Dendam Winarsih

Lepaskan Atau Tidak



Lepaskan Atau Tidak

0Mbah Agung masih menunggu Bram mengiyakan apa yang dia lakukan, dia juga tidak akan maksa Bram, dia sebagai manusia kasihan, jauh dari sebelumnya dia membantu Bram untuk membuat Narsih menjauhi dari dirinya, tapi dia tetap tidak bisa menjauhi Bram dan sahabatnya itu.     

"Nanti aku pikirkan dulu, aku mau semuanya jelas dulu jimat yang mbah kasih apakah bisa menggantikan jimat ini, jika tidak aku tidak akan lepaskan," jawab Bram dengan tegas.     

"Jadi, kamu tidak mau ya lepaskan dia," ucap mbah ke Bram yang tentu membuat Bram diam dan menatap nanar ke arah mbah Agung.     

"Lepaskan atau tidak itu akan menjadi pilihan kamu, saya akan mengobati semampu saya, jika tidak bisa juga maka saya akan pergi Bram, jadi pikirkan itu," ucap mbah Agung meninggalkan Bram sendiri saja di kamarnya.     

Bram yang melihat kepergian mbah Agung dari kamarnya, dia tidak tahu harus apa saat ini, karena dia tidak mengerti kenapa harus melepasakan jimat ini, jika dia tidak mau lepaskan jimat ini, apakah dia tidak bisa sembuh atau sebaliknya pikir Bram dalam hati.     

Bram diam dan pikirannya berkecamuk karena tidak bisa memutuskan ini semuanya karena tidak mau menghadapi kematian yang akan menunggu dia.     

Di luar kamar Bram, mbah Agung meminta Sanusi mengambil makanan untuk Bram makan.     

"Sanusi, ambil nasi untuk Bram, karena dia sudah bangun dan pasti lapar, aku akan menunggu di sini," ucap mbah Agung ke Sanusi.     

"Mbah, mbah ngigau ya, bukannya sudah di dalam nasinya, kenapa minta juga," ucap Sanusi ke mbah Agung.     

"Kamu yang ngingau, kamu kapan bawa makanan ke saya, kamu tidur sana, " kesal mbah Agung ke Sanusi yang tidak pernah nyambung sama sekali.     

Sanusi yang mendengar apa yang di katakan oleh mbah Agung tersenyum kecil karena dia tidak tahu kalau belum di kasih makanan.     

"Tunggu sebentar ya, saya ambilkan buat bos Bram, mbah mau makan juga, kalau iya saya temani mbah makan," ajak Sanusi ke mbah Agung.     

"Nanti saja, kamu pergi saja sana cepat," ucap mbah Agung ke Sanusi.     

Mbah Agung menatap ke arah Sanusi yang pergi dari hadapannya. Mbah Agung menghela nafas panjang karena dia tidak tahu bagaimana membujuk Bram, apa wanita itu yang bisa aku andalkan untuk membujuk dia ya, tapi kalau dia mau, kalau tidak bagaimana pikir mbah Agung dalam diam.     

"Aku akan bertemu dengan wanita itu, aku akan meminta dia ke sini, dia yang akan membujuk Bram, aku yakin dia akan mau," gumam mbah Agung dalam hati.     

Tidak berapa lama Sanusi datang dan memberikan makanan untuk bosnya ke mbah Agung. Mbah Agung mengambil dan pergi ke kamar Bram untuk memberikan makanan ke Bram.     

****     

Dino yang sudah kembali bekerja bersama Nona menjalani harinya dengan bahagia, tidak ada yang mengikuti dia lagi, apa lagi mendengar kabar jika Deki sudah mulai pulih dan akan segera ke kantor polisi, keluarga Deki juga sudah tahu jika Deki tidak meninggal.     

"Dino, apa Bram akan tobat?" tanya Nona di dalam ruangan kantornya.     

Nona sudah kembali ke kantor karena dia sudah pulih seperti sedia kala dan tentu membuat di senang dan bisa berkumpul dengan teman kerjanya.     

