Dendam Winarsih

Maafkan Kami



Maafkan Kami

0Dua hari sudah berlalu, Diman masih juga belum ada tanda kesadarannya pulih, dia masih seperti sama seperti sebelumnya.     

"Masih belum juga ada reaksinya?" tanya pak ustad ke Dina yang saat ini masih setia menjaga dan kondisi Diman makin memprihatinkan sekali.     

"Belum pak ustad, dan setiap malam dia selalu menangis saya tidak tahu di alam mimpinya dia seperti apa, apa sesakit itu kah dia atau bagaimana saya kurang tahu, saya tidak tahu harus berbuat apa lagi pak ustad, saya sudah bingung, dan rencananya mau ke rumah wanita itu, ada saja kendalanya, maafkan kami pak ustad," ucap Dina yang merasa tidak enak hati karena dia tidak bisa rumah Narsih.     

"Tidak apa, mungkin belum sempat, tapi sebisa mungkin sempatkan, jangan takut jika harga diri akan jatuh, saya yakin orang tua dia pasti tidak akan menuntut tapi malah dia akan memaafkan suami nak Dina." pak ustad menjelaskan apa yang terjadi jika mereka ke rumah Narsih.     

Dina menganggukkan kepala, dia tahu kalau orang tua Diman tidak mau ke sana karena takut anaknya di tangkap polisi, makanya dia enggan ke sana, dan berujung Diman makin kelihatan kurang baik dan makin terlihat tidak baik saat ini.     

"Saya akan pergi ke sana, jika mereka tidak sempat nantinya, tempatnya jauh ya pak ustad?" tanya Dina ke pak ustad yang masih mengobati dengan doanya.     

"Iya, tapi kalau niatnya baik pasti jauh dekat tidak terasa, saya yakin itu, sekarang tergantung niatnya," jawab pak ustad dengan senyuman.     

Pak ustad melihat jam di tangan dia, sudah terlalu lama dia di sini, akhirnya dia pamit pulang.     

"Kalau begitu bapak pulang dulu, semoga nak Diman sehat dan bisa berkumpul kembali, pertimbangkan lagi ya, saya yakin apapun yang akan terjadi pintu maaf masih terbuka lebar buat nak Diman, jangan malu meminta maaf ya," ucap pak ustad yang bangun dari kursinya menuju pintu keluar kamar Diman.     

"Saya akan ke sana, terima kasih banyak ya, saya akan usahakan ke sana," jawab Dina yang mengantarkan pak ustad pulang.     

Sepeninggal pak ustad, Dina duduk kembali dan memandangi Diman yang hanya diam dan tidak bereaksi apapun, dia hanya diam saja dan hanya bisa menatap Diman dengan tatapan sendu.     

Hari berganti dan kondisi Diman makin tidak baik saja, akhirnya Dina memutuskan untuk pergi ke rumah Narsih yang di desa Salak.     

Dia ingin segera membuat suaminya pulih walaupun tidak terlalu berharap tapi dia ingin segera melihat suami sembuh dan kalau pun nantinya pergi dari sisinya maka dia akan tenang dan tidak akan menyesal sama sekali.     

Ceklekkkk!     

Pintu terbuka terlihat kedua orang tua Diman yang datang menemui Diman. Ayah mertua Dina melihat dia yang sudah bersiap, Dina meminta pembantu rumahnya yang menjaga Diman selama dia pergi.     

"Kamu mau ke mana? Apa kamu mau keluar nak?" tanya ibu Diman ke Dina.     

"Iya, saya mau keluar, saya tidak lama keluarnya Ma, hanya sebentar," ucap Dina lagi.     

"Apa kamu mau ke rumah korban itu? Buat apa kamu ke sana, lihat saja, anak ini masih sama, jika dia ke sana apa dia sembuh, yang ada polisi datang dan membuat dia di penjara, apa kamu mau dia di penjara, kamu harus dukung dia jangan seperti ini, saya tidak mau kamu ke sana, duduk dan jaga dia," titah ayah mertua yang melarang Dina untuk pergi ke desa Salak.     

"Tidak Pa, saya akan pergi dan jika pun nantinya Diman akan di polisikan atau tidak dia harus terima dan itu sudah konsekuensi dia karena melakukan itu, jangan membuat Diman makin bersalah di sisa hidupnya, kita tidak tahu umur, karena kita hanya membantu meringankan dia saja, saya berharap Diman sadar dan tidak kenapa-napa, jadi Papa harus dukung saya. Bukan karena Papa malah melarang saya," ucap Dina ke ayah mertuanya.     

Dina menatap kilat wajah mertuanya, dia akan melakukan apapun demi suaminya dan dia tidak mungkin membiarkan suaminya hidup penuh dosa dan meninggal pun penuh dosa. Dina akhirnya pergi dan meninggalkan mertuanya yang hanya mematung menatap dia yang pergi dari hadapan dia.     

"Biarkan dia mengurus suaminya, dia harus menjadi kuat, kita tidak bisa melarang anak kita meminta maaf untuk suaminya dan bisa di pastikan untuk kebaikkan anak kita yang banyak dosa ini, harusnya kamu sebagai ayah bisa ikut ke sana dan meminta maaf kesalahan anak kamu dan jika tidak maka anak kamu yang akan tersiksa ayah kandungnya malah menahan untuk meminta maaf, jelas salah tapi tidak peduli sama sekali, itu tidak benar namanya," ucap istrinya ke suaminya yang masih tetap tidak mau menerima kesalahan anaknya Diman.     

"Sudah lah, jangan banyak bicara, aku yang tahu anakku, bukan kamu," jawab ayahnya Diman yang pergi dari ruangan inap Diman.     

Diman yang masih bisa mendengar tapi tidak bisa membuka matanya dia hanya bisa mengalir kan air matanya dan tentu saja tidak bisa melakukan apapun untuk dia, dia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan di masa lalu.     

Dina tidak peduli, dia pergi dengan supir ke rumah Narsih, dia bersama pembantu satunya dan supir menjemput pak ustad, dia sudah berjanji akan meminta pak ustad menemani dia untuk penengah antara keluarga dia dan keluarga Narsih.     

"Pak kita belok kanan ya, itu yang cat putih rumah pak ustad," jawab Dina ke pak supir yang di balas anggukkan dari dia.     

"Pak ustad, ikut kita juga bu?" tanya mbok Elis ke Dina.     

"Iya, saya akan pergi ke sana, untuk temani saya dan kalian juga ikut ke sana temani saya, tidak lama cuma sebentar, saya harap kalian tidak keberatan menemani saya ya," ucap Dina ke mbok Elis dan pak Dudung.     

"Iya, saya tidak akan keberatan, saya akan temani ibu, benarkan pak?" tanya mbok Elis ke pak Dudung.     

"Iya, ibu tenang saja, kita doakan pak Diman sehat, setiap manusia ada salah dan khilafnya, tidak ada manusia yang tidak luput dari kesalahan yang ada, " ucap pak Dudung ke Dina yang di tanggapi sendu oleh Dina.     

Dina hanya diam dan menikmati perjalannya walaupun hatinya memikirkan suaminya tapi semua demi suaminya. Sampai di rumah pak ustad, terlihat pak ustad sudah bersiap dan masuk ke dalam dan duduk di sebelah pak supir yang langsung melajukan mobilnya ke tempat yang dia tuju yaitu desa Salak,     

"Semoga lancar dan di mudahkan apapun nanti hasilnya semoga ini yang terbaik dan Diman bisa tenang dan tidak merasa bersalah seumur hidupnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.