Dendam Winarsih

Obat Mujarab



Obat Mujarab

0Guru mbah Agung memberikan sesuatu ke mbah Agung, serbuk putih dan bau tercium jelas di hidung mbah Agung.     

"Apa ini mbah?" tanya anak guru mbah Agung kepada gurunya.     

"Ini obat mujarab dan akan saya berikan ke kamu untuk mengobati pasien kamu itu, dan untuk yang lainnya akan aku urus dari sini," ucap guru dukun itu kepada dirinya.     

Mbah Agung menganggukkan kepala kepada gurunya itu. Mbah Agung menyiapkan apa yang perlu dia berikan untuk Bram. Cukup lama perjalanan yang di tempuh oleh Sanusi, dan akhirnya dia sampai di tempat mbah Agung.     

Tok ... tok ...     

Mbah Agung yang mendengar ada ketukan pintu langsung bangun dan berjalan ke arah pintu, mbah Agung membuka pintu rumahnya dan terlihat Sanusi sudah datang untuk menjemput dia.     

"Mbah sudah siap, ayo kita pergi sekarang," ucap Sanusi kepada mbah Agung.     

"Baiklah, ayo kita pergi sekarang, saya sudah bawakan obat untuk bosmu, ini obat dari guru saya, saya harap ini bisa lebih baik dari sebelumnya ya," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

"Baiklah, kalau begitu, ayo kita pergi, sekarang," ucap Sanusi yang langsung berbalik ke arah mobil dan langsung masuk ke dalam mobil.     

Mbah Agung menganggukkan kepala dan langsung bergerak ikut Sanusi dan masuk ke dalam mobil. Mobil langsung bergerak ke arah jalan raya dan meluncur menuju rumah Bram.     

Di rumah Bram dan Diman terus mengerang kesakitan karena dia merasakan tubuhnya sakit dan tentunya terus mengeluarkan nanah dan ulat.     

"Akhhh, Bram ini sakit sekali, obat yang mbah Agung kasih sudah aku kasih tapi masih juga belum sembuh, apa dia bohong pada kita ya?" tanya Diman kepada Bram.     

"Aku tidak tahu, jangan tanyakan aku, ini sakit dan aku merasakan nyawaku akan lepas dari ragaku, aku tidak mengerti kenapa luka ini makin banyak dan makin kelihatan besar," ucap Bram yang terus menerus merintih kesakitan.     

"Ini karma, aku sudah katakan padamu bukan, kamu tidak percaya padamu, ini lah yang terjadi, kamu benar-benar tidak berpikir apa jika ini karma untuk kita hmmm?" tanya Diman kepada Bram.     

Bram hanya diam, karena dia tidak tahu harus apa lagi, dia ingin menyangkalnya tapi itu tidak mungkin karena karma, ini karena penyakit saja. Diman yang tidak mendapatkan jawaban dari Bram hanya bisa menatap tajam ke arah Bram.     

Keduanya hanya sibuk dengan apa yang kegiatan mereka, apa lagi jika bukan menggarukkan tubuh mereka yang terluka dan gatal. Perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya Sanusi tiba di tempat Bram dan tentu saja membuat keduanya turun dan langsung masuk.     

"Pak, bos Bram ada di kamarnya tidak?" tanya Sanusi kepada kepala pelayan yang menyambut mereka.     

"Apa sudah izin dengan pak Bram tidak?" tanya kepala pelayan kepada Sanusi.     

"Sudah, dia minta saya bawa mbah ini, jadi saya sudah bawakan dan saya mau mempertemukan keduanya, apa boleh?" tanya Sanusi sekali lagi.     

"Boleh, mari saya antar," ucap kepala pelayan kepada Sanusi.     

Kepala pelayan Bram langsung membawa keduanya naik ke atas untuk bertemu dengan Bram dan temannya. Satu persatu anak tangga mereka lewati dan ketiganya tiba di depan kamar Bram, dari luar terdengar suara Bram yang merintih kesakitan. Kepala pelayan ingin masuk melihat majikannya tapi di cegah mbah Agung.     

