Dendam Winarsih

Minta Maaf Perlu



Minta Maaf Perlu

0Sanusi dan mbah Agung saling pandang, dia tidak tahu apapun, yang mereka lakukan malah sebaliknya, mereka menyiramkan sesuatu ke kuburan Narsih dan tentu membuat kuburan Narsih menjadi bahan uji coba.     

"Kenapa kalian tida jawab?" tanya dokter kepada Sanusi dan pria tua yang berdiri di depannya ini.     

"Aku tidak tahu sama sekali, karena untuk masalah itu, aku tidak tahu dokter," jawab mbah Agung yang tidak tahu menahu akan hal itu, dia hanya tahu kalau dirinya sudah meminta Bram melakukan sesuatu di makam Narsih.     

Dokter sekaligus sahabat Bram mengusap wajahnya dan tentu saja dia hanya bisa menghela nafas panjang, karena dia tidak bisa mengatakan apapun. Ryan yang duduk di sebelah ranjang Bram menatap sendu ke arah Bram.     

"Nanti kita pikirkan lagi, jika tidak ada perubahan, kita akan datangi rumah korbannya, walaupun sudah lama, tetap kita harus melakukan itu, minta maaf itu perlu, jika tidak mana mungkin Tuhan memberikan kita kesempatan maaf ke kita jik kita berbuat kesalahan, jadi lebih baik kita minta maaf, tidak hina jika kita meminta maaf kepada orang dan Tuhan kita, jadi kita harus minta maaf ke keluarga korban secepatnya," ucap sahabat Bram yang meminta keduanya ke rumah korban.     

"Tapi, kami takut tidak di terima, dan bos akan marah pada kami," jawab Sanusi yang takut jika Bram akan marah pada dirinya dan tentu saja akan membuat dia di habisi oleh bosnya ini.     

"Kamu jangan takut, saya akan ikut ke sana, sudah lah, jangan kamu mikirin si bodoh ini, ingat kamu tidak mau kan saya tuntut karena membuat sahabat saya seperti ini, dan kalian sudah menyembunyikan dia, bukan menyerahkan dia ke rumah sakit dan kantor polisi," ancam dokter Ryan ke Sanusi dengan wajah yang tidak datar.     

Sanusi dan mbah Agung hanya diam, mereka tidak bisa berkata apapun, sudah pasrah dan ikutin saja, demi kebaikan bos Bram. Suara ketukan pintu terdengar, Sanusi bangun dan membuka pintu kamar bosnya dan terlihat pak Oyong sudah berada di depan pintu.     

"Sanusi ada ambulan, apa kalian memanggil ambulan ya?" tanya Pak Oding ke Sanusi.     

"Sudah datang ya, ya sudah suruh masuk dan langsung ke sini saja, bos Bram mau di bawa ke rumah sakit, apa pelayan ada di bawah?" tanya Sanusi ke pak Oyong.     

"Iya, mereka di bawah dan kenapa?" tanya pak Oyong ke Sanusi.     

"Tidak, saya khawatir jika mereka tahu kondisi bos, tapi kalau bisa jauhkan saja mereka kalau bisa, jangan sampai mereka melihat bos nanti ya," ucap Sanusi ke pak Oyong yang di balas anggukkan oleh pak Oyong.     

"Kamu tenang saja, saya akan minta mereka menjauh dan begitu juga pengawal di luar, ambulan akan langsung masuk ke dalam garasi dan begitu pak Bram turun langsung masuk ke dalam mobil," jawab pak Oyong ke Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala dan menunggu pak Oyong membawa tim medis, tidak berapa lama tim medis datang dan membawa tandu untuk mengangkat Bram.     

Dokter yang menunggu tim medis, melihat tiga tim medis masuk ke dalam kamar dan membawa tandu, mereka sedikit terkejut melihat pasien yang penuh dengan ulat dan tentu saja mereka hanya bisa diam saja, perlahan mereka membawa Bram yang sudah tidak sadarkan diri.     

