Dendam Winarsih

Karma Itu Menyakitkan



Karma Itu Menyakitkan

0Pak ustad yang di berikan kesempatan untuk masuk ke dalam sedikit lega, dia bisa mendoakan Bram.     

"Tidak bisa lama ya, karena jika lama saya yang akan di marahi, karena ruangan ini steril tidak boleh ada yang mendekati ruangan ini," ucap suster itu ke pak ustad dan di anggukkan oleh pak ustad.     

Pak ustad pun mengganggukkan kepala dia mulai memabacakan doa untuk Bram, hanya ini yang bisa dia lakukan, tidak ada yang lainnya, walaupun tidak kenal dekat tapi rasa kemanusiaan ada untuk Bram.     

Dan di luar Dino dan Nona memandang ke arah Bram yang terbaring di sana dan tentu saja tidak bisa mereka katakan, kenapa bisa seperti ini.     

"Aku rasa ini karma yang menyakitkan yang pernah dia rasakan dan untuk kita juga, karena karma itu ada dan siapapun yang melihatnya pasti tidak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini." Dino menatap ke datar ke arah Bram.     

"Tapi, jika karma instan juga ada, tapi dia tidak mendapatkan itu, ini adalah buah dari semua dosa, melunturkan dosa itu lah yang saat ini yang terjadi." Mang Dadang menyambung apa yang di katakan oleh Dino.     

Mang Dadang mengangkat tangan dan membacakan doa untuk Bram dan di ikuti semuanya. Tidak lama, pak ustad keluar bersama suster, setelah itu suster pergi dari hadapan mereka dan tersenyum kecil ke arah mereka semuanya.     

"Sudah melihat kan, ayo kita pulang, jangan lama di sini, tidak enak jika kita lama di sini yang ada kita akan membicarakan keburukan dia, karena sebagai orang beriman, tidak baik untuk membicarakan keburukkan mereka yang mengalami musibah," ajak pak ustad untuk pergi dan tidak di sini terlalu lama.     

"Kami tidak akan membicarakan dia, karena kami takut amal kami ke dia, kami juga mau pulang, karena takut jika ketahuan anak buah Bram," jawab Ian yang tidak ingin berlama di sini, dia tidak mau bertemu dengan anak buah Bram.     

"Ya sudah, ayo kita pergi, biarkan lah dia dengan apa yang dia dapatkan, kita jangan lakukan itu, karena karma itu menyakitkan, jadi baik saja kita sebagai manusia," jawab mang Dadang yang mengajak mereka pulang ke rumah.     

Dino pun menganggukkan kepala dan pergi dari rumah sakit, mereka masuk ke lift, dan saat lift di sebelahnya terbuka terlihat ada seseorang yang dia kenal.     

Sanusi terdiam sesaat keluar dari lift dia menoleh ke arah lift sebelah yang sudah tertutup. Mbah Agung yang melihat Sanusi terdiam dan menatap lift menautkan kedua alisnya dan tentu saja dia bingung kenapa dia melihat seseorang tapi siapa pikirnya lagi.     

"Kenapa kamu terdiam hmm?" tanya mbah Agung ke Sanusi yang tentu saja membuat Sanusi bingung.     

"Eh, itu tadi saya lihat orang yang saya kenal, tapi saya takut salah, mungkin saya salah orang, tapi bentar ya, saya mau ke turun dulu," ucap Sanusi yang langsung turun ke bawah.     

"Ya sudah, cepat ya," jawab mbah Agung ke Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala dan langsung ber lari ke arah lift dia ingin tahu benar atau tidak itu wanita yang bos sukai itu, jika pun iya, maka dia sedikit lega karena bosnya pasti senang karena kedatangan wanita itu.     

"Aku harus pastikan itu dan aku yakin aku tidak salah lihat itu pasti dia, aku meyakini kalau itu dia aku yakin itu," ucap Sanusi ke dirinya sendiri.     

