Dendam Winarsih

Balas Dendam Bram



Balas Dendam Bram

0Sejak saat itu lh pak Oyong tidak terlihat lagi dan tentu saja membuat Bram leluasa pergi kemana saja dan tentu saja dia bisa mengancam Dino dan yang lainnya, apa lagi saat Dino datang ke rumah sakit pun dia tahu.     

"Balas dendam Bram itu nyata, aku hanya ingin sekali membuat kalian habis di tanganku, dan Narsih aku akan buat kamu hancur, jimat ini benar-benar berguna, jimat ini menyatu dengan aku dan tentu saja membuat aku bisa pulih kembali hahaha, bersiap saj kalian semuanya, aku akan siap kan makam buat kalian semuanya," gumam Bram.     

Sanusi yang duduk di ruang tunggu bingung kemana pak Oyong berada dia tidak mengerti kemana perginya pak Oyong berada saat ini, dia bingung kenapa bisa pak Oyong pergi.     

"Apa sudah ketemu pak Oyong Sanusi?" tanya mbah Agung kepada Sanusi yang duduk sendirian.     

Sanusi geleng kepala karena mendengar pertanyaan dari mbah Agung. Mbah Agung duduk di sebelah Sanusi, dia bingung kenapa bisa pak Oyong pergi begitu saja dan tidak ada kabar sama sekali.     

"Aneh sekali, dia kan kita minta tunggu sebentar tapi dia hilang, di rumah juga tidak ada, dan dokter juga tidak minta ke rumah keluarga Narsih ya, aneh nggak menurut kamu Sanusi?" tanya mbah Agung ke Sanusi yang di tanggapi gelengan kepala oleh Sanusi.     

"Saya tidak tahu sama sekali, karena saya juga bingung kenapa bisa hilang begitu saja, aku kan minta dia di sini sebentar tapi dia tidak ada, entah apa yang terjadi," ucap Sanusi ke mbah Agung.     

Keduanya diam dan tidak mengatakan apapun, Sanusi melihat ke arah kamar bosnya dan terlihat sangat aneh dan tubuhnya juga sangat berbeda sekali tidak seperti biasanya.     

"Kenapa aku melihat ada yang beda dengan tubuh pria itu, aku merasakan ada yang salah dengan tubuh itu," gumam Sanusi dalam hati.     

Esok harinya mereka mulai melakukan sesuatu yang sudah mereka sepakati, Dino naik ke mobilnya yang biasanya dan sisanya naik mobil yang lainnya.     

"Pak ustad apa kita di ikuti tidak?" tanya Ian kepada pak ustad.     

Mereka mencari jalan aman dan tentu saja untuk mengelabui Bram. Bisa saja dia mengikuti mereka. Mobil Dino jalan terus ke arah kantor sedangkan mobil pak ustad ke rumah sakit, mereka kali ini tidak masuk ke dalam rumah sakit.     

"Pak, kita tunggu di sini saja kah? Tidak masuk ke dalam kita pak ustad?" tanya Ian.     

Ian pergi bersama Paimin karena jika Dino ikut bersama mereka bisa mereka yang diikuti. Dino, Paijo dan Toni ikut di mobil yang sama, mereka merasa ada yang mengikuti mereka dan tentu saja Dino merasa itu adalah orang yang sudah dia sangkakan tapi dia berusaha tenang.     

"Kamu merasakan sesuatu nggak, Narsih kan selalu di sana mengawasi, kenapa dia tidak tahu ya kalau si Bram itu kabur," ucap Paijo ke Dino yang duduk di sebelahnya.     

"Bagaimana dia mau tahu, mungkin saat dia pergi si Bram mulai bereaksi, kan kita tidak tahu," jawab Dino kepada Paijo.     

