Dendam Winarsih

Siapa Yang Teror



Siapa Yang Teror

0Ian bingung kenapa istrinya menangis dan mang Jupri terbaring di sofa, semuanya berlarian melihat mang Jupri yang terbaring, bibi Sumi yang memangku kepala mang Jupri menangis dan mengusap kepalanya.     

"Dia kenapa bibi? Apa yang terjadi apa ada yang meneror kalian kah?" tanya Dino yang terkejut karena mang Jupri pingsan.     

"Tadi ada yang kasih itu, dan saat di buka isinya menakutkan, aku takut sekali, dan yang kasih kurir, dia langsung pergi saat si mamang yang ambil dan saat mang Jupri buka dan sesuatu yang mengerikan di dalam kotak itu, mang Jupri pingsan dan kami takut sekali setelahnya mang Jupri pingsan," jelas Mirna kepada Dino dan yang lainnya.     

"Coba kita buka ya, siapa tahu saja, kita tahu apa isinya, dan aku aneh siapa yang berani melakukan ini. Siapa yang teror kita, aku ingin tahu itu," jawab Ian yang meminta Toni membukanya.     

Toni membuka kotak dengan perlahan dan saat itu kotak terbuka, dia langsung terkejut, begitu juga dengan yang lainnya.     

"Itu tanah kuburan dan itu juga pocong dan apa ini perbuatan Bram?" tanya Ian yang terkejut karena ada benda yang ada kaitannya dengan Bram.     

"Diakan sakit, buat apa dia melakukannya mas," jawab Toni yang tidak percaya dengan apa yang Ian katakan.     

"Sudah tenang, kita sadarkan dulu Mang Jupri, kalian ada minyak angin atau apa saja yang bkarena kasihan sekali dia aku lihat," jawab mang Dadang yang meminta mereka untuk menyadarkan mang Jupri.     

Nona berlari ke rumah sebelah dan setelah itu dia langsung ke kamarnya dari kamarnya, dia berlari lagi ke rumah dan memberikan minyak angin ke bibi Sumi. Bibi Sumi langsung mengambil minyak angin dan memberikan ke hidung suaminya.     

Perlahan mang Jupri membuka matanya dan melihat semuanya berada di depannya. Mang Jupri bangun dan duduk sambil memijat keningnya dan tentu saja membuat dia sedikit pusing.     

"Kenapa kamu bisa pingsan, apa kamu mendapatkan teror ini?" tanya mang Dadang ke mang Jupri yang sudah bangun dari tidurnya.     

"Ada Bram tadi, kurir itu Bram, dia benar-benar tidak sakit, dia menipu kita semuanya, aku pingsan saat dia tersenyum kepada aku dan tentu saja itu membuat aku pingsan," jawab Mang Jupri yang wajahnya pucat.     

"Jadi, kurir tadi itu Bram yang kalian maksudkan itu ya, aku tidak tahu menahu, karena aku mengira kalau itu hanya kurir biasa saja," jawab Mirna yang tidak tahu apapun tentang kurir tadi.     

"Mang, mamang nggak bercanda kan, jangan main-main lah mang, aku harap mamang tidak bercanda sama sekali, kami baru pulang dari sana mang, dan tunggu dulu sepertinya ada yang aneh, tubuh Bram kan tegap tinggi, kenapa tadi jadi kecil dan pendek siapa yang di sana?" tanya Ian yang bingung melihat keanehan dari tubuh Bram yang di perban.     

"Apa dia sudah sembuh?" tanya Paijo kepada Ian dan memandang ke arah Dino yang hanya diam.     

"Tidak mungkin dia menukar orang, mang apa sahabat mamang itu ada telpon bapak lagi?" tanya Ian yang menanyakan keadaan sahabat mang Jupri.     

"Aku rasa tidak ada lagi, dia juga tidak ada kasih tahu kalau Bram itu masuk rumah sakit, karena aku pikir dia sibuk jadi aku nggak ada kabari, hanya dia yang kabari aku, aku nggak kabari karena aku tidak mau dia dapat masalah, tapi kali ini aku yang dapat masalah," jawab mamang yang di tawari minum oleh bibi Sumi.     

