Dendam Winarsih

Kenapa Di Bunuh



Kenapa Di Bunuh

0"Apa?" teriak mereka semuanya dengan kencang saat mendengar apa yang mbak Narsih katakan, mereka benar-benar tidak menyangka kalau Narsih lah yang membunuh dukun itu dengan sadis.     

"Kenapa di bunuh? Apa dia ada salah dengan mbak Narsih kah?" tanya Dino yang penasaran kenapa di bunuh.     

"Dia yang membawa mata-mata waktu itu, jadi aku bunuh, dia juga yang mau ambil rambutku, aku tidak suka ada yang ikut campur, cukup satu saja yang harus aku selesaikan, sekarang aku mau pergi, aku mau lihat Diman, dia sudah membuka jimat tanahnya, aku tidak tahu kondisi dia lagi, setelah itu aku ke Bram yang masih memakai jimatku," jawab Narsih ke mereka semua yang ada di ruangan tersebut.     

"Terserah mbak saja, oh ya, bagaimana dengan Bram dan Diman, maksud aku apa dia bisa sembuh atau nggak? " tanya Ian yang muncul dari kamar dan duduk bersama istrinya yang masih takut,     

Mirna menutup matanya dan memeluk Ian dengan erat dia takut untuk melihat Narsih karena menyeramkan, walaupun dia suster tapi tetap dia takut untuk melihat Narsih.     

"Dia tidak akan sembuh, karena sudah masuk ke dalam tubuhnya kutukan yang aku buat," ucap Narsih dengan suara datar dan dingin.     

Pak ustadz yang melihat apa yang di katakan Narsih hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa, dia tahu sembuh itu hanya Tuhan yang bisa melakukannya, manusia hanya beriktiar dan selalu berdoa jika tidak ya sulit.     

Narsih memandang ke arah pak ustad yang memandang dia, Narsih hanya diam dan pergi begitu saja, dia tidak mau melihat semua orang menyalahkan dia karena melakukan itu.     

"Dia kenapa pergi begitu saja, dan dia itu kenapa ya, bisa-bisanya kabur dan apa dia ada masalah pribadi dengan Bram, kalau iya pun tidak seperti itu juga kan," ucap Ian yang melihat Narsih pergi begitu saja.     

"Baiklah, kalau begitu kita tidak perlu repot untuk menanyakan apakah dia akan sembuh atau tidak, karena kalau pun dia sembuh ujungnya tidak akan seperti yang kita harapkan," jawab mang Dadang kepada Ian yang menganggukkan kepala pelan.     

"Kalian mandi sana, Dino mandi sana, nanti masuk angin kamunya," jawab mang Jupri yang melihat Dino belum mandi.     

"Saya pamit dulu, kalian mandi di kamar mandi dalam saja," ucap Dino ke Paimin.     

"Iya mas, saya mandi di kamar mandi kamar saja biar cepat," jawab Paimin ke Dino dan keduanya masuk ke dalam kamar mandi, Dino masuk ke kamar mengambil pakaian untuk di pakai di kamar mandi.     

Di rumah Bram Mbah Agung mendapat kabar dari Sanusi kalau gurunya meninggal di rumahnya, Sanusi berada di depan mbah Agung dan mbah Agung diam saja dan tidak tahu harus apa sekarang karena bagi dia sudah takdir gurunya.     

Jadi, kita harus apa mbah? Apa kita tidak bisa menjauh dari arwah itu ya?" tanya Sanusi yang merasa cemas dengan bosnya itu.     

"Jangan tanyakan aku, aku tidak akan bisa menjawabnya, guruku saja sudah di bunuh dia, dari dia datang membawa kepala anak buah guruku saja aku sudah punya firasat dia akan di bunuh, tapi entahlah, aku tidak tahu apapun, karena aku tahu jika sesungguhnya ini resiko bos kamu yang akan dia terima, kita berusaha pun tetap tidak bisa jika dia tidak menyerah dan mengakuinya," ucap mbah Agung dengan serius ke arah Sanusi.     

