Dendam Winarsih

Pengkhianat Kalian



Pengkhianat Kalian

0Bram geram karena dia tidak bisa menghabisi Narsih, dia benar-benar kesal dan kembali ke rumah sakit, dia ingin menghasut Sanusi lagi, dia tidak mau Sanusi pergi dari dia, begitu juga mbah Agung yang sudah membuat dia bertahan dengan obatnya dan tentu saja dia tidak mungkin bisa melepaskan mereka.     

"Aku harap mereka bisa aku hasut dan tidak akan aku biarkan mereka begitu saja pergi, jika sudah bersama aku maka jangan bermimpi untuk bisa pergi jauh, jika pergi maka aku akan membunuh mereka," gumam Bram kepada dirinya sendiri.     

Bram yang tiba di rumah sakit melihat tempat biasa yang mereka sering tunggu, tidak ada sama sekali, dan tentu saja itu membuat Bram geram, ternyata mereka meninggalkan dia.     

"Dasar tidak tahu diri, kalian meninggalkan aku sendiri, baiklah, buat sekarang aku akan berdiam diri, aku akan menghabisi kalian nanti, aku tidak akan melupakan pengkhianat seperti kalian. Aku akan pastikan itu, aku akan pastikan kalian akan habis di tangan aku, aku pastikan kalian habis," gumam Bram yang mengepalkan tangannya dengan kencang.     

Bram sudah memutuskan dia akan berdiam dulu, dia akan muncul saat Nona tidak bersama dengan Dino dan yang lainnya, jika dia bersama yang lain maka dia akan kesulitan untuk menculik Nona.     

Bram kembali ke rumah Nona, dia ingin memantau Nona, dari hari ke hari Nona tidak pernah jauh dari Dino dan sahabatnya, sedang Narsih tidak bersama mereka karena dia ingin membiarkan Bram untuk melakukan apa yang dia inginkan, Bram makin kesulitan untuk bergerak, dia merasakan sakit di tubuhnya yang teramat dalam dan tentu saja itu membuat harus muntah darah dan wajahnya makin rusak sedikit demi sedikit.     

"Sudah seperti ini kenapa tidak sembuh juga, aku tidak mungkin seperti ini, aku belum bisa mendapatkan Nona, aku harus segera mendapatkan Nona, aku tidak boleh berlama lagi di sini, aku tidak mau seperti ini, rasanya tidak enak sekali, ini sakit sekali aku rasa," ucap Bram yang meringis kesakitan karena lukanya yang terus saja terlihat seperti luka bakar melepuh.     

****     

Dino yang di dalam kamar bersama yang lainnya mencium sesuatu dari luar seperti bau daging gosong. Paijo bangun dan memandang ke arah jendela, dia bingung kenapa ada bau tapi tidak tahu itu bau dari mana.     

"Dino, kamu mencium tidak bau gosong itu?" tanya Paijo yang penasaran dengan bau yang dia cium itu hingga membuat dia mual dan ingin muntah.     

"Aku tidak merasakan ada hal yang aneh, apa karena hidungku mampet ya mas, makanya tidak tercium bau yang mas-mas katakan itu," ucap Toni yang berusaha untuk mencium bau yang dikatakan oleh Paijo.     

"Iya baunya memang tidak enak untuk di cium, dan sangat tidak baik untuk kesehatan, aku rasa ada yang bakar sesuatu, coba kamu lihat Paijo, jika ada yang bakar maka kasih tahu, takutnya kena rumah yang lain, bahaya," jawab Dino yang meminta Paijo untuk melihat ada apa.     

Bram yang berada di dekat jendela kesal karena dia di hina dengan bau di tubuhnya. Paijo melihat ke arah jendela dan dia ingin memastikan tidak ada atau tidak yang melakukan pembakaran itu, saat dia melihat di luar tidak ada yang mencurigai maka dia bergabung kembali.     

Tok ... Tok ...     

