Dendam Winarsih

Dia Belum Meninggal



Dia Belum Meninggal

0Mirna yang sudah biasa melihat Narsih mendekati laci dan mengambil lilin untuk di pasang. Ian bangun dan duduk kembali, dia duduk di samping Paijo dan Toni duduk di tempat tadi.     

Tidak berapa lama, bibi Sumi datang bersama Nona, keduanya mendekati ruang tamu, dengan senter yang mereka bawa mang Jupri menepuk pelan keningnya, dia baru sadar kalau istri dan Nona di tinggal sendiri.     

"Mang, kamu tinggalkan istri kamu, terlalu sekali kamu ini," ucap mang Dadang yang membuat mang Jupri mendengus mendengar apa yang mang Dadang katakan.     

Mang Dadang terkekeh melihat mang Jupri kesal karena mendengar apa yang dikatakan oleh dia.     

"Mbak, kenapa di sini, apa dia sudah meninggal kah?" tanya Dino yang bingung kenapa Narsih di sini.     

"Tidak mungkin dia meninggal, dia saja kuat dan nyawanya alot, entah sampai kapan dia meninggal, dosanya banyak itu," celetuk Ian yang menjawab apa yang Dino katakan.     

"Tidak boleh katakan itu, nggak baik tahu nggak kamu," jelas pak ustad ke Ian yang di anggukkan oleh Ian.     

Mirna meletakkan lilin di depan mereka dan di tepat lainnya. Setelah itu dia duduk sebelah Ian. Paijo bangun dan mematikan TV, cabut wayar TV.     

"Jadi, dia selamat kah?" tanya Paijo yang duduk kembali sebelah Ian.     

"Dia masih hidup, aku ke sini karena ingin melihat kalian, aku tidak tahu bagaimana caranya buat dia menyerah," ucap Narsih dengan suara pelan.     

Semuanya terdiam mendengar apa yang di katakan oleh Narsih. Mereka juga tidak tahu, apa yang akan mereka katakan, umur bukan mereka yang tentukan.     

Dino menarik nafas dan membuangnya, dia menatap ke arah Narsih yang berdiri di tempat yang sama saat dia datang.     

"Aku tidak tahu, karena menurut aku, kita bukan Tuhan yang menentukan kapan dia meninggal, dan kamu tahu kan kalau kita ini manusia, dan kamu juga arwah yang mencari keadilan, jadi kalau di tanya apakah dia meninggal dan kapan dia akan meninggal jawabnya tidak tahu. Dan kamu tanya kapan dia menyerah itu juga tergantung Tuhan mbak," jawab Dino dengan jelas dan suaranya juga pelan dan tidak menghakimi Narsih.     

"Nak, jangan meminta seseorang menyerah akan kehidupan dia, karena dia masih di percaya Tuhan untuk bertahan dan bernafas, jadi percaya kan pada dia dan sudahi lah, semakin kamu seperti ini terus kamu akan tersiksa percaya apa yang saya katakan," ucap pak ustad ke pada Narsih yang membuat Narsih menangis tersedu.     

Dino tidak tahu harus apa saat ini, dia menatap Narsih yang sedih. Dendam Winarsih memang membuat dia sulit untuk tenang.     

"Nak, jenguk lah abah, dan emak di desa, jangan buat mereka sedih, mereka sudah rentan dan mereka juga banyak tersiksa karena kamu muncul begitu saja dan membunuh pria di desa, dan banyak lagi, tapi dia percaya kamu tidak seperti itu, jadi sudahi lah nak, tidak baik, biarkan dia seperti itu, aku yakin dia akan lama lagi, tapi ya itu dia di siksa dulu, untuk merontokkan dosanya," ujar mang Dadang ke Narsih dengan lembut dan tentu tidak memerintahkan dirinya.     

Duarrrrr!     