"Entahlah, dia tidak kelihatan, tidak ada juga yang mau memata-matai dia, Narsih juga tidak pernah meminta kita mengikuti Bram dan kita juga tidak di datangi lagi sama sosok yang menakuti lagi kan, jadi buat apa kita ikuti dia lagi," ucap Dino kepada Nona yang menatapnya.     

Cekelkkl!     

"Kita dapat kabar kalau ada pembunuha yang tentu membuat kalian pasti berpikiran sama dengan aku," ucap Ian yang masuk ke dalam ruangan di susul dengan Paijo dan yang lainnya.     

Paimin yang melihat ketigannya masuk dengan wajah yang panik dan duduk dengan tergesa-gesa hanya geleng kepala.     

"Aku tidak mengerti, siapa yang bunuh siapa?" tanya Dino yang masih belum nyambung.     

"Aku tidak bisa mengatakan karena aku tahunya dari mas Aditya, dia katakan ada pembunuhan dan katanya dukun, dan banyak lagi di dalam rumah itu, dan mengenaskan sekali," ucap Ian yang meminum air minum Dino.     

"Dukun maksud kamu?" tanya Dino yang bingung karena dia tidak tahu harus apa saat ini karena dukun siapa pikirnya.     

"Apa dukun Bram atau dukun yang lain?" tanya Nona ke Ian yang mengusap keringatnya.     

"Aku mana tahu Non, jika tahu mungkin aku katakan aku tahu, ini kan nggak," ucap Ian yang mengatakan ketidaktahuannya.     

"Baiklah, kalau begitu, kita tanya saja ke mas Aditya, gampang kan," ucap Toni ke Nona yang menganggukkan kepalanya.     

Semuanya terdiam karena mendengar kabar kalau dukun meninggal, menjadi tanda tanya siapa dukun itu dan siapa dia yang sudah membunuh dukun itu.     

"Dia akan balas dendam nggak ya? Aku berpikir jika dia akan balas dendam, karena aku yakin dia pasti di bunuh dengan sangat tragis dan siapa yang membunuhnya pasti akan ketakutan." Paijo mengatakan kemungkinan besar akan ada balas dendam.     

"Aku tidak akan mengatakan akan ada balas dendam, karena kita tidak tahu siapa yang membunuh dukun itu kan, jika kita tahu, maka kita baru bisa simpulkan dia balas dendam atau tidak," jawab Dino yang di anggukkan oleh keduanya.     

Dino dan yang lainnya langsung melanjutkan pekerjaan sampai selesai dan kembali ke rumah dengan selamat.     

"Aku lelah sekali, apa yang harus aku lakukan," omel Paijo yang menurut mereka sangat lucu.     

"Aku tidak tahu harus apa, saat kamu lelah, lebih baik kamu tidur di jalan, dan ada mobil lewat punggung kamu di terapi oleh rodanya yang ke sana ke mari," ujar Ian yang masuk ke dalam rumah.     

"Kalian tahu, dukun meninggal dengan sangat mengerikan, dia di daerah selatan hampir masuk desa salak, tahu tidak ya?" tanya mang Dadang ke Ian yang baru masuk ke dalam.     

"Tahu mang, aku dapat kabar dari temanku, dan aku juga tidak mengerti kenapa dia meninggal, karena yang aku tahu dia itu pasti dibunuh pasiennya, karena tidak ampuh mengobati dia," ucap Ian yang masuk ke kamar mandi.     

"Mang tahu dari mana?" tanya Dino yang duduk di sebelah mang Dadang.     

"Di TV, sudah gencar kali pun, aku rasa dia tidak asing dan katanya itu rumah mbah Agung, ingat nggak itu dukun si Bram itu, apa dia meninggal kah, tapi di TV katanya bukan dia," ucap mang Dadang ke Dino.     

"Apa dia orang lain dan siapa yang bunuh dia?" tanya mang Jupri yang baru datang dan menghampiri mereka semuanya.     

"Aku yang membunuhnya," jawab Narsih yang datang dan memandang mereka dengan tatapan tanpa salah sedikitpun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.