"Siapa lagi malam-malam ketok pintu, aku yakin ini Ian yang di usir dari kamarnya karena dia selalu meminta jatah pada istrinya," cicit Paijo yang di tanggapi gelengan kepala oleh mereka semuanya.     

Toni bangun dan langsung berjalan ke arah pintu, dia membuka pintu dan benar saja Ian masuk ke dalam dan langsung tidur di sebelah Dino.     

"Kamu di usir dari kamar ya?" tanya Paijo ke Ian yang tidak di tanggapi oleh Ian.     

"Tidak, tapi Nona ingin berada di kamar bersama dengan istriku, katanya ada yang mau dia katakan ke Mirna, aku jadi seperti ini dan ini benar-benar tersiksa lahir dan batin, eh, tapi kenapa kamar kalian bau daging gosong, kenapa kalian makan nggak bagi-bagi aku, kalian pelit sekali," ucap Ian yang langsung duduk dan kesal karena mereka makan tidak bagi-bagi ke dirinya.     

"Oalah mas, kami saja mau sesak cium bau daging gosong, malah di katakan kami ini makan tidak bagi-bagi," celetuk Toni rebahan bersama p     

Paimin.     

"Bukan seperti itu, aku hanya ingin katakan kepada kalian, kalau makan itu berbagi, jangan diam-diam, tapi siapa yang bakar daging gosong?" tanya Ian yang bingung kenapa ada aroma daging gosong di kamar sahabatnya ini.     

"Entahlah, aku rasa kita jangan memikirkan itu, karena aku yakin kita tidak akan bisa menemukan jawabannya, aku sudah lihat tadi, tidak ada sama sekali," ucap Paijo yang tertidur.     

Ian melihat ke arah jendela, saat dia fokus melihat jendela dia baru saja melihats sekilas bayangan dari luar jendela. Ian menelan salivanya, dia tidak mungkin salah, dia mengucek matanya dan tentu saja bayangan itu masih ada.     

Ian menepuk wajah Dino yang tertidur dengan kuat hingga Dino bangun dan hendak menjerit tapi di tahan oleh Ian dengan menutup mulutnya, dia membalikkan badan Dino ke arah jendela dan menunjukkan ke Dino.     

"Aku rasa Bram di sini," bisik Ian dengan pelan.     

Dino yang melihatnya mengangga, karena dia tidak percaya jika Bram masih meneror mereka, dia menarik tangan Ian dan memandang ke arah Ian dan tentu saja dia sangat terkejut karena apa yang di katakan oleh ian.     

"Dia mengincar kita, jika kita tidak habis di tangan dia maka dia tidak berhenti sama sekali meneror kita," bisik Ian pelan ke telinga Dino.     

Dino benar-benar tidak habis pikir sebenci itukah dia pada mereka, salah mereka hanya ingin membantu dan itu hanya mengungkapkan saja, tidak lebih, tapi kenapa sekarang dia marah pada dia dan sahabatnya karena dia gagal mendapat sesuatu yang dia inginkan.     

"Kita harus apa sekarang, kita diikuti terus dan lihat lah, kita itu seperti orang yang bersalah, padahal kita hanya membantu mbak Narsih," cicit Dino yang sedih karena dia di ikuti terus seperti buronan.     

"Aku rasa kita harus akhiri semuanya, Narsih pun tidak bisa membiarkan Bram terus seperti ini, kalau kamu tidak bisa awasi Nona bagaimana, dia akan mudah menculik Nona, Dino," ujar Ian yang sedih karena salah sedikit saja bisa fatal dan nyawa, karena Bram tidak bisa di biarkan wara wiri di sekitar mereka.     

"Aku rasa kita harus segera bergerak, aku akan menikahi Nona, aku tidak mau Nona menjadi milik dia lagi, aku hanya ingin Nona milikku, dia tidak akan bisa mendekati Nona jika Nona sudah menjadi istriku," ucap Dino yang memantapkan hati untuk menikahi Nona.     

"Aku rasa itu yang benar, aku dukung kamu," ucap Ian yang memberikan semangat kepada Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.