Dendam Winarsih

Ini Dia Yang Di Tunggu



Ini Dia Yang Di Tunggu

0Delapan bulan berlalu, Bram tidak pernah muncul di hadapan Dino apakah mereka gelisah, jawabannya pasti gelisah, karena mereka tidak pernah sedikitpun merasakan tenang, sebelum Bram di tangkap atau menyerah.     

"Delapan bulan ya, sebentar lagi, anak kita lahir dan tidak pernah kepikiran kalau aku ini akan menjadi ayah, aku akan membuat suatu sejarah yang menyatakan kalau aku akan menjadi ayah yang baik, dan kalian tahu aku sudah menunggu lama, aku tidak percaya bahagia itu sederhana." Ian tersenyum senang karena bisa menjadi ayah. Ini dia yang di tunggu anaknya akan lahir dan dia akan bahagia selalu.     

"Jangan kalian lupakan Bram yang tidak di sini, dia masih berkeliaran, dan aku yakin dia akan menunggu waktu yang tepat dan aku yakin dia berbuat yang lebih, dan percayalah dia akan membuat kita tidak bisa bernafas, jika dia muncul dengan tiba-tiba," jawab Paijo yang tentu saja membuat semuanya terdiam.     

Ya, mereka melupakan Bram, Bram yang mereka tunggu selama ini menghilang dan sekarang dia tidak tahu di mana, jangan bahagia dulu jika tidak bisa membuat Bram menyerah atau lebih dari itu.     

"Jangan pikirkan apapun, dan jangan buat kalian memikirkan Bram percayalah, jika dia akan musnah, mbak Narsih juga sudah mengikutinya, dan mungkin saja sebentar lagi dia akan menyerah." Dino memandang sahabatnya dan tersenyum ke arah sahabatnya.     

Mereka menganggukkan kepala dan saat ini mereka mulai melanjutkan pekerjaan dengan tenang. Di rumah Nona dan bibi juga Mirna duduk bersama di rumah bertiga sedangkan mang Dadang dan mang Jupri berada di rumah sebelah.     

"Nona, apa kamu sudah menyiapkan pakaian untuk si kecil?" tanya bibi Sumi kepada Nona.     

"Sudah, aku pergi dengan Dino dan tidak banyak juga nanti kalau sudah sembilan bulan baru aku siapkan, karena besok sudah masuk sembilan bulan satu hari saja lagi," ucap Nona yang menunggu bulan ke sembilan.     

Delapan bulan dia tenang tanpa di hantui Bram, dia benar-benar tidak bisa membayangkan jika tidak bersama dengan mereka semuanya.     

Tok ... Tok ...     

Pintu rumah Nona di ketuk oleh seseorang, ketiganya tidak tahu siapa, apa Dino yang pulang pikir Nona dan Nona memandang ke arah bibi Sumi.     

"Biar bibi saja, kalian masuk ke dalam, mungkin orang yang ingin menawarkan kalian sesuatu, jadi dari pada tidak aman lebih baik jangan kalian temui," ucap bibi Sumi kepada mereka.     

Nona dan Mirna masuk ke kamar, Mirna masuk lebih dulu ke kamar di kamar Nona, dia tunggu di sana. Saat mereka diam di sana, bibi Sumi tidak juga kunjung datang.     

"Mbak, aku takut," cicit Mirna yang merasakan ada yang aneh.     

Nona mengambil telponnya, dia mencari nomor Dino, dia takut jika ada yang tidak mereka inginkan, dan saat telpon tersambung, Nona dan Mirna saling pandang satu sama lain.     

"Ngapain kamu di sini?" tanya Nona dengan suara bergetar dan ketakutan.     

Keduanya saling berpelukkan satu sama lain dan Dino yang mendengar apa yang Nona katakan terdiam. Ian dan yang lainnya melihat Dino diam membeku bingung dan saling kode satu sama lain.     

"Apa yang terjadi Dino? Apa ada masalah dengan mereka ya Dino?" tanya Ian yang penasaran dengan apa yang wajah Dino.     

