Dendam Winarsih

Bawa Ke rumah Sakit



Bawa Ke rumah Sakit

0Mbah Agung dan Sanusi tiba di rumah Bram mereka bergegas masuk ke dalam rumah, sudah lama mereka meninggalkan Bram di rumah seorang diri, mereka tidak mau Bram kenapa-napa, semua pengawal dan pelayan menundukkan kepala ke arah mbah Agung, mbah Agung tidak lagi jadi dukun, dia merawat Bram seperti merawat anaknya sendiri rasa iba muncul di hatinya.     

"Mbah, anda sudah pulang?" tanya pak Oyong ke mbah Agung dan Sanusi.     

"Sudah, bagaimana dengan Bram apa dia ada memanggil aku?" tanya mbah Agung yang sudah berada di lantai dua tepat di depan kamar Bram.     

Hanya pak Oyong yang di minta untuk menjaga Bram, karena dia percaya kalau pak Oyong tidak seperti pelayan yang lain yang sibuk dengan semua keinginan tahunya.     

"Tidak ada, tidak terdengar sedikitpun, mungkin pak Bram tidur," jawab pak Oyong ke mbah dan Sanusi.     

"Dia mulai tertidur lagi, entah kali ini bisa bangun atau tidak saya tidak tahu, karena saya merasa jika saya tidak mampu lagi, ini bahaya, lebih baik kita bawa ke rumah sakit saja, pengobatan saya tidak bisa mengembalikan dirinya seperti semula," jawab mbah kepada pak Oyong dan Sanusi.     

Keduanya hanya diam dan tidak mengatakan apapun, mereka juga bingung mau jawab apa, yang ada mereka akan merasakan jika bos mereka tersiksa dengan kondisi yang ada.     

"Kalau memang mau bawa ke rumah sakit ya tidak apa, tapi kita harus menutupi wajahnya bos dari mereka semuanya, agar mereka tidak memberi tahu kan ke luar mengenai kondisi bos, bukan tidak percaya dengan mereka, tapi takutnya ada wartawan yang datang dan meliput bos, bos kan orangnya terkenal, jadi bisa saja mereka di bayar dengan memberi tahu kondisi bos, bisa hancur perusahaan bos, mana bos tidak ada ahli waris, jadi kita yang dekat dengan bos harus jaga itu," jawab Sanusi yang memberikan masukkan ke mbah dan pak Oyong tentang masalah jika bos Bram ketahuan sakit seperti itu.     

"Benar sekali, sahabatnya saja tidak tahu kan orang, hanya sakit saja, apa lagi bos Bram yang kalau sampai ketahuan bahaya kan," ucap pak Oyong menambahkan apa yang terjadi.     

"Jadi, kita bawa keluar malam hari saja saat semua sudah tidur, kalian bisa awasi para pelayan, kalau tidak di bawa ke rumah sakit sakitnya makin parah, ya itu karena jimat tanah saja, jika sudah di ambil pasti sudah selesai, tapi dia sadar saat saya ambil, pandangannya tajam, tidak seperti Bram sebelumnya," jawab mbah Agung kepada keduanya.     

"Ya sudah, kalau begitu kita buat saja seperti itu, jika memang itu yang terbaik kita harus lakukan, saya ikut saja," jawab pak Oyong ke mbah Agung dan Sanusi yang di balas anggukkan oleh keduanya.     

Mbah Agung, pak Oyong dan juga Sanusi sepakat untuk membawa Bram ke rumah sakit, mereka tidak ingin membuat kesalahan jika terjadi apa-apa pada Bram.     

"Kalian makan dulu, sudah siap makan itu, setelah itu baru tunggu malam dan kita bawa pak Bram ke rumah sakit, " jawab pak Oyong kepada mbah Agung dan Sanusi.     

"Mbah saja yang makan, aku makan di dapur saja, tidak enak dengan yang lain pak, aku hanya anak buah, sama dengan yang lainnya, takutnya mereka akan iri," jawab Sanusi yang tidak enak hati jika dia akan makan di meja.     

