Dendam Winarsih

Salah Lawan



Salah Lawan

0Pria yang berusaha mengambil rambut Narsih harus melihat wajah Narsih yang menyeramkan, dia juga tidak bisa berkutik, gunting yang di tangannya seketika jatuh ke tanah dan tubuhnya keringat. Rekan pria tersebut mengigil karena dia tidak bisa membantu, mereka mundur ke belakang dan saat mundur mereka bertabrakkan dengan Ian.     

"Kalian cari mati namanya, jangan sekali-kali lawan dia cari lawan yang pas, kalian semua ini salah lawan." Ian menepuk pelan pundak rekan pria yang sekarang berhadapan dengan Narsih.     

"Kami di minta bos, kami sebenarnya tidak mau, tapi dia terlalu cepat menerima pekerjaan mencari rambut wanita itu, jadi kami seperti ini, apa tidak bisa di lawan kah?" tanya pria tersebut ke Ian.     

Rekan pria yang melawan Narsih malah bergabung dengan Ian dan yang lainnya, mereka duduk di atas kup mobil dan sambil memandang ke arah rekannya yang masih belum di hajar oleh Narsih.     

"Aku sudah katakan pada kalian, jangan mencoba melawan dia, lebih baik pulang, sudah banyak yang di hajar oleh dia dan berujung kematian, dia nggak akan ganggu jika kalian nggak ganggu dia, coba kalian jangan ganggu dia, pergi sana," jawab Paijo kepada anak buah Bram yang menelan salivanya melihat rekannya di pegang pipinya dengan golok berdarah dan tajam itu.     

Pipi rekan mereka di goreskan golok yang ujungnya berdarah dan karatan, pria tersebut menelan salivanya melihat ujung golok yang berdarah itu mulai bermain di pipinya.     

"Aku tidak takut denganmu, aku akan menghabisi kamu, aku yakinkan kamu kalau aku akan buat kamu musnah hantu sialan," ucap pria itu yang tidak takut menghadapi Narsih tapi keringat dingin terus bercucuran.     

"Aku tidak meminta kamu takut kepadaku, aku hanya mau menghabisi nyawamu," ucap Narsih dengan suara dingin dan tangannya Narsih menggerakkan golok yang tajam ke pipi pria itu hingga pipinya tergaris dan mengeluarkan darah.     

Pria yang merasakan goresan dari pipinya mengeluarkan darah segar dan tentu rasa perih menyeruak ke dalam hatinya. Pria tersebut menahan rasa sakit karena pipinya tergores.     

"Bilang kepada orang yang menginginkan rambutku, aku tidak akan mengampuni kalian dan aku akan pastikan kalian akan aku musnahkan, jangan mengusikku dan mereka jika tidak ingin berakhir dengan buruk." Narsih langsung mundur dan berjalan ke arah Dino.     

Pria tersebut langsung memandang ke arah Narsih yang mundur, dia memegangi pipinya yang berdarah dan tentu membuat dia meringis kesakitan yang teramat dalam.     

Pria itu memandang ke arah tangannya yang penuh dengan darah, darah dari pipinya yang mengalir begitu deras dan membuat dia sangat marah kepada Narsih. Dino yang memandang ke arah pria itu dengan tajam, dia tidak tahu berkata apa, kenapa mereka mengambil rambut Narsih apa dia ingin membuat keributan dengan Narsih.     

"Mbak, sudah ayo kita pergi sekarang, kita tidak bisa di sini, biarkan dia sendiri memikirkan akibat dari apa yang terjadi, aku rasa kita harus memberikan dukun itu peringatan, jika tidak dia akan terus mengikuti kita, Bram saja belum kita selesaikan, apa lagi si dukun ini. Kalian pulanglah, bawa pria itu, bawa ke dokter, kalian ada yang kan untuk mengobati luka dia?" tanya Dino ke rekan pria tersebut.     

"Kami boleh pulang kah, tidak di buru lagi sama mbak ini kah? Kami takut, kami benar-benar takut," ucap pria yang menjadi rekan pria tersebut sambil melirik ke arah Narsih.     

