Dendam Winarsih

Temui Dia



Temui Dia

0Dino dan sahabatnya mendapat kabar kalau salah satu teman Bram meninggal, mereka dapat kabar dari TV dan banyak pencari berita ikut turun ke lapangan untuk meliput pemakaman Diman.     

"Dia sudah mendapatkan tempat yang tenang, dia sudah tidak di kejar Narsih lagi, dan dia juga sudah mempertanggung jawabkan semuanya," jawab Ian kepada sahabatnya Dino.     

"Sudah ada jalannya untuk manusia kembali ke tempat sesungguhnya, kita tidak tahu kapan kita akan ke sana dan kita juga tidak tahu bagaimana caranya kita ke san, maksud cara kita ke tempat itu tidak tahu, apakah baik atau tidak," jawab pak ustadz yang baru keluar dari kamar.     

"Benar itu, kita tidak tahu kapan kita akan ke sana, dan kalau kita tahu pun itu setelah beberapa bulan saat sang Pencipta menyampaikan ke kita kapan kita meninggal." Mang Jupri mengatakan setahu dia ke mereka dan di anggukkan oleh pak ustadz dan mang Dadang.     

"Baiklah, kalau begitu, saya akan ingat, jika kita harus berbuat kebaikan bukan hanya untuk orang tua tapi diri kita dan orang sekitar kita," jawab Paijo yang di anggukkan Ian, Toni dan tentu saja Paimin.     

"Sudah ayo kita pergi sekarang, kita sudah telat dan kita pergi dari sini, sudah telat ke kantor juga ini, ayo lah cepat kalian," ucap Dino menyudahi pembicaraan mereka.     

Dino pun pergi dengan mobilnya, dia tidak lagi pergi dengan mobil pak ustadz, dia sudah bisa membawa mobil dari kantor karena tidak ada yang mengikuti mereka lagi.     

Mobil melaju menuju ke kantor berita mereka dan tentu saja mereka sudah sedikit lega, tidak ada arwah yang mengejar mereka lagi, tenang mungkin tapi belum tenang juga karena Bram masih hidup dan belum mau menyerah juga.     

"Nona, kenapa melamun kamu?" tanya Dino ke Nona yang melamun.     

"Aku memikirkan anak dari mereka yang sudah membunuh Narsih, pasti mereka kehilangan orang tuanya, tidak bisa aku bayangkan sama sekali," jawab Nona yang sedih karena dia tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di seperti mereka.     

Dino tahu jika Nona tidak tahu siapa orang tuanya, dia tidak mau ikut campur karena di bukan siapa-siapa karena dia juga tidak ingin Nona sedih nantinya.     

"Dino, kita sudah sampai, kamu nggak mau turunkah?" tanya Ian ke Dino yang melamun.     

Dino pun keluar dan masuk ke dalam kantor bersama dengan yang lainnya. Nona tidak ikut karena dia di panggil resepsionis.     

"Mbak, maaf ganggu, ada yang mau cari mbak tuh, dia saya suruh pergi ke sana, tempat para tamu, silahkan mbak, dia sudah lama menunggu mbak Nona." resepsionis menunjuk ke ruangan tunggu tamu.     

Nona berjalan menuju ruang tunggu dan saat dia membuka pintu, dia terkejut karena melihat ada dua pria dan dia tidak tahu siapa keduanya.     

"Maaf anda dari mana ya?" tanya Nona yang mendekati keduanya.     

"Dengan mbak Nona ya?" tanya mbak Agung ke Nona.     

"Iya benar, saya ini Nona, kalian siapa ya?" tanya Nona.     

"Saya Mbah Agung dan dia Sanusi, lebih baik kita duduk, maaf memerintah mbak, biar kita bicaranya enak," jawab mbah Agung ke Nona.     

"Oh iya, maafkan saya, saya sedikit bingung dan saya tidak kenal dengan kalian, jadi saya sedikit takut," jawab Nona kepada keduanya.     