"Terserah kamu saja, yang penting kamu tidak sakit saja, sudah makan cepat," ajak Pak Oyong kepada keduanya yang membuat keduanya menganggukkan kepala.     

Mbah Agung makan seperti biasa sedangkan Sanusi makan di dapur, dia ingin makan dengan nyaman tanpa ada yang iri pada dia.     

Selesai makan, mereka akhirnya pergi ke atas untuk melihat kondisi Bram. Mbah Agung yang masuk, sedangkan Sanusi duduk di tempat biasa dia menunggu, mbah Agung memeriksa semua tubuh Bram, dia bingung, lukanya makin banyak dan tubuhnya mulai menyusut.     

"Bram, kamu dengar aku tidak, Bram, kamu dengar aku?" tanya mbah Agung ke Bram yang memejamkan matanya.     

Sejak membuka mata dan sekarang entah kenapa dia menutupkan kembali matanya sampai sekarang tidak lagi terbuka matanya.     

"Bram, kamu harus membuka mata kamu, jangan seperti ini, aku ingin kamu bangun Bram, hayo bangun Bram, lawan sakit kamu Bram," ucap mbah Agung lagi ke Bram yang masih belum merespon dirinya.     

Mbah Agung menatap ke arah Bram yang memang tidak bereaksi hanya nafasnya yang tenang dan tidak lagi berkata apapun, dia juga tidak menunjukan akan bangun, mbah Agung yang sudah menyiapkan semuanya lalu pergi dan bergabung dengan Sanusi.     

Ceklekk!     

Pintu kamar terbuka, Sanusi tengah rebahan dan melihat TV di ruangan tersebut. Sanusi yang tengah santai melihat ke arah mbah Agung yang keluar dari kamar bosnya.     

"Apa sudah bangun?" tanya Sanusi kepada mbah Agung yang duduk di sebelahnya.     

"Belum, lukanya makin banyak, dan obat yang aku kasih juga tidak ada reaksi sama sekali, apa tidak sekarang saja kita bawa, dia kasihan sekali, kita minta mereka menutup sampai leher saja, agar tidak terlibat, kalau wajahnya yang biru lembam tidak masalah hanya di tempat lain saja yang lukanya banyak, dari pada nunggu lama bisa makin parah, kamu tahu alamat rumah sakit dia yang biasa di datangi?" tanya mbah Agung ke Sanusi untuk membawa Bram langsung ke rumah sakit hari ini juga.     

"Boleh, saya tahu, saya ada nomor telponnya, saya akan hubungi dia dulu, saya rasa dia mau bantu kita sabar ya," ucap Sanusi ke mbah Agung yang langsung menggambil telpon dan langsung menghubungi dokter yang sahabat Bram. Sanusi pernah di minta Bram untuk ke sini waktu mau ke rumah mbah Agung, dan sekarang ada perlunya dia menyimpan nomor dokter ini.     

"Halo, dokter maaf ganggu, saya Sanusi, saya anak buah bos Bram, saya mau bicara penting dengan dokter, apa dokter sibuk?" tanya Sanusi kepada dokter yang merupakan sahabat Bram.     

"Ada apa ya, kamu telpon saya? Apa Bram sakit?" tanya dokter Ryan ke Sanusi yang sedikit terkejut anak buah Bram menelpon dirinya.     

"Ehmm, gini, saya ingin katakan kalau bos Bram sakit, bisa ke rumah dan lihat dulu bos Bram dan kalau memang tidak apa dia akan dirawat di sini kalau memang dokter minta dia dibawa ke rumah sakit saya ikut saja," jawab Sanusi ke dokter Ryan.     

"Baik lah, akan saya datang ke rumah kamu tunggu saya, saya akan cek dia, jika tidak saya akan bawa dia ke rumah sakit," jawab dokter Ryan yang di tanggapi anggukkan oleh Sanusi.     

Sanusi senang karena bosnya bisa di obati. Panggilan keduanya berakhir, Sanusi memandang ke arah mbah Agung dan tersenyum kecil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.