"Kita harus pastikan lagi itu siapa, Mbak Narsih tahu akan hal ini kah?" tanya Paijo yang menanyakan ke mang Dadang dan ke yang lainnya apakah Narsih tahu akan hal ini atau tidak.     

"Nanti malam saja, jika dia ke sini maka kita harus tanyakan ke dia, ingat satu hal, kita tidak boleh membuat kesalahan, jika benar itu dia maka kita harus bisa menghindari lagi dan hanya Narsih yang akan menghadapi dia, bukan kita lagi," jawab Dino yang membuka suaranya untuk bertanya ke Narsih dan tentu saja tidak akan membiarkan Bram melakukan teror untuk menakuti mereka lagi.     

"Baiklah, sekarang kita singkirkan ini dulu, biar saya buang," jawab mang Dadang yang ingin mengambil kotak tadi dan di tahan oleh pak ustad.     

"Jangan di pegang, ingat, kita harus bisa waspada, biar saya saja, sekalian saya akan mendoakan pemilik tanah dan kain ini," ujar pak ustad yang membaca doa sebelum mengangkat kotaknya.     

Pak ustad yang telah membaca doa langsung membawa kotak tersebut, saat di letakkan di luar pagar, kotak itu meledak dan terbakar, semuanya terkejut karena mendapatkan kotak itu terbakar.     

"Oh ya Tuhan, ada apa ini, kenapa bisa meledak," pekik Ian yang benar-benar terkejut karena kotak tadi meledak.     

Pak ustad yang sudah sedikit menjauh terkejut karena melihat kotak itu meledak, beruntung sekali dia tidak terkena dampak dari ledakkan itu.     

"Bau sekali," cicit Toni yang tidak tahan dengan aroma akibat bakaran tersebut.     

"Sudah ayo kita masuk, tidak aman aroma di luar," ajak pak ustad untuk masuk ke dalam.     

Pak ustad melirik ke arah sebelah matanya, dia melihat ada orang yang mengawasi dia, mang Dadang yang melihat gerak gerik pak ustad yang berbeda hanya berdehem kecil, dia tahu apa yang terjadi saat ini.     

"Dia di sini?" tanya mang Dadang yang berbisik ke arah pak ustad yang di balas anggukkan oleh pak ustad.     

Mang Dadang terdiam, jantungnya mulai berdetak kencang dan tentu saja dia ingin tahu siapa dia apa benar itu Bram atau orang suruhan Bram.     

"Kita jumpai saja anak buah Bram yang menemui aku waktu itu di kantor, aku yakin dia tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucap Nona yang membuat semuanya sedikit terkejut dan tidak tahu harus apa saat ini.     

"Buat apa Nona kita jumpai dia, yang ada kita akan kena masalah, aneh kamu ini Nona," ketus Ian yang tidak suka Nona bertemu dengan anak buahnya itu.     

"Nona benar, kita harus cari tahu dulu, benar apa tidak kalau itu Bram, jika katanya iya maka kita aman," jawab Paijo yang setuju dengan apa yang Nona katakan.     

"Bukan, begitu ceritanya, aku hanya mau kita ini berpikiran negatif dulu lah, jika benar itu orangnya bukan Bram kita aman dan jika dia benaran Bram bagaimana? Apa kita tidak bisa bilang aman?" tanya Ian yang kesal dengan apa yang di katakan oleh Paijo yang main setuju saja dengan ide Nona.     

"Terus kita harus diam dan menunggu dia saja gitu, wah mana bisa seperti itu, kita bisa habis dengan dia, bahaya kita nantinya. Kamu mau dia serang kita atau serang istri kamu, yang tidak tahu Bram yang mana?" tanya Paijo yang ikutan kesal karena tidak mungkin Bram akan menyerah untuk tidak datang ke sini lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.