Dendam Winarsih

Dia Mengerikan Sekali



Dia Mengerikan Sekali

0"Dokternya mau datang?" tanya mbah Agung ke Sanusi yang tersenyum dan menganggukkan kepala.     

"Iya, saya udah katakan kalau bos Bram sakit, dia akan ke sini dan dia akan memeriksa bos Bram, kita tunggu saja," ucap Sanusi yang bangun dari tempat duduknya, dia ingin memberitahu pengawal depan nanti ada dokter yang datang.     

Mbah Agung lega, dia sudah tidak punya beban, dia akan menjaga saja, sisanya tidak ada lagi yang dia kerjakan. Sanusi berjalan ke arah bawah dia keluar ke depan untuk bertemu dengan pengawal yang berjaga.     

"Aku ingin katakan pada kalian, kalau ada dokter yang datang, nanti bawa ke atas ya, dokter yang di minta bos datang," ujar Sanusi yang langsung berkata ke pengawal yang di anggukkan oleh pengawal.     

Sanusi menghela nafas karena dia tidak menyangka tugasnya makin berat dari mengikuti orang sampai mengurus bos Bram, tapi dia tidak masalah bos Bram sangat baik padanya selama ini hanya masalah masa lalu saja pikirnya.     

"Ada Sanusi?" tanya pak Djarot ke Sanusi.     

"Dokter akan datang ke sini, dia akan periksa bos Bram dan jika dia datang minta ke atas ya, saya mau lihat bos dulu, nanti buatkan minuman ya," ucap Sanusi ke pak Djarot yang menganggukkan kepala ke arah Sanusi dan Sanusi langsung naik ke atas untuk menemani dokter Ryan yang akan datang ke rumah bosnya.     

Sampai di atas Sanusi naik ke atas dan langsung bertemu dengan mbah Agung yang duduk menunggu dokter.     

"Sudah di kasih tahu sama pengawal Bram kalau dokter akan ke sini?" tanya mbah ke Sanusi.     

"Sudah, mereka akan bawa ke atas, apa bos Bram akan sembuh mbah?" tanya Sanusi.     

"Jangan tanyakan saya, saya saja menyerah, obat apapun tidak akan bisa membuat luka itu sembuh, malah makin parah kan, jadi saya harap kita tidak terlalu berharap, yang penting obati dulu Bram dan setelah itu baru pikirkan yang lain," jawab mbah ke Sanusi yang meminta Sanusi tidak berharap lebih dengan kesembuhan Bram.     

"Saya bingung kalau dokter meminta kita untuk melepaskan jimat itu bagaimana?" tanya Sanusi ke mbah Agung.     

"Itu nanti kita pikirkan, jangan tanyakan itu padaku saat ini, aku saja bingung mau jawab apa, aku yakin dia akan bereaksi jika kita buka itu jimat dia, saya sudah coba itu, dan tidak bisa juga, sepertinya jimatnya akan melekat dengan kuat di tubuhnya, tidak bisa di lepaskan lagi, lihat saja jika kamu ambil, dia seperti orang marah kan, jadi biarkan saja dulu," jawab mbah ke Sanusi yang di anggukkan oleh Sanusi.     

Tap ... tap ...     

Langkah kaki terdengar jelas dan terdengar suara yang Sanusi kenal dan benar saja dokter datang dan terlihat jelas dokter sedang melakukan panggilan ke seseorang.     

"Sanusi, dokter sudah datang," jawab pengawal Bram yang dia minta untuk mengantar dokter ke atas.     

"Oh ya, terima kasih banyak ya," jawab Sanusi ke pengawal yang menganggukkan kepala dan pergi dari hadapan Sanusi.     

"Sanusi, kenapa dengan Bram?" tanya dokter ke Sanusi.     

"Sakit seperti waktu dia datang ke rumah sakit itu, apa dokter bisa obati dia tidak?" tanya Sanusi ke dokter dan membawa dia ke dalam kamar.     