"Kenapa jadi seperti ini ya, apa bos Bram nggak minta maaf atau di hukum ya dulu, sampai harus di kejar oleh Narsih arwah yang meninggalnya penasaran," ucap Sanusi ke mbah Agung.     

Narsih yang muncul dari jendela menatap ke arah mbh Agung dan Sanusi, dia melihat sekilas dan pergi ke kamar Bram, dia akan membuat Bram tidak nyaman, dan tentu saja dia tidak ingin membiarkan Bram tenang sehari pun.     

Narsih berdiri di depan jendela Bram dia melihat bram yang tertidur dan tubuhnya banyak obat yang mbah Agung berikan, kamarnya juga sudah bau dupa dan kemenyan, dia benar-benar tidak berdaya lukanya juga tidak bisa di tutup dengan ramuan obat yang mbah Agung berikan, satu di tutup satu lagi tidak.     

"Kenapa kamu lihat dia, apa sudah puas dengan apa yang kamu lihat Narsih, kamu sudah lihat kan kalau dia tidak bisa apapun, jika kamu memang inginkan dia meninggal aku akan ambil jimatnya, dan kamu bunuh saja dia, tapi sayangnya jimat itu tidak bisa aku ambil lagi, beda dengan sahabatnya itu, dia tidak ikhlas kamu menyentuhnya jadi, ya seperti itu lah," ucap mbah Agung yang berdiri di pintu melihat Narsih yang berdiri di jendela memandang Bram.     

Mbah Agung saat di ruang tamu bersama Sanusi merasakan kehadiran Narsih, dia juga tahu Narsih melihat dia dan Sanusi di ruang tamu tersebut dan setelah itu dia pergi ke ruangan Bram, mbah Agung langsung masuk ke dalam kamar Bram dia ingin tahu apa yang Narsih lakukan dan sekarang di sinilah dia melihat Narsih berdiri memandang dia dan tentu saja dia tidak mungkin melakukan hal yang membuat Bram celaka, mbah Agung sudah memagari dirinya dan membuat dia tidak bisa menyentuh Bram.     

"Pergilah, jangan buat masalah lagi, jika kamu buat masalah, maka kamu yang aku bunuh," ucap Narsih yang memandang mbah Agung dengan tatapan tajam dan mengintimidasi.     

"Aku tidak melindungi dia, silahkan kamu bunuh dia, dia juga tidak akan melawan, dia sudah menerima karmanya, dia sudah kalah Narsih, sangat kalah, jadi jangan lupa ini semua juga karena kamu," ucap mbah Agung ke Narsih yang membuat Narsih diam.     

"Dia akan aku tunggu kematiannya, dia akan tahu bagaimana sakitnya merengang nyawa seperti aku meregang nyawaku," ucap Narsih yang langsung pergi dari hadapan mbah Agung.     

Mbah Agung hanya diam menatap kepergian dari Narsih yang masih di selimuti amarah, Narsih kembali ke rumah sakit Diman, di rumah sakit, Diman tidak sadarkan diri dia hanya menutup matanya, lukanya di balut perban tapi tetap ada luka baru, istri Diman menatap ke arah suaminya yang tidak kunjung sembuh.     

Diman kedatangan pak ustad yang sengaja di minta istrinya untuk mendoakan dia, Narsih memandang dari kejauhan dia tidak mau pak ustad itu tahu kedatangan dia.     

"Dia sepertinya tahu kedatangan, dia menoleh ke arahku," gumam Narsih yang melihat ke arah pak ustad yang membacakan ayat suci.     

"Sepertinya, kita ada tamu gaib, apa dia pernah berhubungan dengan sosok gaib?" tanya pak ustad kepada istri Diman.     

Isteri Diman geleng kepala mendengar apa yang dikatakan oleh pak ustad ke dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.