Dendam Winarsih

Belum Bahagia Kamu



Belum Bahagia Kamu

0Deki yang mendengar apa yang dikatakan Dino hanya bisa menatap ke arah langit penjara, ya sejak dia di vonis bersalah dan di penjara hanya keluarga dekat dan mereka saja yang mengunjungi dia, dan beruntung mertuanya yang menjalankan perusahaan mereka hingga saat ini dan tentu saja dia tidak akan pernah merasa tenang jika mereka tidak di jaga oleh orang tuanya dan mertuanya.     

Deka mendekati Deki yang sejak kedatangan tamu dia murung dan tidak banyak bicara. Dia diam dan melamun.     

"Apa yang terjadi hmm? Jika kamu memikirkan apa yang terjadi maka kamu akan pusing sendiri, nikmati saja," kata Deka yang duduk di sebelah Deki.     

Keduanya satu sel dan mereka selalu saja bersama melakukan kegiatan apapun, dan saat ini Deki masih memikirkan apa benar Bram datang ke sini ingin membunuhnya.     

"Aku rasa kita akan kedatangan tamu, dan dia pasti sudah tahu jika kita ini yang membocorkan rahasianya, dan dia akan menuntut balas karena kita berkhianat dengan dia," jawab Deki yang memandang ke arah Deka.     

Deka terdiam, karena dia tahu siapa yang di maksud dengan Deki. Deka memandang ke arah Deki dan pandangannya benar-benar tajam dan seperti tidak terima.     

"Aku tidak mengerti, sejak bertemu mereka kamu itu parno, pikirannya sempit dan mana mungkin Bram ke sini, dia tidak akan pernah bisa ke sini," ucap Deka yang tidak percaya dengan apa yang Deki katakan.     

"Jika tidak percaya tidak apa, katanya asisten dia meninggal dunia dan itu karena dia berkhianat dengan Bram, kita juga kan, memberitahu kan ke pak polisi jika Bram ikut terlibat dan lihat sekarang dia tidak ada lagi di sini tapi dia datang tadi kata petugas, aku melarang siapa pun yang datang, dan dia berdiri di luar saat mereka masuk dan aku yakin dia pasti marah karena aku menerima tamu mereka bukan dia," jawab Deki dengan wajah datar.     

"Jadi, maksudnya kamu itu dia datang kamu tolak dan mereka datang kamu terima? Dan mereka katakan kalau dia mau bunuh kita di sini?" tanya Deka yang penasaran.     

Deki menganggukkan kepala dia pelan dan sekali-kali mengusap wajahnya dengan pelan dan menatap ke arah Deka.     

"Jadi, kita harus apa kalau benar dia di sini?" tanya Deka yang makin bingung jika Deka datang ke sini.     

"Mau di apakan lagi terima saja lagian kita kan nggak pernah tahu jika dia seperti apa, jika dia mau bunuh kita ya sebisa mungkin kita hindari," jawab Deki yang menatap Deka yang terlihat frustasi.     

Deki menepuk pelan pundak sahabatnya ini, baginya bebas dari Winarsih saja sudah bagus apa lagi sekarang Bram, bisa mereka hindari semampunya.     

Tidak terasa waktu berlalu dengan cepat dan sekarang Deka dan Deki sedang membaca Ayat suci dengan khusyuk, angin tiba-tiba muncul dan terlihat jelas di sosok yang sangat mereka kenal dan itu berbeda dengan yang sebelumnya ini lebih mengerikan.     

"Lihat ini, kalian sudah tobat rupanya, apa kalian tidak mau menyambut aku hmm?" tanya seseorang yang sudah berada di dalam penjara keduanya.     

Deka dan Deki tidak peduli, mereka tetap semangat dalam melanjutkan apa yang mereka kerjakan, mereka tidak ingin apa yang mereka kerjakan sia-sia.     

Bram yang melihat tidak ada yang peduli dengan dirinya mendekati keduanya namun, mereka tidak bisa di dekati.     