Sanusi berjalan cepat dan saat lift itu terbuka dia langsung berjalan dengan cepat ke arah lobby untuk melihat ke arah parkiran dan saat melihat parkiran tidak ada siapapun, dia terdiam dan sedikit kecewa.     

"Sepertinya, aku tidak akan bisa bahagia karena bukan dia yang datang," ucap Sanusi dalam hati.     

Saat Sanusi memandang mobil ke luar dan saat melihat kaca mobil terbuka terlihat wajah wanita yang bos Bram sukai. Sanusi tersenyum karena di bisa melihat wanita itu datang, dia tidak peduli apakah wanita itu melihat bosnya atau tidak dia tidak akan peduli.     

"Aku yakin dia akan ke sini, karena dia wanita yang baik, boss kamu benar-benar di rindui oleh dia, aku akan kasih tahu ke kamu bos, aku yakin kamu pasti senang bos," ungkap Sanusi kepada dirinya dan masuk ke dalam rumah sakit dengan wajah bahagia.     

Sanusi masuk ke dalam lift dan menekan tombol ke lantai ruangan bosnya. Ting! Pintu langsung terbuka dan dia langsung bergerak ke arah mbah Agung yang duduk menunggu bos Bram.     

Mbah Agung yang melihat ke arah Sanusi tersenyum sendiri dia menepuk pipi Sanusi yang tersenyum tanpa dosa.     

"Kamu jangan bilang jatuh cinta dengan suster Bram dan kalian ketemu di bawah," kata mbah Agung ke arah Sanusi yang senyum dan geleng kepala sendiri.     

"Tidak, saya senang, bagaimana pun banyak salahnya bos, tapi masih ada yang mau datang menjenguk bos Bram, aku salut dengan bos Bram mbah," jawab Sanusi dengan senyum yang mengembang.     

Mbah Agung tersenyum mendengar apa yang di katakan oleh Sanusi. Dia menatap ke arah Sanusi dan menepuk pelan pundak Sanusi.     

"Kita kan tahu, tidak selamanya orang akan di benci, karena orang tahu akan kebaikan orang walaupun dia melakukan kesalahan atau kejahatan," jawab mbah Agung ke Sanusi yang di balas anggukkan oleh Sanusi.     

Di mobil Dino dan yang lainnya masih belum ada yang berbicara sama sekali, mereka masih diam.     

"Kalian kenapa diam saja," ucap pak ustad yang memecahkan suasana yang hening.     

"Oh, kami masih memikirkan bagaimana kami akan bersikap baik untuk diri kami mbah," ucap Ian yang menjawab pertanyaan pak ustad dengan tenang dan tanpa dosa.     

Pak ustad geleng kepala melihat kelakuan si Ian, dia memikirkan bagaimana berbuat baik pada dirinya sendiri.     

"Itu sama saja bohong mas, baik itu bukan hanya pada diri sendiri tapi pada orang yang lainnya, bagaimana si mas ini," kekeh Toni yang melihat kelakuannya Ian.     

"Jika takut karma, ya jangan buat kesalahan lah, gampang kan, ini kamu buat kesalahan ya kena lah karmanya," ucap Paijo ke Ian yang sedang menyetir mobil.     

"Baiklah, kalau begitu, aku harap kalian harus segera bertobat agar kalian tidak berbuat kesalahan," ucap Dino kepada keduanya.     

Semuanya tertawa mendengar apa yang di katakan Dino, pak ustad hanya bisa geleng kepala dan tentu saja membuat dirinya terhibur dengan kelakuannya mereka semuanya.     

Mobil sampai ke rumah, satu persatu mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Saat mengetuk pintu rumah, pintu rumah terbuka dan terlihat Mirna memeluk Ian dan menangis di pelukkan Ian.     

"Kenapa kamu menangis ada apa?" tanya Ian yang terkejut karena melihat Mirna menangis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.