Dendam Winarsih

Jangan Usik Aku



Jangan Usik Aku

0Narsih yang sudah menemui dukun yang mengobati Bram dan Diman langsung ke tempat guru mbah Agung dia akan memperingatkan dukun tersebut.     

Guru mbah Agung yang membaca mantra terus menerus, dia tidak mau jika Narsih datang mendekati dia dan mencelakai dia.     

Brakkk!     

Narsih datang ke rumah mbah Agung yang di dalam rumah itu ada anak buahnya dan gurunya yang membuat dirinya harus menghajar guru dukun itu dengan kejam dan sadis.     

Guru mbah Agung terkejut karena ada sosok wanita yang sudah membuat anak buahnya meninggal dengan sadis dan sekarang dia ke sini lagi.     

Guru mbah Agung menunjukkan wajah yang datar dan tidak terpengaruh oleh golok yang di bawa oleh Narsih. Anak buah guru mbah Agung memandang ke arah arwah wanita yang sudah membuat rekan mereka meninggal.     

"Mbah, dia datang," bisik anak buah guru mbah Agung.     

"Mau apa kamu? Apa kamu mau aku memberikan minum atau janin bayi, biasanya sosok sepertimu menginginkannya, apa aku salah mengatakannya kepadamu?" tanya guru mbah dukun itu ke Narsih yang memandang dia dengan tatapan tajam.     

"Aku tidak akan mau makanan apapun, yang aku mau itu kamu, jadi aku tidak akan membiarkan kamu mengambil rambutku, dan kamu ingin membuat pagar untuk aku tidak masuk ke sini, hahahaha, kamu salah, kamu tidak bisa ke sini, tapi nyatanya aku masuk kan ke sini, lihatlah, jadi bersiap aku bunuh kamu," pekik Narsih yang terbang ke arah guru dukun itu.     

Srapppp!     

Tangan Narsih sudah berada di leher guru mbah Agung dia tidak mau dukun ini makin merajalela, dan dia tidak mau ini terlalu berlarut, dia akan fokus dengan Bram dan sahabatnya saja, dia tidak mau ada yang ikut campur lagi, sudah akan dia selesaikan dengan Bram apapun nanti baik Bram meninggal atau tidak akan dia tuntaskan dendamnya.     

"A-aku tidak akan memaafkan kamu, aku akan mencarimu arwah tidak tahu diri, aku akan buat kamu benar-benar hancur dan aku tidak akan buat kamu bisa membalaskan dendammu, anak muridku akan membalaskan dendamku padamu, ingat itu, aku akn pastikan kamu akan hancur arwah sialan," ucap guru mbah Agung di sisa nafasnya dan krekkk, dia meninggal dan kepalanya jatuh ke bawah.     

Anak buah guru mbah Agung itu mundur dan kabur, tapi sayang, Narsih menghabisi semuanya, dia tidak sedikitpun menyisakan satu orang pun.     

Rumah mbah Agung bersimbah darah karena Narsih menghajar dan membunuhnya dengan sangat sadis dan tidak menyisakan satu orang pun di rumah itu semuanya di bantai.     

"Ini untuk kalian yang sudah mengusikku, aku tidak akan membiarkan siapapun yang mengusikku, jangan usik aku, jika kalian tidak mau aku usik dan berakibat seperti ini." Narsih pergi dari rumah mbah Agung dia sudah mengerjakan tugasnya menghabisi orang yang ingin mengambil rambutnya untuk tujuan tertentu.     

Narsih sekarang berada di rumah Bram, dia ingin lihat kondisi Bram dan Diman yang masih tetap memakai jimat darinya dan dari dukun itu.     

Mbah Agung yang tahu keberadaan Narsih hanya diam dan dia tidak bisa berkata apapun dan tentu saja membuat dia mengerti kenapa sosok ini ke sini.     

"Apa kamu menghabisi dia? Dia guruku, kamu tidak pantas untuk menghabisi dia, sekejam itukah kamu hmm?" tanya mbah Agung ke Narsih.     

Narsih yang mendengar apa yang di katakan oleh mbah Agung tertawa dan tentu saja dia tidak mungkin menjawab apa yang di tanyakan oleh dukun itu.     