"Aku rasa kita tidak mungkin dia tidak tahu, ada yang aneh, dia sudah seperti itu, tapi tetap saja dia tidak mau mengalah juga ya, aneh sekali bukan, apa dia tidak sadar, dosa dia banyak tapi tetap mau balas dendam, dia sudah seperti Narsih. Kalau Narsih, masih dalam batas yang wajar kataku, dia melakukan itu karena dia membalaskan dendamnya karena di bunuh, kalau Bram apa coba?" tanya Paijo yang bingung dengan Bram.     

Mobil masuk ke parkiran kantor berita, setelah memarkirkan mobil mereka ke luar dari mobil dan langsung masuk ke dalam kantor berita.     

"Dia di sudut dan entah kapan dia sampai," bisik Paijo yang bingung siapa yang di sudut dan kapan dia sampai pikirnya lagi.     

Dino hanya menunjukkan wajah yang tenang dan tidak terlihat terlalu ketakutan, wajah Bram sekilas sangat berbeda, Nona tidak masuk karena dia harus ke lapangan jadi di jemput dari rumah setelah dirinya pergi, dan setelah itu baru yang lainnya pergi.     

"Dino, kenapa kamu bilang dia di sudut dan entah kapan datangnya, maksud kamu apa Dino?" tanya Paijo yang masih bingung dengan apa yang Dino katakan.     

"Nanti aku kasih tahu pada kamu," jawab Dino dengan suara pelan, Paijo menganggukkan kepala ke arah Dino.     

Ian, pak ustad dan Paimin sudah sampai di rumah sakit dan mereka menunggu anak buah Bram. Ian bingung apa yang akan dia katakan nanti.     

Tidak berapa lama, pak ustad melihat Sanusi yang dia lihat saat dia di makam Narsih, walaupun tidak bisa saling pandang, dia tetap bisa melihat ke arah anak buahnya dan saat ini Sanusi berjalan ke arah parkiran dan tepat di sebelah mobil mereka.     

"Sanusi bisa kita bicara?" tanya pak ustad yang membuat Sanusi terkejut karena ada yang mengajak dia ngomong.     

"Kalian si-siapa?" tanya Sanusi yang gugup karena orang yang di incar bosnya di sini.     

"Jangan pura-pura tidak tahu, ayo masuk kita bicara di tempat lain, aku tidak ingin buang waktu," ajak Ian dengan suara ketus.     

"Kalian mau apa?" tanyanya lagi.     

Ian geram karena anak ini masih bertanya juga dan masih juga tidak mau ikut mereka, Sanusi memandang tajam ke arah Ian begitu sebaliknya.     

Pak ustad yang tahu kalau mereka berdua tidak ada yang mengalah menghela nafas kasar. Sanusi dan Ian memandang ke arah pak ustad yang menghela nafas kasar     

"Tolong kerja samanya, ini penting, ini mengenai kalian, maksudnya ini mengenai Bram, kamu bisa mengerti kan, ini urgen sekali jadi tolong kerja samanya ya," jawab pak ustad dengan lembut.     

Sanusi yang mengenai bosnya akhirnya ikut masuk, Ian yang melihat Sanusi sudah masuk mobil langsung meninggalkan rumah sakit.     

"Kita mau ke mana pak ustad?" tanya Ian kepada pak ustad.     

"Baiklah, kita ke taman yang ada di ujung sana, aku rasa kita bicara di sana saja, tidak apakan Sanusi, kamu tenang saja, kita beli minuman dulu," ucap pak ustad lagi ke Sanusi.     

"Saya ikut saja, lagian kalian mau bicara apa mengenai bos saya?" tanya Sanusi yang penasaran dengan apa yang dikatakan oleh pak ustad.     

"Tunggu saja ya, jangan bicara di sini, ingat satu hal, bicara santai dan tenang akan membuat kita bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya dan tidak akan ada kebohongan paham tidak?" tanya pak ustad yang tersenyum kecil ke arah Sanusi yang di anggukkan oleh Sanusi.     

Mobil melaju ke arah yang pak ustad, tidak lupa mereka beli minuman kaleng dan sampai di taman mereka turun dan berjalan ke arah bangku dan duduk tanpa ada yang bicara sama sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.