"Sayaini anak buah bos Bram, sedangkan mbah Agung ini orang yang mengobati bos Bram, mbah mau mengatakan sesuatu ke mbak Nona, aku hanya ingin mengantarkan dia ke sini," ucap Sanusi yang memperkenalkan siapa dia dan mbah Agung.     

"Jangan takut, saya hanya ingin sampai kan kalau Bram sudah tidak bisa apa-apa, tentu kamu tahu dia kenapa, jadi saya ke sini hanya mau membuat dia tenang bukan artinya mau buat dia meninggal, karena meninggal itu rahasia Tuhan bukan saya, jadi saya hanya hanya mau kamu temui dia, bisa kan?" tanya mbah Agung ke Nona yang membuat Nona diam seribu bahasa.     

"Tolong lah mbak, jangan siksa bos kami, mbak tahu kan kalau sahabatnya meninggal, jadi saya hanya mau mbak membujuk dia, untuk melepaskan apa yang ada di dalam dirinya, jika mbak Nona berkenan, bisa temui dia, sekali saja, mungkin dia mau mendengar apa yang di katakan oleh mbak nantinya, jika tidak saya nggak akan paksa juga," jawab Sanusi yang berharap bisa datang menemui bosnya.     

"Ya sudah, kami permisi dulu, maaf menganggu waktunya, jika memang tidak punya waktu datang lah ke sana ya, jangan biarkan dia menderita, kadang manusia akan menerima apa yang sudah di takdirkan dan jika kesalahan dia fatal dia akan menanggungnya, jadi jangan jadikan ini sesuatu yang membuat kamu merasa beban, cukup temui dia dan bujuk dia sudahi semuanya, saya dukun, tapi saya tidak tega dengan dia." Mbah Agung mengatakan dengan jelas apa yang terjadi.     

Keduanya pergi membiarkan Nona sendirian melamun dan tentu saja dia bingung apa yang akan terjadi dengan Bram, kenapa dia masih mempertahankan jimat itu, kenapa dia tidak menyerah saja, kenapa dia tidak mau melepaskan jimat itu.     

Cekelkkk!     

Dino masuk ke dalam ruangan tunggu tadi, dia turun ke lantai bawah dan tanpa sengaja dia melihat dua pria keluar dari ruang tunggu.     

"Ada apa itu dan siapa pria itu, aneh sekali," gumam Dino yang mendekati resepsionis untuk menanyakan apa yang terjadi.     

"Mbak, aku ingin sekali tanya, di dalam itu siapa ya, maksudnya pria tadi mau temui siapa ya?" tanya Dino yang penasaran siapa orang yang di dalamnya.     

"Oh, mbak Nona, ada tamunya, tapi nggak tahu siapa," ucap mbak resepsionis ke Dino,     

"Aku harus lihat," ucap Dino lagi yang berada di depan pintu ruangan tunggu dan melihat ke arah Nona yang termenung.     

"Nona, kenapa di sini, ada hmm, kamu melamun nggak baik tahu nggak?" tanya Dino yang berjalan ke arah Dino dan duduk di sebelah Nona dan tersenyum.     

"Eh, kamu kenapa bisa di sini? Aku hanya ingin duduk saja," jawab Nona berbohong.     

Dino yang tahu hanya menganggukkan kepala dia tidak ingin mengekang Nona, mungkin dia ingin menyelesaikan masalahnya sendiri.     

"Kadang jangan buat masalah itu berlarut, ingat jika kamu tidak sendiri, ada aku, aku akan bantu kamu dan jika kamu masih menganggap aku sahabat, jika tidak maka aku akan sedih dan sangat sedih," ucap Dino yang membuat Nona tersenyum ke arah Dino yang wajahnya seperti anak kecil.     

"Hahh, mereka anak buah Bram, dia minta aku temui dia karena mereka meminta aku membujuk Bram untuk melepaskan jimat itu, aku bingung apakah aku bisa atau tidak temui dia, karena itu akan membuat dia makin tersiksa jika aku datang ke sana," jawab Nona lagi sambil memandang Dino dengan tatapan mata berkaca-kaca.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.