"Hentikan aku bilang, jangan kalian teruskan apa yang kalian baca itu, itu tidak akan membuat kalian lepas dari aku," teriaknya dengan kencang.     

Deki menghentikan bacanya tapi di memeluk alquran dan menatap ke arah Bram, sedangkan Deka tidak peduli, dia terus saja membaca bagi itu menenangkan jiwa mereka.     

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan, kamu meminta aku berhenti? Kenapa kamu minta aku berhenti hmm?" tanya Deki yang memandang ke arah Bram yang masih menatap tajam ke arah dia.     

"Kalian semua berkhianat dengan aku, kalian pikir aku ini apa hmm? Kalian sudah membuat aku tidak bisa membalaskan dendamku pada mereka, kalian tidak bisa membantuku sama sekali, apa harusnya kalian membantu aku bukan mengkhianati aku," bentak Bram yang tidak terima dengan pengkhianatan mereka berdua.     

"Kami hanya mau bahagia, tidak ada beban sama sekali, aku sudah katakan, kamu menyerah saja, kita yang salah bukan mereka, jadi jangan salah kan mereka sama sekali," ucap Deki kepada Bram.     

"Bahagia katamu?" tanya Bram dengan wajahnya yang sarkas.     

"Iya, kami bahagia, apa belum bahagia kamu?" tanya Deki ke Bram yang di tanggapi dengan tenang.     

Bram yang di tanya seperti itu hanya diam dan dia tidak pernah sedikitpun merasa bahagia, sejak membunuh Narsih dan saat ingin bahagia dengan Nona malah, dia harus bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan dan sekarang lihat lah, dia harus menanggung ini semuanya.     

Bram melihat ke arah Deka dan Deki, dia mendekati sekali lagi tapi tidak bisa sama sekali mereka seperti di lindungi, ada cahaya di dalam tubuh mereka dan sekarang mereka sulit di dekati.     

"Kalian tidak akan aku lepaskan sama sekali, tunggu pembalasan aku," ancam Bram yang langsung pergi dari pandangan keduanya.     

Bram yang tahu kalau dia sia-sia di sini langsung pergi dari hadapan mereka dan tentu saja dia tidak mau sampai dia musnah sebelum pembalasan dendam. Deki melihat kepergian Bram dan angin pun kembali tenang, Deka menghentikan bacaan ayat sucinya dan memandang ke arah Deki yang menatap ke arah depan dan tentu saja pandangannya sulit untuk di jelaskan.     

"Kenapa kamu melamun, pandangan ke depan dan apa yang di katakan tadi?" tanya Deka yang ikut memandang ke arah Deki.     

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan, mengikhlaskan semua yang terjadi dan bahagia selalu," jawab Deki yang membuat alis Deka bertautan.     

"Maksudnya apa?" tanya Deka yang masih penasaran dengan apa yang di katakan oleh Deki.     

"Bram belum bahagia, dan dia selalu ingin bahagia tapi hilang karena masa lalunya yang membuat masa depannya hilang begitu saja dan tahu tidak jika dia seperti itu terus maka dia tidak akan bahagia di sisa hidupnya," jelas Deki yang membuat Deka terdiam.     

"Apa seperti itu kah Bram sekarang, tidak bahagia tapi dia berusaha bahagia dengan menyakiti orang banyak?" tanya Deka kepada Deki yang di anggukkan oleh Deki.     

"Dia tidak pernah bahagia, makanya dia seperti itu, aku sedih lihat sahabat aku yang satu itu, tahu tidak jika aku ingin memutar kembali dan tidak membuat sahabatku itu seperti itu dan aku juga akan mengatakan jangan untuk kejahatan yang kita lakukan, jika aku tahu seperti ini jadinya." Deki benar-benar tidak ingin seperti ini tapi nasi sudah jadi bubur tidak bisa jadi nasi lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.