Dendam Winarsih

Diman Meninggal



Diman Meninggal

0Dina akhirnya kembali ke kota, dia tidak mau berlama-lama di rumah abah, dia ingin segera bertemu dengan Diman suaminya, dia ingin membawa kabar berita ke Diman bahwa keluarga yang dia bunuh sudah memaafkan dia seutuhnya.     

"Emak, Abah, saya pergi dulu, terima kasih sudah mau menerima saya di sini, saya tidak akan pernah melupakan kebaikan emak dan abah, apapun yang terjadi nantinya saya sudah ikhlas, dan saya juga senang karena sudah bisa di maafkan oleh emak dan abah.     

"Iya, sama-sama, kami juga minta maaf, mungkin selama anak kami hidup, kami tidak bisa menjaga anak kami, karena anak kami membuat suami nak Dina kecewa hingga melakukan itu," ucap abah ke Dina dan membuat Dina tertunduk lesu mendengar apa yang abah dan emak katakan.     

"Sudah, jangan sedih, ingat satu hal, kalau kita itu pasti bisa ikhlas apapun takdir dari Tuhan untuk kita, selama kita bisa ikhlas, insya Allah nikmat akan mengalir ke kita," ucap emak ke Dina yang di anggukkan oleh Dina dan yang lainnya.     

"Ya sudah, saya pergi dulu ya, kasihan suami saya di rumah sakit saya tinggalkan, walaupun ada yang jaga, tetap saya tidak enak hati untuk tidak menjaganya." Dina pamitan ke abah dan emak Narsih.     

"Baiklah, hati-hati di jalan ya, jangan lupa emak dan abah, pintu ini terbuka untuk kamu dan anak-anak kamu juga suami kamu, emak doakan dia agar sehat selalu," ujar emak Narsih yang mendoakan Dina selalu sehat.     

Dina menganggukkan kepala dan langsung pergi dari rumah abah dan emak, Dina merasakan ada sesuatu di hatinya yang membuat dia sedikit khawatir dan sedih, dia tidak tahu kenapa hatinya seperti itu.     

Cukup lama Dina sampai kota dan pada akhirnya dia sampai di kota, dia langsung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Diman, dia sudah tidak sabar untuk menemui suaminya itu.     

"Mbok, jangan lupa bawakan pakaian ganti saya ya, saya mau ganti di rumah sakit saja, dan tolong lihatin anak-anak jika sudah kembali dari rumah Papa dan Mama saya ya," ucap Dina ke si mbok.     

"Baik bu, semoga bapak sembuh dan kumpul lagi dengan ibu dan anak-anak, amin," jawab tulus mbok ke majikannya.     

Dina tersenyum ke arah si mbok dan langsung pergi meninggalkan si mbok dan langsung masuk ke dalam lobby dan bergegas ke kamar Diman.     

"Aku harap kamu sehat mas, aku sudah memohon maaf ke keluarga mereka semuanya demi kamu mas, aku harap kamu bisa sehat selalu dan tidak ada kurang satu pun mas," gumam Dina yang berjalan ke arah kamar dan langsung bertemu dengan Diman yang masih sama seperti dia tinggalkan.     

Keluarga besarnya benar-benar, terkejut dengan datangnya Dina, Dina memeluk keluarganya dengan erat dan tentu dengan air mata yang mengalir begitu deras.     

"Bagaimana, apa mereka memaafkan Diman nak?" tanya Mama mertuanya ke Dina yang duduk di sebelahnya.     

Dina juga memeluk Mama kandungnya dengan erat dan Mama Dina mengusap air mata anaknya, dia sudah melakukan terbaik buat suaminya, sisanya biarkan takdir yang menentukannya.     

"Sudah, semua sudah berlalu, jangan kamu ungkit lagi, sekarang kamu ikhlas, apapun yang terjadi, semuanya sudah takdir Allah yang tidak akan bisa kamu hindari, ingat kamu itu harus selalu semangat dan jangan berpikiran negatif dengan sang Pencipta ya," ucap Mama ke Dina dengan lembut.     