"Jangan masuk, kalian tunggu di bawah saja, biar aku saja yang masuk, bawakan air dalam mangkuk, cepat sedikit jika sudah letakkan di meja dan ketuk saja dan nanti akan aku ambil," ucap mbah Agung kepada Sanusi dan kepala pelayan untuk membawa mangkuk yang ada airnya.     

"Baik mbah, pak, tolong ya, aku mau bapak ambilkan, bisa kan," ucap Sanusi kepada pelayan Bram dan di anggukkan oleh kepala pelayan itu kepada Sanusi.     

Kepala pelayan langsung turun ke bawah untuk membawa apa yang di pesan anak buah majikannya. Mbah Agung mengetuk pintu kamar Bram.     

Tok ... tok ...     

Mbah Agung mengetuk pintu kamar Bram dan Bram yang mendengar suara ketukan bangun dan berjalan menuju pintu kamarnya.     

"Siapa?" tanya Bram dengan suara datar, dia tidak mau para pelayannya melihat dia seperti ini.     

"Bos, ini mbah Agung sudah datang, bos katanya mau ketemu dengan mbah Agung, ini saya bawakan bos," jawab Sanusi kepada Bram.     

Bram yang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Sanusi segera membuka pintu dan benar saja ada Sanusi dan mbah Agung di sana.     

Sanusi yang melihat bosnya ke luar kamar menyerngitkan keningnya, dia heran bosnya terlihat tidak baik dan terlihat sangat menggenaskan dan tentu saja aroma kamar bosnya tidak sedap, Sanusi hanya diam dan mundur karena kata mbah Agung tidak boleh masuk.     

"Masuk mbah, silahkan, saya sudah lama menunggu mbah, silahkan," jawab Bram kepada mbah Agung dan Bram melihat Sanusi yang tidak masuk hanya mbah Agung saja yang masuk menyerngitkan keningnya.     

"Dia tidak masuk, dia akan tunggu di luar saja, biarkan saja di luar sana, saya saja yang masuk, Sanusi kamu tunggu air yang dibawa bapak tadi, jika sudah ada ketuk pintu, aku yang akan ambil ke luar," jawab mbah Agung yang menjelaskan kenapa Sanusi tidak masuk ke dalam kamar Bram.     

Bram yang mendengar apa yang di katakan oleh mbah Agung menganggukkan kepala dan tersenyum kepada mbah Agung. Pintu di tutup dan mbah Agung melihat ke arah pria yang tentu dia kenal, sahabat Bram yang bernasib sama.     

"Mbah aku kenapa ya?" tanya Bram kepada mbah Agung.     

"Kamu kena kutukan dia, dendam Winarsih ke kalian sudah terlihat dari semua yang kalian dapatkan sekarang," ucap mbah Agung kepada Bram dan Diman.     

Keduanya melihat ke arah mbah Agung, mereka tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh mbah Agung.     

"Ini karma bukan mbah?" tanya Diman langsung.     

"Lebih kurang itu, tapi bukan itu juga, itu karena jimat kalian itu, tanah yang kalian ambil itu menjadi puncanya dan kalian tahu kalau jimat tanah kuburan itu membuat kalian seperti ini," ucap mbah Agung kepada keduanya dengan tatapan mata yang tajam.     

"Jadi, apa yang harus kami lakukan mbah, kami tidak mau menjadi seperti ini mbah, kami takut mbah bantu kami, obati kami dan apa tidak ada cara buat dia pergi dari hidup kami?" tanya Bram kepada mbah Agung dengan tatapan sendu.     

"Bisa, guru mbah sedang mengusahakannya dan kalian harus sabar, sekarang ini obat mujarab untuk kalian, ini dari guru saya, pakai ini cepat," ucap mbah Agung yang memberikan obat mujarab itu ke Bram.     

"Apa ini berhasil mbah?" tanya Bram dengan wajah yang sendu.     

"Iya mbah, ini berhasil tidak?" tanya Diman lagi kepada mbah Agung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.