Sanusi membuka pintu kamar dan aroma busuk tercium dengan sangat menyengit hingga dokter yang masuk mengusap hidungnya, Sanusi sudah memakai masker, dokter berbalik ke arah Sanusi dan menyerngitkan kening, karena Sanusi sudah lebih dulu memakai masker.     

"Kenapa pakai itu?" tanya dokter yang di tanggapi garuk kan kepala pelan.     

"Baiklah, jangan pikirkan itu, aku juga pusing dengan apa yang terjadi, kamu ini benar-benar tidak menghargai bos kamu," ucap dokter yang masuk ke dalam dan langsung bergerak ke dalam dan melihat ke arah Bram.     

Dokter membuka selimut dan melihat tubuh Bram yang banyak luka dan selimutnya banyak ulat yang berguguran. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Dokter melihat ke arah Sanusi dan Sanusi hanya diam dan geleng kepala.     

"Dia menyedihkan sekali, sampai seperti ini Bram sekarang, kenapa tidak mau kalian bawa? Apa yang kalian berikan pada dia?" tanya dokter ke Sanusi.     

"Dia tidak mau pergi ke rumah sakit, dia ingin obat yang di berikan mbah Agung, tapi mbah Agung katakan pada aku untuk bawa ke rumah sakit saja, jika tidak maka bos akan meninggal," jawab Sanusi yang menunduk kan kepala.     

"Kalau seperti ini pasti sudah tidak bisa di tolong lagi, lihat saja itu, dia sudah seperti itu, aku sempat periksa sahabatnya itu dan dia meninggal juga karena ini bukan? Aku juga yang memeriksa Diman, mereka berdua sama saja, dan lihat ini, bagaimana pun dia harus di bawa ke rumah sakit, aku akan panggil ambulan, agar dia bisa membawa Bram langsung ke rumah sakit," sambung dokter yang langsung menghubungi seseorang.     

Sanusi dan mbah Agung saling pandang, dia sudah tidak bisa berkata apapun, semuanya terserah dokter saja. Setelah menghubungi seseorang, dokter melihat sesuatu di lehernya, dia ingin ambil tapi tangannya tersengat listrik.     

"Akhhh, apa ini, kenapa seperti listrik, apa tidak di buka saja?" tanya dokter ke Sanusi dan mbah Agung.     

"Dia tidak mau dokter, jika kita pegang dan ambil itu dia akan marah dan ngga bisa di ambil juga dokter, sudah lengket di kulitnya, lihat saja itu," ucap Sanusi yang menunjukkan jimat itu lengket di kulit Bram.     

"Gila sekali Bram ini, sejak kapan dia seperti ini, apa dia sudah tidak punya akal apa melakukan hal ini semua," geram dokter melihat kelakuan Bram yang dia saja tidak habis pikir Bram nekat melakukan itu.     

Dokter melihat ke arah Sanusi dan mbah Agung, dia ingin tahu kenapa dengan sahabatnya ini, dia tidak pernah percaya Bram tidak ada rahasia yang menyebabkan dia seperti ini, jika pun dia seperti ini pasti ada alasannya.     

"Aku ingin tanya, kenapa bisa dia seperti ini, katakan padaku, cepat, jika tidak aku akan pergi jika kalian tidak mengatakan padaku," ancam dokter Ryan yang penasaran dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya ini.     

Sanusi memandang ke arah mbah Agung dia takut untuk mengatakannya, jika bosnya sembuh dia akan di bunuh. Dokter memandang ke arah mbah Agung dan mbah Agung menghela nafas panjang karena dia pasti akan jadi tumbalnya.     

"Saya akan katakan, saya harap ini rahasia kita dan jangan sampai keluar," minta mbah Agung ke dokter yang di anggukkan oleh dokter.     

Mbah Agung mengatakan semuanya ke dokter tidak ada yang di tutupi, dokter yang mendengarkan hanya mengangga, dia melihat ke arah Bram dan mengusap wajahnya.     

"Apa dia sudah minta maaf ke keluarga korban?" tanya dokter Ryan yang ditanggapi gelengan kepala oleh keduanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.