Dendam Winarsih

Rebut Jimat Itu



Rebut Jimat Itu

0"Jika jimat itu yang jadi kunci kehancuran Bram jadi kita harus segera membuat Bram benar-benar hancur dan tidak bisa melakukan apapun lagi, dan aku yakin kalau Bram pasti khawatir kalau kita tahu jimat itu yang jadi kelemahan dia, makanya dia tidak menunjukkan ke kita benarkan?" tanya Paijo kepada mang Dadang.     

"Iya benar, makanya dia berani main belakang, dan menyerang kita sebegitu hebatnya hingga aku tidak bisa berkata apapun, semua dia buat dan semua dia jalani dan saat ini lihatlah, dia seperti seorang pencuri yang berusaha masuk tanpa kita ketahui," jelas Ian yang membuat semuanya menganggukkan kepala.     

"Jadi, kita harus rebut jimat itu ya, mas?" tanya Toni ke Ian dan ke yang lainnya.     

"Iya, kita harus cari ke yang lainnya dan aku harap kita bisa mendapatkan jimat itu sebelum dia semakin kuat, aku curiga dia memperdalam lagi kekuatannya seperti yang aku katakan tadi, dia bermain jin, bukan dukun lagi," jawab Ian dengan penuh keyakinan kalau dia menduga jika Bram benar-benar bersekutu dengan jin.     

"Maksudnya kita cari dia dan kita ini tidak punya ilmu sama sekali, yang ada kita bisa habis di tangan dia, bahaya buat kita, aku tidak mau kita yang lenyap," ujar Paijo yang tidak mau jika dirinya jadi sasaran kemarahan Bram dan berujung nyawa taruhannya.     

"Aku rasa kita harus bisa mencari celah, kan pak ustad akan ke sini, dia akan datang ke sini untuk membantu kita dan mbak Narsih juga akan bantu, jadi kita harus segera membuat dia lenyap, kita akan jadi pengalihan dia dan mbak Narsih lah yang jadi eksekusinya," ucap Ian lagi ke Paijo.     

Semuanya diam, mereka tidak mengatakan apapun lagi, mereka hanya ingin segera tenang, rencana yang di susun haruslah tenang dan tidak boleh ada sedikit pun kesalahan, jika salah maka habis lah mereka.     

"Aku akan mencari dia, aku yakin dia di rumahnya, dia tidak ke mana-mana, aku pernah dengar sekali dia di sana tapi setelah itu tidak ada, dia tahu apa yang kita katakan, baik di akal atau pun dari kejauhan dia tahu, jadi tidak mungkin dia tidak tahu jadi jangan ada yang berkata apapun nanti jika menyerang dia," ucap Narsih kepada mereka semuanya dengan serius.     

"Baiklah, jika itu yang mbak katakan akan kami ikuti, kami akan mengecoh dia, karena aku yakin dia pasti tidak akan tinggal diam saat ini, tidak mungkin dia pergi tanpa ada sebab, sekarang kita lihat saja dia mau apa, dan kalau perlu kita harus buat dia marah karena kita tidak memperdulikan dia, aku yakin dia akan jadi emosi jika kita melupakan dia," ucap Dino yang di tanggapi senyuman dari semuanya.     

"Baik, kita sudah tahu kelemahan dia, kita istirahat saya, dan berjaga, jangan sampai dia datang di saat kita terlelap ingat itu ya," jawab mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Iya, kita akan berwaspada, kita sudah punya satpam dan dia lebih hebat sepertinya." Ian melirik ke arah Narsih yang memandang Ian dengan tajam.     

Ian berjalan saja ke arah kamarnya, walaupun di pandang oleh Narsih dia tidak peduli, dia tetap berjalan terus hingga mang Dadang geleng kepala ke arah Ian.     

"Anak itu, suka sekali godain Narsih, dari awal lagi, tidak ada takutnya sama sekali, heran aku sama dia," ujar mang Dadang yang geleng kepala melihat Ian.     

Semuanya hanya bisa tersenyum karena Ian sudah seperti itu, Dino mengajak Nona untuk pergi dan dia tidak mau Nona lelah karena banyak gerak.     

"Bagaimana harimu sayang, apa kerja lancar dan tidak ada gangguan?" tanya Nona kepada Dino yang tentu saja membuat Dino bingung mau jawab apa, dia tidak mungkin bohong dan kalau jujur Nona pasti kepikiran dan dia pasti tidak akan pernah terima dengan apa yang Bram lakukan.     

"Pelan-pelan jalannya, mang, bibi, kami duluan ya," ucap Dino yang meminta izin ke mang dan bibi untuk masuk lebih dulu ke kamar.     

"Iya, jangan lupa baca doa ya nak," ucap bibi dengan lembut.     

"Iya bibi," sahut keduanya dengan lembut.     

Dino masuk ke dalam dan duduk di sebelah Nona, Dino menunggu Nona untuk bersiap setelah Nona siap, baru dia bersiap untuk berganti pakaian.     

"Nona, kamu tidur dulu saja, aku mau kerjakan pekerjaan sedikit biar besok tidak terlalu banyak," ucap Dino ke Nona dengan lembut dan meminta dia untuk tidur lebih dulu.     

"Iya, aku tidur, kamu jangan malam-malam tidur ya sayang, nanti kamu kelelahan hmm," ucap Nona yang di anggukkan oleh Dino.     

Nona berbaring dan tidak lupa dia berdoa, Dino mulai bekerja di kamar, dia menyiapkan minum untuk dia nanti dan cemilan.     

"Aku harus segera selesaikan ini dan segera tidur," gumam Dino yang sudah mulai mengerjakan pekerjaan.     

Dia terus bekerja dan tentu saja di tidak ingin terlalu lama namun, saat dia melihat ke jendela ada yang berdiri di sana.     

"Siapa yang berdiri itu, apa dia bram," gumam Bram dalam hati dan tentu saja dia tidak ingin membuat membuat keributan yang berarti.     

"Aku tahu ini pasti tidak benar dan jika dia Bram maka aku harus segera bertindak jika dia mendekati Nona." Dino menutup kerjaannya, dia akan sambung di kantor saja, dia bergegas ke ranjang dan mendekati Nona juga memeluknya dengan erat.     

Dino melihat sekilas jika seseorang yang berdiri itu mundar mandir dan tentu saja dia melihat ada dua di sana dan dia yakin itu adalah Narsih.     

Di luar Narsih tahu kedatangan Bram dan tentu membuat Bram hanya menatap kesal ke arah Narsih.     

"Kamu kenapa selalu datang hmm, apa tidak bisa kamu pergi dari hadapan aku, jangan ganggu aku, aku tidak mau kamu ikut campur, pergilah dari sini, aku tidak menyukai kamu, pergilah," usir Bram dengan wajah yang penuh kekesalan.     

"Aku tidak ingin kamu menganggu dia, menyerah kamu, aku sudah tidak ingin melihat wajahmu Bram, sampai kapan kamu seperti ini, lihat rupamu, sudah tidak seperti biasanya, kamu terlihat menjijikkan sekali," sindir Narsih kepada Bram.     

"Hantu sialan, kamu berani menghina aku, aku tidak akan memaafkan kamu," bentak Bram dengan keras dan urat lehernya keluar dan wajahnya terlihat mengerikan.     

"Ingin melawanku hmm?" tanya Narsih yang sudah bersiap untuk melawan Bram dan tentu saja dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.     

Bram hanya menanggapi Narsih dengan wajah yang penuh amarah, dia berjaln ke arah Narsih dan dengan cepat dia menarik Narsih dan melemparnya ke luar rumah Dino dengan kuat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.