Dendam Winarsih

Ikuti Kata Hati



Ikuti Kata Hati

0Nona menatap ke arah Dino doa tidak tahu harus apa saat ini, apakah ingin bertemu atau tidak, Dino menghela nafas panjang karena dia tidak tahu harus apa saat ini apakah dia akan mengizinkan Nona atau tidak, karena sudah dia katakan dia bukan siapa-siapa Nona.     

"Ikuti kata hati kamu, karena aku hanya orang luar, tidak bisa memaksa kamu, sudah aku katakan bukan kalau aku ini hanya manusia biasa, jadi jangan tanyakan, aku hanya memberikan kamu saran ikuti kata hati, itu saja, sisanya aku tidak akan tahu," jawab Dino dengan senyum mengembang.     

Nona melihat ke arah Dino yang memberikan saran ke dia, dia tidak bisa menanyakan ke yang lain karena benar kata Dino ikuti kata hati, jika ingin pergi dia akan pergi.     

"Terima kasih Dino, karena sudah mau mendengar kan keluh kesah aku, aku tidak bisa menceritakan ke siapapun jika aku bukan sama kamu." Nona tersenyum dan menggenggam tangan Dino dengan erat.     

"Sudah, ayo kita balik kerja, kamu mau di omelin oleh pak manajer? Jika mau, ayo kita pergi sekarang." Dino bangun dari tempat duduk dan mengulurkan tangan ke arah Nona, Nona yang melihatnya langsung mengenggam tangan Dino.     

Keduanya berjalan menuju pintu, keduanya tidak peduli dengan pandangan orang. Dino dan Nona yang berjalan berdua tersenyum, arti senyuman mereka hanya mereka yang tahu.     

Di luar kantor Sanusi dan mbah Agung duduk di mobil dan tidak ada yang bicara, mobil juga belum bergerak sama sekali, mereka hanya diam saja.     

"Apa yang mbah pikirkan?" tanya Sanusi yang memecahkan suasana yang hening.     

Hahhh, terdengar helaan nafas mbah Agung yang membuat Sanusi melihat ke arah mbah Agung.     

"Berat kah mbah? Jika, mbah nggak suka atau tidak ingin membantu bos Bram saya tidak akan paksa, dari mbak itu saja enggan untuk ke rumah bos Bram, karena dia takut jika dia di sekap oleh kita," jawab Sanusi kepada mbah Agung.     

"Yang berat itu Bram, dia sepertinya sudah tidak bisa bertahan, tapi dia tetap ingin bertahan, dia tidak mau kalah dengan Narsih, karena menurut dia, dia akan melawan Narsih, ada apa dengan mereka, apa mereka dulu saling mencintai kah?" tanya mbah Agung yang bingung dengan apa yang terjadi.     

"Entah lah, saya tidak tahu, apakah masalah cinta atau masalah apa saya tidak tahu mbah, yang saya tahu, dibunuh saja, sisanya tidak tahu," jawab Sanusi ke mbah Agung.     

"Jadi, kamu tidak tahu?" tanya mbah Agung ke Sanusi yang di tanggapi gelengan kepala.     

Mbah Agung sudah tidak bisa berkata apapun dia hanya diam dan melihat apa yang terjadi esok hari, dia yakin kalau esok akan lebih baik walaupun kita tahu sama sekali apa yang akan terjadi.     

"Kita pulang sekarang? Mbah apa yang terjadi dengan rumah mbah, apa tidak ada polisi mencari mbah karena guru mbah di bunuh itu?" tanya Sanusi ke mbah Agung sambil melajukan mobilnya.     

"Tidak, aku rahasia tidak akan ada yang mencariku, karena itu sebenarnya rumah dia, aku menumpang saja, dia kan suka ke sana ke mari jadi saat aku tidak ada rumah ya aku di kasih tempat tinggal, makanya saat aku tahu dia meninggal ya gimana ya, aku juga tidak tahu sama sekali karena aku itu orangnya benar-benar tidak berhak atas rumah itu," jawab mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala dan tersenyum ke arah Sanusi dia tidak tahu kalau sesungguhnya rumah itu bukan milik mbah Agung melainkan milik gurunya.     

