamu panggil dia ke sini sekarang, cepat sedikit tidak pakai lama, ingat itu," ucap Bram kepada Sanusi.     

"Baiklah, akan saya panggil sekarang," ucap Sanusi kepada bosnya.     

Panggilan mereka berakhir, Bram memandang Diman yang menggaruk kepalanya dengan kasar hingga tangannya mereka dan terluka.     

"Kamu kenapa menggaruk itu hmm? Apa kamu tidak lihat itu, banyak sekali luka berceceran di sana dan lihat itu luka di tanganmy, jangan kamu garuk, nanti jatuh di ranjangku, duduk di sofa sana, kamu jorok sekali," ucap Bram yang kesal karena melihat Diman yang menggarukkan tangan dan yang lainnya dengan kasar hingga menimbulkan luka.     

Diman pergi dari ranjang dan duduk di sofa, dia tidak tahu harus apa, tubuhnya benar-benar gatal hingga dia membuat meringis kesakitan. Sanusi yang mendapat telpon untuk menjemput mbah Agung menelpon mbah Agung dia ingin menanyakan apakah bisa atau tidak dia datang ke sini.     

Tut ... tut ...     

"Halo, Sanusi ada apa lagi?" tanya mbah Agung kepada Sanusi.     

"Halo mbah, saya mau kasih tahu kalau bos Bram mau menemui anda, apa anda mau?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Bisa, kamu jemput saja, saya tahu kenapa dia memanggil aku, kamu ke sini saja cepat ya," ucap Mbah Agung kepada Sanusi.     

"Baiklah, saya akan segera ke sana," jawab Sanusi yang langsung bergerak menuju mobil.     

Sanusi membawa dua orang untuk pergi ikut dengan dia, dia tidak mau sendirian ke sana. Mobil Sanusi membelah jalan menuju rumah mbah Agung. Mbah Agung tahu kalau dia di minta oleh Bram ke sana untuk mengobati dirinya.     

"Mbah, saya mau ke rumah pasien dia luka yang ada belatungnya dan dia juga meminta bantuanku, untuk mengobati dia, sudah aku kasih obat tapi tidak juga hilang mbah, mbah tahu apa obatnya," ucap mbah Agung kepada gurunya.     

Guru mbah Agung terdiam mendengar apa yang di katakan anak muridnya itu, guru mbah Agung tersenyum dan mulai membuka sesuatu dari kantongnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.