"Kenapa tidak menjawabku? Apa kamu sudah kehilangan kata-kata, dan hanya bisa tertawa saja hmm?" tanya mbah Agung ke Narsih.     

Narsih tetap diam, dia tidak akan menjawabnya, jika di tanya kejam atau tidaknya dia, maka, jawabannya iya, dia kejam karena mereka yang lebih dulu kejam pada dirinya, bukan dirinya yang kejam pada mereka.     

"Hmm, tidak jawab berarti kamu tidak kejam, pergilah, hidup dengan tenang, dia juga sudah menderita, lihatlah, luka mereka makin bertambah banyak, keduanya sudah tidak sadarkan diri lagi, aku tidak tahu harus obati dia seperti apa, tapi, aku sudah berjanji akan obati dia sampai pada akhirnya obat ini yang menentukan dia seperti apa," jawab mbah Agung ke Narsih yang berdiri memandang dia.     

Ceklekkk!     

"Mbah, aku bawa ini, ehh, Narsih, buat apa dia di sini ya?" tanya Sanusi ke mbah Agung yang terkejut karena Narsih berada di sini.     

"Bawakan saja itu, aku mau cepat obati dia," jawab mbah Agung ke Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala dan langsung bergerak ke arah mbah Agung, obat yang dia ambil di tas mbah Agung. Sanusi memberikan obat ke mbah Agung dan bergegas keluar dari kamar, aura di kamar bos Bram benar-benar mencekam terlebih lagi ada Narsih di dalam kamar.     

"Dia mau apa ya di sana, apa tidak puas bos Bram tidak bangun juga," gumam Sanusi yang jengkel dengan Narsih yang berdiri di dalam kamar bosnya itu.     

Pak Oyong naik ke lantai atas, dia ingin menanyakan apakah pak Bram sudah bangun atau belum. Pak Oyong melihat Sanusi yang melamun di ruangan tamu seorang diri sedangkan mbah Agung tidak ada.     

"Mana dia? Kenapa tidak ada bersama Sanusi, apa dia masih mengobati Sanusi?" tanya pak Oyong pada dirinya sendiri.     

"Sanusi, apa pak Bram sudah bangun, kenapa dari pagi sampai sekarang pak Bram tidak bangun, apa lagi sahabatnya itu, apa dia memang belum bangun atau apa? Dia belum makan sama sekali, kasihan pak Bram yang belum makan sama sekali, apa nggak sebaiknya dia di bangunkan saja ya," ucap pak Oyong ke Sanusi.     

Sanusi yang dikejutkan oleh pak Oyong mengusap dadanya, dia benar-benar tidak tahu kedatangan pak Oyong ke sini.     

"Pak, buat aku terkejut saja, kenapa bapak kejutkan aku? Apa bapak tidak punya kerjaaan ya, jika nggak aku akan kasih bapak pekerjaan mau pak?" tanya Sanusi.     

Pak Oyong duduk di sebelah Sanusi dan tersenyum. Sejak pergi bersama dengan Sanusi dia akrab dengan anak buah majikannya ini.     

"Kamu ini, masih muda suka sekali terkejut seperti itu, apa kamu tidak tahu apa, kalau aku sudah ngomong sama kamu panjang lebar? Aku tanya apakah pak Bram belum bangun juga, kenapa lama sekali dia bangun tidur, pak Bram belum makan sedari tadi, makanya aku tanya ke kamu, apakah kamu bisa bangunin pak Bram dan apa memang sudah bangun tapi malas turun ke bawah? Kalau malas aku bawa makanannya ke atas," ucap pak Oyong ke Sanusi.     

"Belum bangun, masih tidur sejak katanya ngantuk dan tidur dia tidak bangun lagi, entahlah kenapa dia tidak bangun juga, aku bingung jadinya, soalnya aku juga bingung, biasanya tidur sebentar, ini lama," ucap Sanusi ke pak Oyong yang menatap wajah pak Oyong dengan wajah sendu.     

"Sakit apa pak Bram?" tanya pak Oyong dengan wajah serius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.