Keduanya tidak lagi membahas apapun, mereka meninggalkan kantor Nona dengan harapan Nona mau berubah pikiran, sedangkan Nona tidak bisa ke sana, bukan dia tidak mau, tapi sudah cukup dia dekat dengan Bram.     

"Kalian sudah jadian kah?" tanya Ian yang menatap ke arah Dino dan Nona yang berjalan bersama dan gandengan tangan.     

"Tidak, tidak salah lagi," jawab Dino yang mengedipkan matanya ke arah Nona yang membuat Nona tersenyum kecil.     

"Ck, sombong sekali kalian, kalian pikir kalian siapa hmm, bisa-bisanya kalian seperti itu, kalian itu di lingkungan kerja jangan bermesraan lah, rusak mataku, lagian kalian dari mana, kenapa bisa bersama?" tanya Paijo ke Nona dan Dino.     

"Ada anak buah Bram datang dan meminta aku ke rumah dia, katanya dia ingin aku membujuk Bram untuk membuka jimat tanah kuburan Bram, jadi ya gitu lah, aku tidak mengerti kenapa bisa dia memintaku dan anak buah dan dukun datang, bukannya itu mencurigakan menurutku?" tanya Nona ke sahabatnya yang lain.     

"Menurut aku sih, lebih baik jangan datang, kalau pun datang ajak kami dan pak ustadz, biar kamu aman, jangan pergi sendiri, tapi kenapa tidak di bawa ke rumah sakit seperti sahabatnya yang meninggal itu? Apa dia takut kalau orang tahu dia kena karma atas perbuatan masa lalunya itu," ujar Ian yang meminta Nona pergi jika ke sana jika bersama mereka jika tidak jangan pergi.     

"Aku juga berat hati ke sana, biarkan mbak Narsih saja yang lihat si Bram, karena dia yang ingin tahu perkembangan Bram seperti apa, aku hanya orang luar, karena kamu tahu kan aku ini orangnya seperti apa, jadi biarkan mbak Narsih saja yang melakukannya," jawab Nona kepada Ian dan yang lainnya.     

"Melakukan apa?" tanya Toni ke Nona.     

"Melakukan pekerjaannya mengawasi si Bram sudah lewat apa belum," ucap Ian yang di tanggapin dengan gelak tawa mereka.     

"Sudah, jangan kamu pikirkan itu, aku sudah katakan, pakai hati kamu, sekarang kita lanjut kerja lah jangan buat masalah lagi, kita tidak boleh abaikan pekerjaan, yang ada kita akan di omelin oleh pak manajer." Dino meminta sahabatnya untuk melanjutkan perkerjaan.     

Ian dan yang lainnya menghentikan pekerjaan mereka dan tentu saja mereka tidak mau konsentrasi pekerjaan mereka terpecah karena masalah kedua anak buah Bram yang ingin bertemu dengan Nona.     

"Dino, apa tidak sebaiknya kalian bersama maksudnya kalian menikah gitu, biar kalian aman dan bahagia," ujar Ian yang menyarankan keduanya menikah.     

Dino dan Nona yang mendengar apa yang di katakan oleh Ian hanya menyerngitkan kening, mereka tidak mengerti kenapa Ian mengatakan itu. Ian dan yang lainnya menunggu jawaban dari Dino dan Nona kenapa dia tidak mengatakan apapun.     

"Kalian kenapa diam, aku tidak mengerti kalian hanya diam saja dan tidak mendengarkan aku sama sekali, apa kalian mau nikah diam-diam?" tanya Paijo kepada Dino dan Nona dengan tatapan menyelidik.     

"Nggak tahu, jangan tanyakan aku, tanyakan Nona saja," jawab Dino yang tersipu malu dan pergi dari ruangannya membawa berkas ke luar dari ruangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.