Dendam Winarsih

Niat Baik Akan Baik



Niat Baik Akan Baik

0Dino akhirnya memutuskan untuk menikahi Nona, dia tidak mau Bram merebut Nona dari sisinya dan tentu saja dia tidak menginginkan itu terjadi, dia ingin Nona bersama dirinya dan tentu saja jika dia akan bersama dengan Nona, maka penjagaan dia terhadap Nona akan lebih ketat lagi dan tidak akan membuat Bram berani mendekati Nona.     

Keesokan harinya, Dino dan Ian saling pandang satu sama lain, dia tidak bisa mengatakan apa yang sudah dia niatkan tadi malam, dia ingin mengatakan tapi dia sungkan dan takut.     

Ian yang tahu sahabatnya ini tidak bisa mengatakan apa yang dia katakan semalam hanya bisa mendengus kesal, dia kesal karena Dino tidak bisa mengutarakan niat baiknya itu. Padahal, niat baik akan baik juga jika di katakan dan ikhlas menerima kekurangan masing-masing.     

"Ngomong sana, jangan diam saja, kamu tidak bisa mengatakan yang tadi malam kenapa ya, apa kamu takut di tolak, ingat Bram makin menggila," ucap Ian yang berbisik kecil dan tentu saja hanya mereka yang dengar sedangkan yang lain tidak dengar sama sekali.     

"Aku takut Ian, takut di tolak, kamu tahu sendiri aku ini orangnya takut tidak di terima oleh Nona," jawab Dino lagi.     

Mang Dadang yang melihat mereka berdua saling bisik dan saling adu pendapat hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan keduanya.     

"Ehmm, kalian kenapa? Apa sekarang kalian main bisik-bisik saja kah? Jika kalian tidak bisik-bisik bisa tidak ya?" tanya mang Dadang yang kesal karena keduanya tidak berhenti juga.     

"Dino mau melamar Nona, Nona kamu setuju tidak jika Dino lamar kamu, kamu mau kan?" tanya Ian yang membuat semua orang mengangga.     

"Uhukkk ... uhukkk ... kenapa kamu hmm? Kenapa katakan Ian, duh kamu ini lah, buat masalah saja," ucap Dino yang malu karena dia ketahuan ingin melamar Nona.     

"Habisnya lama sekali, jika lama di sikat oleh si Bram baru tahu, kamu juga sudah lama kan beli cincin itu, kenapa tidak kamu kasih saja," ucap Ian lagi dengan wajah tanpa dosa.     

Dino menggarukkan kepala, dia tahu jika dia itu tidak pantas untuk Nona, dia simpan itu sudah lama, sejak mengenal Nona dan ada rasa cinta tapi dia tidak bisa katakan itu.     

"Apa benar itu Dino?" tanya pak ustad kepada Dino yang malu-malu.     

"Iya pak," jawab Dino singkat.     

"Dia sudah lama pak, tapi tidak berani, entah kenapa dia tidak berani, mungkin karena Nona yang wajahnya menyeramkan, dia ini tidak bisa di dekati pak ustad," ucap Ian yang membuat Nona membolakan matanya karena apa yang di katakan oleh Ian.     

"Kalau memang niat baik ya lanjutkan tapi jika tidak maka jangan, kamu punya niat baik nggak?" tanya pak ustad kepada mereka semuanya.     

"Nah, dengari itu, jika kamu tidak berani, biar aku yang bilang ke Nona dan lamarkan dia," ucap Ian kepada Dino.     

"Kamu mau menikah lagi mas?" tanya Mirna dengan wajah yang sudah manyun.     

"Tidak, siapa bilang aku mau nikah lagi, kamu ini lah, bisa saja," ketus Ian yang tidak suka di katakan ingin menikah lagi.     

"Sudah, sekarang kamu ambil cincinnya, dan lamar dia, Nona kamu sedia nggak menerima Dino, dia baik dan saya yakin kamu sudah tahu Dino kan dari pada saya, jadi kamu tinggal putuskan. Dino, apa lamaran kamu karena masalah Bram atau tidak? Karena jangan kaitkan dengan itu," jawab pak ustad yang meyakinkan keinginan dari Dino.     