"Perlahan saja bawanya, jangan sampai jatuh, dan naikkan di tandu perlahan, sama selimutnya saja, agar punggungnya tidak sakit, nah seperti itu dan tutup sampai di batas dada, nah seperti itu, cepat bawa ke rumah sakit, saya akan ikut ambulan, dan kalian siapa yang ikut?" tanya dokter ke Sanusi dan mbah Agung.     

"Sanusi saja, saya akan bereskan kamar ini dan lihatlah ulatnya penuh di kamar ini, tidak mungkin saya minta pelayan di rumah ini jika sudah bersih baru saya minta pelayan membersihkan ulang lagi kamar ini, baru saya akan ke rumah sakit," jawab mbah Agung ke dokter yang menanyakan siapa yang akan ikut.     

"Baiklah, kalau begitu, ayo cepat kita pergi dari sini," ajak dokter ke Sanusi dan di anggukkan oleh Sanusi.     

Sanusi dan dokter mengikuti tim medis yang sudah jalan di depan, pelayan sedikit menjauh saat melihat majikan mereka, dari kejauhan mereka merasakan kesedihan karena majikan mereka sakit seperti itu dan tentu saja membuat mereka tidak bisa berkata apa-apa untuk saat ini.     

Mbah Agung membersihkan sendiri kamar Bram dan dia tidak ada rasa jijik, setelah semuanya bersih, dia meminta ke pelayan untuk membersihkan ulang kamar Bram.     

"Pak Oyong, bisa hantarkan saya ke rumah sakit, saya mau ke sana melihat Bram," minta mbah Agung ke pak Oyong.     

"Ayo mbah, saya hantarkan," jawab pak Oyong yang segera keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil di susul oleh mbah Agung.     

Mobil yang di kendaraai oleh pak Oyong langsung bergerak menuju ke rumah sakit, sedangkan Sanusi sudah berada di rumah sakit bersama dengan dokter. Sanusi menunggu di luar, sedangkan dokter sudah membawa Bram ke dalam IGD, dokter memeriksa Bram lebih intensif.     

"Semoga bos Bram bisa dapat hidayah dan penyakitnya di sembuhkan jika pun tidak maka dosanya akan di ampuni oleh Tuhan amin." Sanusi berdoa agar bosnya selamat dan sembuh seperti sedia kala.     

Tidak berapa lama mbah Agung datang dan mendekati Sanusi, Sanusi yang melihat kedatangan mbah Agung tersenyum kecil.     

"Belum keluar juga?" tanya mbah yang melihat Sanusi masih duduk di bangku tunggu IGD dan tentu saja membuat dia heran kenapa bisa lama sekali pikirnya lagi.     

"Belum, saya juga tidak tahu mbah, kenapa lama sekali di dalam, mungkin mereka membersihkan tubuhnya bos kali," jawab Sanusi kepada mbah Agung.     

"Ya sudah, kita tunggu saja ya," jawab mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala ke arah mbah Agung dan tersenyum ke arah mbah Agung. Dia menunggu dengan tenang. Cukup lama mereka menunggu dan sampai pada akhirnya mereka melihat dokter yang sahabat Bram keluar dengan Bram yang sudah di perban di tubuhnya.     

"Dokter, bagaimana dengan bos Bram, apa dia baik dan bisa sembuh?" tanya Sanusi yang melihat bosnya yang sudah tidak berdaya dan tentu saja tidak seperti biasanya.     

"Kamu lihat saja, apa dia kelihatan baik atau tidak, kami sudah menutup dengan perban dan memberikan obat, dan seperti yang saya katakan, minta maaf ke rumah korban dan untuk jimat itu tidak bisa kami buang dan sulit karena sudah apa ya, saya juga sulit mengatakannya, intinya kita ke rumah korban dan mengatakannya kesalahan si bodoh itu, kalian ikut saya, dan biarkan pak Oyong yang menjaga si bodoh itu," ucap dokter Ryan yang kelihatan wajahnya kesal karena sahabatnya ini melakukan kesalahan selama ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.