"Iya Ma, Dina akan ikhlas, dan semua sudah Dina jalani sesuai tugas Dina, Dina harap, mas Dimqn bisa segera sembuh," ucap Dina yang di amini oleh orang tua mereka.     

Tidak berapa lama, Dina bangun dan mendekati Diman, tubuhnya sudah tidak bisa di katakan baik, Dina melihat bagaimana karma yang suami dapatkan dan tentu saja itu membuat dia sedih karena suaminya tidak bisa di katakan baik.     

Perlahan Diman bangun membuka matanya, dia mengerjapkan matanya, Dina yang melihatnya tersenyum kecil dia tidak percaya suaminya bangun dari tidurnya, dia senang hingga menangis.     

"Diman bangun, dia bangun Pa, Ma, lihatlah, dia bangun dan dia akan bersama kita," ucap Dina yang senang karena Deki sudah bangun dari tidurnya.     

"Sekarang kita panggil dokter, kamu di sini saja," ucap Papa Diman yang senang anaknya bangun.     

Papa Diman, lupa kalau ada tombol di ruangan Diman, dia keluar dari ruangan dan teriak memanggil dokter. Dina mengusap lembut rambut Diman yang gugur, Dina tidak peduli karena dia senang jika Diman kembali bersama dirinya.     

"Diman, kamu sadar nak, ini Mama nak," ucap Mama Amy Mamanya Diman yang terlihat diam dan matanya menerawang.     

"Mas, kamu kuat, aku yakin kamu kuat mas, jangan tinggalkan aku mas, anak-anak menunggu kamu, kamu lawan mas, aku sudah minta maaf ke keluarga mbak Narsih, dan mereka memaafkan kamu, nanti jika sembuh, kamu akan ke sana dan minta maaf ya, aku akan temani kamu, mereka orang baik, kamu harus kuat mas," jawab Dina yang berharap bisa lebih kuat dan melawan sakitnya walaupun terlihat nafasnya satu-satu Dina berharap Diman pulih.     

Dokter datang dan terus memeriksa Diman, dokter dan suster langsung menambah obat yang akan di suntik kan di tangan Diman namun tidak bisa, akhirnya ke infusnya. Dokter melihat ke arah Dina dan keluarga.     

"Kita hanya bisa berdoa, akan ada keajaiban yang terjadi, jadi jangan salahkan Tuhan jika suatu saat pasien di panggil ke pangkuannya." Dokter memberikan perkataan yang membuat Dina mengerti jika Diman sudah tidak bisa bertahan lagi.     

Dina mendekati Diman, Diman mengeluarkan tanah dari mulutnya dan tentu membuat Dina menangis karena dia tidak pernah melihat orang seperti itu, Dina berusaha untuk mengucapkan doa untuk ketenangan Diman, tapi dia tidak mampu melakukannya hingga dadanya naik dan hembusan nafas terakhir dan buliran air matanya mengalir dari sudut matanya.     

"Innalillahi wainnailaihi rojiun," ucap pak ustadz yang melihat nafas terakhir Diman lepas dari raganya.     

"Diman meninggal, tidak Pa, Mama tidak ingin anak mama meninggal, Mama nggak rela pa," teriak mama Diman yang histeris melihat Diman meninggal.     

Dina hanya bisa terdiam, melihat Diman pergi, dia sudah tenang, kondisi Diman saat meninggal terlihat memperhatiin, tapi dia suaminya Dina yang akan selalu terlihat tampan.     

Dina hanya bisa menunduk di samping Diman, dia lega, suaminya tidak tersiksa karena dosa masa lalu yang mengikutinya hingga dia menutup mata.     

"Maafkan dia mbak Narsih, maafkan suami saya," bisik Dina pelan karena dia tahu murka arwah Narsih ke suaminya lebih besar dari kata maaf yang dia ucapkan dan mungkin dengan kepergian suaminya Narsih bisa tenang di alamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.