Dendam Winarsih

Di Telan Bumi



Di Telan Bumi

0Dino yang di godain oleh Ian hanya bisa tersipu malu, ya usaha dia merebut Nona tidak sia-sia, dia bisa merebut Nona dari tangan Bram dan menikahi dia itu luar biasa sekali seakan dia sudah menang, tapi itu belum sepenuhnya, menang dalam artian yang sesungguhnya, bila dia sudah mengalahkan Bram yang sekarang entah di mana keberadaannya.     

"Apa sejak tadi malam kalian mendengar suara aneh dari si Bram itu tidak ya?" tanya Ian kepada Dino dan yang lainnya.     

"Aku nggak dengar sama sekali, karena aku langsung tidur, aku lelah sekali," jawab Paijo yang langsung di anggukkan oleh Toni dan Paimin.     

"Dia kemana ya, apa dia marah atau dia ikhlas karena sudah tidak bisa dapatkan Nona lagi ya?" tanya Ian yang bingung kenapa Bram tidak ada.     

Ian terus mengunyah makanan dan masih memikirkan apa yang terjadi dengan Bram, dia marah dengan parah dan sekarang dia harus menghilang begitu saja.     

"Sudah biarkan saja, jangan pikirin itu, bila kalian tidak bisa melawan dia sudah biarkan saja, yang penting kalian harus bisa menjauhi dia, walaupun dia di telan bumi sekali pun biarkan saja, kalian sudah bahagia kan, ya sudah untuk dendam Winarsih biarkan saja dia sana." ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Iya, sekarang itu kita harus solit dan jangan sampai kita terpengaruh dan ingat satu hal, kita hanya perlu diam dan tidak perlu khawatir, jika saatnya dia harus selesai maka dia akan selesai jangan kalian pikirkan apapun lagi dan ingat satu hal, tidak selamanya kejahatan akan selamanya berhasil terus, ada masanya kebaikan yang akan menang," ujar pak ustad yang di anggukkan oleh semuanya.     

"Nah, ayo makan dan kita ke rumah pak ustad, kita ke sana saja, siapa tahu kita bisa bantu mereka untuk pengajian malam kedua di sana," ucap mang Jupri kepada semuanya.     

Ian dan yang lainnya menganggukka kepala dan tentu saja mereka senang karena bisa sampai di sini dan membantu warga desa salak. Selesai makan dan sebagainya, mereka bergegas pergi, dengan pakaian rapi dan sopan mereka ke rumah pak ustadz.     

Perjalanan mereka tidak lama, beberapa menit mereka sampai di rumah pak ustad, mereka turun, beberapa warga merapikan tenda, mang Jupri menghampiri mereka semuanya, dan tentu saja mereka ikut membantu para wanita masuk ke dalam untuk membantu ibu ustad dan warga yang lainnya.     

"Tadi malam, baru kali ini ada hujan, gumuruh dan sebagainya melanda desa kita ini, kira-kira itu akan ada sesuatu yang menurut aku itu sangat besar, dan tahu sendiri kan kalau ada hal seperti itu alam sedang murka," jawab seseorang warga kepada warga yang lainnya.     

"Kita berdoa saja, jangan sampai kita itu sampai lupa untuk berdoa, dan ingat satu hal jika kita tidak bisa berdoa dan tidak bisa berbuat sesuatu yang lebih berdoa itu yang utama, maksudnya, jika badai semalam itu kembali lagi ya berdoa, karena kita tidak bisa juga berbuat sesuatu untuk bisa meredakan badai itu kan," ucap pak ustad kepada warganya yang di anggukkan oleh warganya.     

Polisi datang ke rumah pak ustad dan membicarakan masalah kebakaran yang terjadi di rumah abah dan emak. Dino dan yang lainnya ikut bersama dan duduk mendengar apa yang terjadi.     

"Begini pak, kami sudah ke rumah abah dan emak dan dari yang kami selidik ada sesuatu yang terjadi dan tentu saja itu terjadi bukan karena konsleting listrik dan itu terjadi karena sesuatu yang menurut kami itu aneh, kabel terbakar pun seperti sedia kala maksudnya begini, kebakaran bukan arus pendek kalau itu terjadi wayar akan terbakar dan ini nggak terbakar juga tapi di wayarnya itu tidak ada ledakkan, intinya ini seperti di bakar oleh seseorang, kami akan selidiki lagi," jawab pak polisi yang menjelaskan jika kebakaran itu bukan konsleting listrik.     

Dino dan yang lainnya saling pandang dan sudah di pastikan ini tidak jauh dari Bram, dia pasti melakukan ini.     

"Apa mereka pakai lilin atau apa pak, mungkin ke senggol atau apa gitu," ucap pak ustad Mahdi yang masih tidak mau menuduh Bram secara rinci karena bisa saja bukan dia pelakunya.     

"Tidak ada lilin di sana, kalau pun ada lilin akan ada di sana, mereka tidak menggunakannya, dan kami pun tidak mendapati lilin itu, jadi mustahil jika kalian katakan itu lilin atau lampu minyak tanah yang biasa di pakai warga di sini," jawab pak polisi.     

"Sudah dipasti, ini pasti orangnya yang melakukan tidak jauh dari lingkaran dendam mbak Narsih, jika bukan dia siapa lagi," pikirnya Ian yang sudah menebak jika Bram lah pelakunya.     

"Ya sudah, ini kami ada sedikit bantuan untuk acara pengajian abah dan mak Narsih, mungkin tidak lah banyak, tapi ini cukup untuk membantu saja," ucap pak polisi yang menyerahkan sesuatu ke pak ustad yang sekaligus bertanggung jawab kepada keluarga Narsih.     

"Terima kasih banyak, jika ada salah emak dan abah selama ini mohon di maafkan ya, maklum orang tua pasti ada masa di mana dia perasaan berubah-ubah, apa lagi sejak meninggalnya Narsih mereka jadi tertutup," jawab pak ustad lagi.     

"Iya benar, karena mereka itu tidak mau lagi memperpanjang masalah apapun lagi, mereka sekarang sudah tenang di alamnya berdua dengan anaknya," jawab pak kades yang duduk di sebelah mang Jupri.     

Dino hanya diam saja, begitu juga dengan mang Jupri dan mang Dadang, terlebih lagi sahabatnya dan pak ustad Mahdi, mereka hanya bisa diam karena mereka tahu jika anaknya masih punya dendam dengan pelakunya itu.     

"Sudah, jangan membicarakan masa lalu, jika kita terus mengingat masa lalu maka kita tidak akan tenang dan saya harap ketiganya bisa bertemu di jannahnya Allah amin," sambung pak ustad dan di amini oleh semuanya.     

Dino tersenyum karena perkataan pak ustad benar, masa lalu jangan di ingat lagi. Hari berlalu, pengajian di rumah pak ustadz selesai dan tentu saja membuat Dino dan sahabat juga mang Dadang ikut pulang ke kota.     

"Mang, tidak balik ke sana kah?" tanya Ian yang melihat mang Jupri tidak balik ke kota.     

"Tidak lah, saya di sini saja, lagian saya juga tidak bisa jauh dari penginapan saya, lain kali saja jika ada kesempatan saya akan ke sana, kalian jaga diri, ingat jangan cari masalah dengan Bram, jika dia nggak muncul biarkan saja, siapa tahu dia sudah insyaf," jawab Mang Jupri kepada Ian dan yang lainnya.     

"Ya sudah, kami pergi dulu, hati-hati di rumah mang, kabari kami," pamit Ian kepada mang Jupri dan istrinya, begitu juga yang lainnya pamitan dengan yang lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.