Dendam Winarsih

Apa Hilang



Apa Hilang

0Cukup lama Bram dan Diman di obati oleh mbah Agung dan gurunya, rintihan dan erangan kesakitan yang Bram rasakan seketika berkurang dan dia langsung terdiam dan memandang ke arah mbah Agung, tentu membuat mbah Agung tersenyum ke arah Bram dan memandang luka di tubuh Bram mulai tertutup dengan serbuk obat.     

"Apa hilang mbah lukaku, aku mau lukaku hilang mbah, aku tidak bisa menahan sakitnya, dan beruntung luka ini tidak sakit lagi," ucap Bram ke mbah Agung.     

"Hilang, itu nanti kita lihat saja, karena saya akan lihat nanti setelah beberapa jam, biarkan obat itu meresap dan kalian berbaring saja dulu," ucap mbah Agung.     

"Mbah di sini saja, minta pelayan siapkan kamar, mbah tidur di kamar saja, sambil aku benar-benar sembuh," ucap Bram kepada mbah Agung.     

"Baiklah, saya juga akan lihat secara keseluruhan, apakah sudah mulai menutup atau tidak, saya tidak mau, luka ini makin besar," ucap Sanusi kepada Bram dan membereskan semua mangkuk yang sudah selesai dia gunakan.     

Diman tertidur dia begitu lelah untuk bisa mengingat bagaimana sakit saat tubuhnya di obati oleh mbah Agung.     

"Saya keluar dulu, kamu tidur saja, saya akan cek lagi nanti," ucap mbah Agung kepada Bram dan di balas anggukkan oleh Bram.     

Bram tertidur dia begitu lelah menjerit dan merintih kesakitan karena luka yang entah dari mana datangnya. Mbah Agung keluar dan melihat Sanusi tertidur di sofa, mbah Agung meletakkan di meja dekat sudut kamar Bram, dia berjalan ke arah Sanusi, dia ingin menanyakan di mana kamar mandi.     

"Sanusi, bangun, kamu ini tidur saja, kenapa bukan kamu yang bawa mangkuk tadi hahh?" tanya Mbah Agung kepada Sanusi yang membuka matanya dan tersenyum ke arah mbah Agung.     

"Saya tadi, merasa tidak enak untuk mengetuk, jadi buat pelayan saja, apa sudah selesai belum?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Nanti saja, mana kamar mandi, saya mau ke kamar mandi, mau cuci tangan saya dulu," ucap mbah Agung yang menanyakan di mana kamar mandi.     

"Di sana itu, yang ada tulisan kamar mandi itu," ucap Sanusi sambil menunjuk ke arah pintu di sebelah kamar Bram.     

Mbah Agung menganggukkan kepala dan langsung menuju ke arah yang Sanusi tunjuk, Sanusi melihat kepergian Sanusi. Tidak berapa lama, mbah Agung datang dan terlihat wajahnya sudah penuh air, mungkin mencuci muka pikir Sanusinya.     

Mbah Agung duduk di sebelah Sanusi dan memandang ke arah Sanusi. Dia melihat ke arah Sanusi yang memandang dia dan juga melihat Sanusi seperti ingin bertanya.     

"Apa yang kamu ingin tanyakan? Jika kamu tidak ingin bertanya, saya akan minum, saya haus dan lapar juga," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

"Silahkan makan dan minum saja, saya juga sudah minum dan makan tuh. Mbah kenapa bos?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

Mbah Agung langsung makan dan minum, dia belum menjawab apa yang di tanya oleh Sanusi. Sanusi masih menunggu jawaban dari mbah Agung dengan sabar. Selesai makan dan minum, mbah Agung menatap ke arah Sanusi yang masih menunggu dan memandang dia.     

"Kamu kenapa, bos kamu luka karena jimat itu, jadi dia tidak bisa lepas dari Narsih, saya mengobati semampu saya, karena sisanya kita akan lihat nanti, saya harap bisa lebih baik lagi." mbah Agung langsung mengatakan ke Sanusi dan itu membuat Sanusi berpikir sejenak, jimat yang tidak bisa lepas dari dia, maksudnya apa.     