Narsih hanya diam dan tidak mengalihkan pandangannya dari pria yang melawannya. Pria tersebut mengacungkan senjata ke arah Dino, Ian dan yang lainnya melihat ke arah pria tersebut dengan pandangan tajam ke pria itu.     

"Rekanmu benar-benar mau mati di tangan Narsih, adiknya mau di bunuh salah besar itu," ucap pria itu ke rekannya yang bersama Ian yang memperhatikan pria yang di depannya ini mengacungan senjata ke arah Narsih.     

"Jika tidak mau pria itu mati, serahkan rambut kamu arwah sialan, aku akan menembak dia jika kamu tidak ingin aku bunuh dia, aku penembak jitu, aku sangat ingin membunuh dia, jadi, jangan sampai aku tembak dia," ujar pria itu dengan wajah yang di luputi amarah yang menggebu.     

"Bunuh saja dia, dia bukan siapa aku, aku juga tidak akan memberikan rambutku ini ke kamu, aku akan pastikan kamu mati jika kamu berani mengambil rambutku, bukan dia," ucap Narsih yang memainkan rambutnya dengan tenang.     

Narsih memegang golok dan meletakkan di kepala dan menariknya ke bawah, Narsih seperti menyisir rambutnya sendiri, dia tidak peduli senjata itu ke arah Dino.     

Ian, Paijo, Paimin, Toni dan Dino memandang ke arah Narsih yang tidak peduli jika Dino di acungkan senjata, dia juga tidak pernah peduli sama sekali.     

"Kamu pikir aku tidak tahu kalau dia orang yang kamu lindungi, karena di mana ada dia kamu ada, aku akan benar-benar akan membunuh dia jika kamu tidak memberikan rambutmu hantu sialan, berikan cepat aku bilang," pekik pria itu yang emosi melihat Narsih tidak memperdulikan dia.     

"Mas, apa dia tidak mau menyerah ya, mbak Narsih kan tidak mau menyerahkan rambutnya, kenapa dia mengancam mas Dino, aneh ya," ucap Toni yang mendengar apa permintaan dari pria itu dan tentu saja pria tersebut mendengarnya.     

"Terkutuklah kalian semua, aku habisi kalian semua, Ahhhh, Dorrrr," Suara tembakan terdengar cukup kencang hingga membuat peluru itu keluar dari sarangnya dan mengarah kepada Dino.     

"Akhhhh," pekik pria itu dengan kencang karena lehernya di cekik oleh Narsih yang tiba-tiba datang dari depan dengan cepat.     

"Aku sudah katakan padamu untuk pergi, tapi kamu tidak mau pergi juga, kenapa kamu tidak mendengarkan aku, kenapa kamu masih ngeyel juga, aku tidak peduli dengan dia, tapi kamu meminta rambutku dan mengancam dia itu yang membuat aku tidak terima sama sekali, jangan mencoba meminta apapun dariku, maka kematian yang aku berikan padamu," ucap Narsih dengan wajah yang menakutkan dan menyeramkan.     

"Akhhh, am-ampuni aku, aku hanya di minta oleh dukun itu, dia meminta aku mengambil rambutmu, untuk ritual dia, aku tidak akan memintanya lagi, lepaskan aku, ak-aku mohon," pinta pria itu yang suaranya putus-putus akibat cekikikan dari Narsih.     

"Terlambat, kamu terlambat, kematian tidak akan di tunda dia akan datang segera dan kamu akan mendapatkan kematianmu dengan cepat," ucap Narsih dengan mengeratkan cekikannya ke leher pria itu dan tentu membuat pria itu membolakan matanya dan seketika urat di lehernya ketarik dan lenyap selamanya.     

Rekan pria yang nyawanya sudah melayang memegang lehernya dengan cepat dan tidak tahu harus apa lagi. Narsih membuang pria itu dengan kencang hingga tubuh pria itu terhempas cukup jauh.     

"Jangan mencoba mengambil apa yang aku punya, sehelai rambutku tidak akan aku berikan, walaupun kalian mengancam aku," ucap Narsih dengan suara datar dan pergi dari hadapan mereka semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.