Suara petir menggelengar dan membuat semuanya terkejut. Angin kencang bertiup, kain gorden terbang ke sana ke mari dan membuat semuanya terus memandang sosok di luar.     

"Itu, siapa yang di luar ya, kenapa ada orang di luar?" tanya Mirna yang melihat ada orang di sana.     

Semuanya melihat ke arah jendela dan tidak ada sama sekali, Narsih ikut melihat dan dia hanya dia, dia tidak melihat sama sekali.     

"Mbak tahu, itu siapa?" tanya Paijo ke Narsih.     

"Saya tidak tahu, mungkin hantu yang ada di kompleks ini dan bisa saja komplek ini banyak hantunya," jawab Narsih yang langsung menghilang.     

Dino penasaran karena dia percaya kalau memang dirinya melihat dan Mirna juga melihatnya, tapi siapa dia, apa benar dia belum meninggal tapi kalau dia sudah meninggal bagaimana dan arwahnya ke sini dan meminta pertanggungjawaban ke mereka tapi salah mereka apa pikir Dino dalam hati.     

Nona yang melihat ke arah Dino yang melamun menepuk lengannya dan mengangkat alisnya, Dino geleng kepala dan tersenyum ke arah Nona.     

Lampu akhirnya menyala dan semuanya bergegas masuk ke kamar, mang Jupri dan istrinya juga Nona kembali ke rumah sebelah. Paijo dan Dino masuk dan merebahkan di ranjang dan keduanya masih mandang ke arah langit.     

"Kalian tahu tidak, jika dia bangun dan minta pertanggung jawab kan apa yang telah kita perbuat ke dia," ujar Paijo ke Dino.     

Toni dan Paimin yang mendengar apa yang di katakan oleh Paijo hanya diam. Mereka tidak tahu harus apa, karena belum kepikiran ke sana.     

"Jangan buat masalah, kamu ini membuat dua orang ini takut, aku tidak mau kalau kita tidur berempat dan tadi aku tidak bisa melupakan sosok yang di pagar kita itu, aku hanya bingung mau jawab apa karena saat ini aku ingin tidur," jawab Dino yang langsung berbalik dan tidak tahu harus apa bila di tanya dia balas dendam apa tidak.     

Mereka akhirnya tidur, sosok yang tadi di depan rumah mereka melihat ke arah mereka dari luar, saat yang bersamaan, Narsih muncul dan melihat ke arah sosok yang memperhatikan Dino dan rekannya yang tidur di dalam kamar.     

"Siapa kamu, kenapa ke sini, apa kamu kenal mereka? Jangan ganggu dia, pergi sebelum aku bunuh kamu dengan golok ini, aku tidak ingin kamu berada di sini," ancam Narsih ke sosok yang masih berdiri tanpa takut sedikit pun.     

"Aku akan balas mereka," jawabnya seketika hilang dari hadapan Narsih.     

Narsih yang mendengar apa yang di katakan oleh sosok itu diam dan suaranya terdengar tidak asing, apa benar itu dia tapi dia kan masih di sana.     

Narsih langsung pergi, dia akan ke rumah sakit dan tentu saja dia ingin segera pergi dan melihat apa benar yang dia duga. Narsih yang di rumah sakit melihat Sanusi dan dukun setia Bram menunggu Bram di rumah sakit.     

Narsih masuk dan melihat bram masih tidur dan tidak sadar kan diri sama sekali. Dia di jaga oleh suster di ruangan ini.     

"Dia masih di sini dan aku yakin dia akan tetap di sini, itu bukan dia, orang hidup tidak mungkin arwahnya ke luar dari tubuhnya," gumam Narsih yang terbang ke arah Bram yang terbaring dengan tubuh yang sangat mengerikan.     

Narsih yang ingin memegangnya lagi-lagi tidak bisa dan membuat dia kesal dan tidak percaya kenapa bisa jimatnya bisa seperti ini, sedangkan Diman sudah bisa di cabut ini belum sama sekali,     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.