"Iya, saya yakin, dan ini sudah lama, Ian mengatakan itu juga kan, jadi sebelum ada masalah ini juga saya ingin melamar Nona, tapi saya masih belum kuat dalam keuangan, tapi sekarang saya bisa menafkahi Nona pak ustad," jawab Dino dengan tulus di depan Nona.     

Nona meneteskan air matanya, dia tidak menyangka Dino yang banyak yang suka malah menyukai dirinya yang tidak sebanding dengan dia.     

Bibi Sumi menepuk pelan tangan Nona dia tahu kalau Nona saat ini pasti tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Dino, jadi dia menyemangati Nona.     

"Kamu kalau ragu, pikirkan dulu, jika kamu mau sama Dino yang cakep ini pilih lah, bibi saja kalau masih muda pasti mau dengan mas Dino," goda Nona yang membuat Dino tersipu malu sedangkan mang Jupri mendengus kesal, karena dia tidak suka istrinya memilih Dino dari dia jika masih muda.     

"Lah ada yang cemburu, awas bibi, nanti nggak di ajak jalan ke pasar malam," cicit Ian yang melihat ke arah mang Jupri yang sudah masam.     

Semuanya tertawa melihat kelakuan mang Jupri yang tertawa geli. Dino beranjak dari kursi dan masuk ke dalam kamar, mereka melihat ke arah Dino yang masuk ke dalam kamar.     

"Sudah kalian jangan lihat dia, dia itu pemalu," ucap Ian kepada yang lainnya.     

Tidak berapa lama Dino ke luar dan mendekati Nona, bibi pindah ke sebelah Ian, dia tidak mau menghambat keduanya.     

"Aku memang tidak sebaik dan sekaya pria di luar tapi aku ingin kamu tahu aku menyukai kamu, aku menerima semua kekuranganmu dan aku tidak akan memaksa kamu, jika kamu mau ambil cincin ini dan jika menolak kamu bisa ambil coklat ini, cokelat yang aku beli semalam," jawab Dino yang berlutut di depan Dino.     

Ian dan yang lainnya tersenyum melihat keduanya dan tentu saja mereka tidak mau Nona menolak Dino.     

"Terima sayang, ayo terima lamarannya," ucap bibi Sumi yang tidak sabar melihat keduanya.     

Bibi Sumi menggenggam tangan Ian dengan kencang hingga Ian meringis kesakitan karena tangannya di genggam oleh bibi Sumi bukan di genggam tapi di cengkram.     

"Aduh, bibi jangan seperti ini, sakit tahu, bibi ini lah, sakit tahu bibi," ringis Ian yang menarik tangannya dari tangan si bibi.     

Bibi Sumi terkejut karena dia sudah melukai Ian. Bibi Sumi tersenyum dan garuk kepala melihat tangan Ian ada bekas kukunya.     

Ian hanya mencibir mulutnya, Mirna menghapus lukanya Ian dan tersenyum manis. Dino yang serius akhirnya menatap ke arah Ian dan bibi Sumi, dia tidak melihat ke arah Nona yang sudah mengambil cincin tinggal coklat saja.     

"Ye, di terima mas Dino, selamat ya mas," teriak senang Toni yang melihat lamaran Dino di terima.     

Dino melihat ke arah yang Nona dan benar saja lamarannya di terima oleh Nona, Dino bangun dan memeluk Nona dengan erat, dia senang akhirnya dia bisa juga mendapat Nona. Semuanya ikut senang, mang Jupri mendengar suara telponnya bergetar.     

"Siapa yang telpon ya," ucap mang Jupri.     

Mang Jupri melihat panggilan dari pak ustad di desanya dan saat menjawabnya, dia langsung terdiam.     

"Innalillahi wainnailaihi rojiun." Semua melihat ke arah mang Jupri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.