"Mbah, apa yang mbah maksudkan? Apa dia tidak bisa sembuh seperti sedia kala? Apa separah itu sakitnya?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Tidak juga, ini kutukan yang Narsih ucapkan, dia mengutuk orang yang mengambil tanah kuburannya untuk di jadikan jimat dan itu terlihat jelas di kalungnya, memang bisa menghindari Narsih tapi tidak sampai akhir, saya rasa sudah saatnya dia menyelesaikan masalah dia dengan Narsih," jawab Mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi terdiam, memang bosnya harus segera menyelesaikan masalah dengan arwah itu, tapi bosnya yang egois tidak mau juga mengakui kesalahannya.     

"Jadi, apa yang akan kita lakukan mbah, jika pada akhirnya dendam Winarsih ke bos Bram terwujud, bos Bram akan meninggal kan mbah?" tanya Sanusi dengan pandangan penasaran.     

"Tidak tahu kalau itu," jawab mbah Agung kepada Sanusi.     

"Guru mbah akan tetap membantu bos Bram kah?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

Mbah Agung menganggukkan kepala pelan, dia hanya ikut saja, karena dia sudah melawan Narsih dan ujungnya dia kalah.     

"Guru saya mau melakukannya, tapi saya tidak mau ikut campur karena saya bisa membantu yang bisa saya bantu," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi hanya menganggukkan kepala dan menghela nafas panjang, dia juga sebenarnya tidak mau ikut campur tapi karena dia bekerja di sini jadi dia mau tidak mau ikut tapi jika sudah tidak aman, maka dia kan mundur dari pada mati konyol pikirnya.     

"Mbah, kita makan dulu, mbah tidur sini tidak? Apa mbah di minta untuk tidur di sini kah?" tanya Sanusi kepada si mbah.     

"Iya, saya akan tidur di sini, karena masih ingin memantau keduanya, saya harap obat mujarab dari guru saya bisa membuat keduanya sembuh," jawab mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi bangun membawa mbah untuk ke bawah, dan meminta ke pelayan untuk menyiapkan kamar untuk si mbah. Dan menyiapkan makanan untuk mbah Agung.     

Keduanya turun dari tangga dan berjalan menuju meja makan dan melihat ke arah pelayan yang sedang merapikan meja makan.     

"Bos Bram masih tidur, nanti kalau sudah bangun, siapkan makanan, dan itu mau di bawa ke mana? Dan satu lagi, saya mau kalian siapkan kamar untuk mbah Agung, bos Bram sudah meminta untuk menyiapkan kamar, jadi kalian siapkan ya," ucap Sanusi kepada pelayan.     

Kepala pelayan yang bernama Djorghi mendatangi Sanusi, dia memandang ke arah Sanusi yang memerintah anak buahnya, dia tidak seperti Djarot yang hanya ikut saja, dan di sini dia yang mengaturnya.     

"Apa pak Bram sudah katakan langsung ke kamu Sanusi? Kenapa harus kamu yang mengaturnya, jika pak Bram tidak katakan ke saya, saya tidak percaya," jawabnya dengan pandangan datar dan tajam.     

"Saya katakan ke bapak, kalau yang meminta itu bos Bram, apa benar mbah? Kalau memang anda tidak kasih, gampang, saya bisa katakan anda tidak mendengar apa yang dia katakan, gampang bukan?" tanya Sanusi dengan sedikit mengancam ke pak Djorghi.     

Pak Oyong hanya memandang keduanya, dia tahu kepala pelayan tidak mau di langkahi, jadi dia tidak terima jika Sanusi meminta ke pelayan lainnya. Mbah Agung berdehem ke arah keduanya.     

"Tidak apa, nanti jika ada apa-apa tolong rawat pak Bram, saya akan cari tempat lain," ucap mbah Agung kepada kepala pelayan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.