Dendam Winarsih

Dia Sudah Di Maafkan



Dia Sudah Di Maafkan

Sanusi dan mbah Agung hanya diam dan menatap kepergian dokter yang merawat Bram, dan memang keputusan itu lah yang terbaik buat Bram, entah dia sembuh atau tidak paling penting sudah meminta maaf.     

"Ayo mbah, kita lihat bos Bram, kita jaga dulu bos Bram besok baru kita pergi ke rumah Narsih." Sanusi mengajak mbah Agung untuk pergi melihat Bram di ruangan yang tidak boleh ada yang masuk.     

Bram di rawat di ruang ICU, dia di pantau intensif karena sakitnya yang makin parah dan terlihat jelas di wajahnya Bram ada luka yang baru. Suster yang berjaga terus memeriksa Bram dan tidak sedikitpun terlihat mereka meninggalkan Bram, luka yang muncul diberi kan obat dan di tutup kembali.     

"Lihat lah, lukanya muncul lagi dan kali ini terlihat sangat mengerikan dan tidak terlihat sedikitpun luka itu hilang, padahal sudah di obati," jawab mbah Agung yang sudah sampai di ruangan Bram tapi mereka hanya melihat dari kaca luar.     

"Apa semengeri ini kah dia jika kita mendapat karma mbah, apa seperti ini kah?" tanya Sanusi kepada mbah Agung yang tentu saja membuat dia makin sedih dan tidak percaya jika karma seperti ini.     

"Mungkin saja, karena karma itu macam-macam, tidak secara langsung tapi ada bertahap, lihatlah, ini yang di dapat setelah sekian lama perbuatan itu terjadi," jawab mbah Agung kepada Sanusi yang menatap ke arah bosnya.     

Mereka hanya menatap intens ke arah Bram yang di tangani oleh dokter dan saat bersamaan asisten Bram yang mendapatkan kabar bosnya masuk rumah sakit bergegas ke rumah sakit, dia menyelesaikan semua biaya bosnya.     

"Sanusi, saya sudah urus semuanya, apa yang terjadi, kenapa pak Bram bisa seperti ini, biasanya kalau dia sakit akan kasih tahu ke saya ini kenapa nggak?" tanya asistennya ke Sanusi yang berdiri di depannya.     

"Itu lah yang terjadi, dia sakit karena memang mau sakit," jawab Sanusi ke asistennya, dia tidak mau asisten bosnya tahu.     

"Tapi saya tanya, dia terluka apa kamu tidak tahu kah dia luka karena apa?" tanya asistennya ke Sanusi.     

"Saya tidak tahu sakitnya apa, saya hanya ikut dia saja, dan saat dia sakit saya langsung ke bawa dia ke sini, itu saja yang saya tahu, tanya kan saja ke dokter dia yang tahu sakit apa bos Bram," jawab Sanusi dengan tegas.     

Mbah Agung duduk di bangku tunggu, karena tidak bisa masuk jadi dia duduk, tidak lama pak Oyong datang dan duduk di sebelah mbah Agung dan menunggu kabar majikannya sembuh dari sakitnya.     

"Sanusi, kabari jika pak Bram sudah membaik dan apapun itu kabari saya, saya akan kembali ke kantor dan saya ingin menyelesaikan pekerjaan yang pak Bram berikan kepada saya sebelum dia sakit, nanti pulang kerja saya ke sini lagi," jawab asisten Bram yang meminta Sanusi untuk memberi tahu kan ke dia keadaan Bram kepadanya.     

"Baik, akan saya kabari," jawab Sanusi ke Bram yang di anggukkan oleh asisten Bram.     

Asisten Bram pergi meninggalkan rumah sakit karena dia ingin menyelesaikan pekerjaan yang Bram limpah kan dia sebelum dia sakit.     

Sanusi duduk di sebelah pak Oyong dan menghela nafas karena rasa lelah melihat cobaan bosnya makin parah.     

"Mbah, wanita itu tidak datang, dia tidak mau ke sini, apa dia tidak memaafkan bos Bram kah?" tanya Sanusi ke mbah Agung yang duduk di ujung dekat pak Oyong.     

"Entah lah, jangan tanya saya, saya tidak tahu Sanusi, saya juga mau pergi, karena tugas saya sudah selesai, saya tidak mungkin berlama tinggal di sini," jawab mbah Agung ke Sanusi dan pak Oyong.     

"Jangan seperti itu, kita tidak mungkin meninggalkan bos sendirian, saya tahu mbah sudah selesai, tapi apa nggak sebaiknya mbah di sini bersama kami saja dulu?" tanya Sanusi yang tidak mau bos Bram pergi dari bosnya.     

"Apa lagi yang akan saya lakukan, kalian berdua sudah ada, kenapa harus saya ikut, saya hanya dukun, saya juga harus cari tempat tinggal dan buka praktek lagi," jawab mbah Agung yang memang mau membuka praktek tapi apa dia masih bisa buka praktek lagi pikirnya.     

"Paling tidak jangan buka praktek lagi, keluarga pak Bram ada, dia pasti mengaji kita jika kita masih di sisi pak Bram, dan kita bekerja saja sama pak Bram merawat rumah pak Bram dan saya yakin pak Bram akan sembuh kalau pun tidak mungkin kita akan masih diberi kerja oleh keluarga besarnya," jawab pak Oyong ke Sanusi dan mbah Agung.     

"Baiklah, saya akan menunggu tapi kalau sudah selesai saya akan pergi juga, saya tidak mau di katakan benalu. Lebih baik pergi, karena mencari rezki sendiri lebih baik dari pada kita menumpang dengan orang lain, karena alasan balas jasa," jawab mbah Agung ke Sanusi dan pak Oyong.     

Tap ... tap ...     

Sepatu pentofel terdengar jelas menggema di telinga mereka, langkah kaki dokter Ryan terdengar jelas dan mendekati mereka.     

"Ada apa dokter?" tanya Sanusi yang terkejut melihat dokter Ryan datang di depan mereka.     

"Ayo kita pergi sekarang, kita ke desa tempat keluarga yang Bram bunuh itu, pak Oyong kamu ikut supirin kami, kalau Bram ada yang jada, kalian tenang saja, ayo cepat kalian bergerak," ajak Ryan yang tidak sabar untuk pergi menemui keluarga korban yang Bram bunuh.     

"Bu-bukannya besok ya?" tanya Sanusi yang bingung karena dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar.     

"Lebih baik cepat, saya rasa dokter benar kita harus minta maaf, jika tidak kita tidak akan mendapatkan kata maaf dari orang tuanya," jawab mbah Agung ke Sanusi dan membenarkan apa yang di katakan oleh dokter Ryan.     

"Permisi, apa Bram di rawat di sini?" tanya seorang wanita yang datang dan dia adalah istri Diman.     

"Eh, Dina kamu di sini, ada apa kamu di sini?" tanya dokter ke Dina.     

"Aku dengar tadi dari perawat kamu, katanya kamu di ruangan inap Bram apa dia sakit seperti suamiku?" tanya Dina yang di anggukkan oleh dokter.     

"Iya, aku merawat dia, dan aku mau ke rumah korban Bram yang telah dia lakukan di masa lalu, kamu sudah ke sana juga kah?" tanya dokter Ryan ke Dina yang di balas anggukkan oleh Dina.     

"Iya, aku ke sana, dan dia sudah di maafkan oleh mereka, mereka mengatakan kalau mereka sudah ikhlas, siapapun yang melakukan itu tetap mereka maafkan, karena percuma mereka marah toh pada akhirnya anaknya tidak kembali," jawab Dina dengan suara lirih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.