Ian mengambil telponnya tapi tidak di jawab, saat ini suara minta tolong Nona terdengar jelas di telinga dia dan Mirna juga merintih kesakitan.     

"Kita pulang, Bram sepertinya di sana, aku yakin dia di sana, ayo cepat," ajak Dino dengan wajah yang cemas karena Nona saat ini hamil.     

Ian yang mendengar apa yang di katakan Dino pun langsung ikut berlari di susul dengan yang lainnya. Dino menghubungi mang Dadang dan mang Jupri tapi tidak bisa.     

"Dino, hubungi pak ustad minta ke sana, dia kan di masjid dekat rumah kita, ayo cepat," ucap Ian yang menyarankan untuk Dino menghubungi mereka.     

Dino menganggukkan kepala dia menghubungi pak ustadz dan panggilan pertama langsung di jawab oleh pak ustad.     

"Assalamu'alaikum, pak, tolong lah, saya dapat telpon dari Nona tapi saat bersamaan suara Nona seperti mengusir seseorang saya berpikir itu Bram, karena siapa lagi yang akan membuat Nona seperti itu jik bukan dia," ucap Dino yang gugup.     

"Walaikum salam, saya akan ke sana, kamu jangan khawatir, coba hubungi mang Jupri dan mang Dadang, mereka kan di rumah," ujar pak ustad yang meminta mereka menghubungi pak ustad.     

"Sudah, dan saya tidak tahu kemana dia, saya mau pulang jumpa di rumah ya," jawab Dino dan langsung mengakhiri panggilan kepada pak ustad.     

Dino yang sudah masuk ke lift langsung berlari, Paijo sudah lebih dulu menemui pak manajer, dia meminta izin karena ada masalah dengan di rumah dan pak manajer mengiyakan, dan saat ini dia langsung pergi ke arah mobil.     

"Tenang, aku yakin tidak ada masalah yang berarti semoga mereka di lindungi Allah," ujar Paijo kepada sahabatnya.     

Toni dan Paimin yang baru pulang dari tugas melihat mobil Dino pergi merasa heran.     

"Kenapa mereka ya?" tanya Toni ke Paimin.     

Paimin geleng kepala karena dia tidak tahu sama sekali. "Mungkin ada urusan kantor kali, sudah yuk kita masuk, buat laporan dan kita langsung pulang, " ajak Paimin ke Toni dan di anggukkan oleh Toni.     

Dino yang di mobil terus berdoa dia takut jika Bram mengambil Nona dan dia mengambil anaknya yang belum lahir. Jalanan yang macet membuat Paijo mengumpat dan dia tidak tahu harus apa saat ini.     

"Tenang kalian, jangan marah, aku juga gugup ini, awas saja dia mencelakai Nona dan Mirna aku patahkan kakinya," rutuk Ian yang sudah geram dengan apa yang Bram lakukan.     

Sasaran mereka adalah Bram, karena tidak mungkin Nona seperti itu jika tidak orang yang datang di kenali.     

Drt ... drt ...     

Dino merogoh kantongnya dan melihat ada yang menelpon dia dan itu adalah pak ustad.     

"Halo pak, apa yang terjadi pak? Apa mereka aman?" tanya Dino yang khawatir jika terjadi sesuatu dengan mereka.     

"Mereka berdua tidak ada dan bibi Sumi sudah di bawa ke rumah sakit, mamang juga, mereka terluka parah, saya sudah cari mereka tapi tidak ada sama sekali," ucap pak ustad kepada Dino.     

Dino terdiam karena mendengar apa yang di katakan oleh pak ustad, dia tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh pak ustad.     

"Bapak, tidak salah kah?" tanya Dino dengan suara terbata-bata.     

Pak ustad tidak bisa mengatakannya, Dino paham dengan apa yang pak ustad katakan dan dia sudah pasrah. Mobil sampai di depan rumah polisi sudah di sana, kaki Dino dan Ian gemetar karena mereka tidak tahu harus apa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.