Dendam Winarsih

Hasutan Dukun



Hasutan Dukun

Nona dan mang Dadang pulang untuk pergi mengambil pakaian, mereka ingin menjaga ketiganya. Dino sudah menolak Nona untuk ikut karena anak buah Bram pasti akan tahu keberadaan dia dan kedua sahabatnya tapi Nona bersikeras tetap ingin menjaganya.     

"Nona, kamu jangan ke sini dulu, kamu kan diikuti sama anak buah Bram itu, jika kamu ke sini maka kamu akan ketahuan berada di rumah sakit ini. Makin panjang urusannya," ucap Dino pada Nona agar Nona tidak ke sini menjaga mereka.     

"Iya aku tahu, tapi kalian tenang saja, aku pasti bisa mengelabui mereka, kalian jangan takut. Aku pulang sebentar, nanti aku ke sini. Mang mau pergi sama atau aku duluan?" tanya Nona pada mang Dadang.     

"Mang Dadang pergi sendiri saja, nanti kita ketemu di sini lagi. Kalian ingat pesan mang Dadang tadi, jangan melamun dan fokus terus. Nanti kita pikirkan caranya, sekalian kita kabari mang Jupri di desa sana. Semoga dia bisa lakukan sesuatu untuk kalian," ucap mang Dadang pada ketiganya.     

"Baiklah, akan saya ingat pesan mang Dadang. Mang hati-hati, cepatlah kembali ya," ucap Dino dengan wajah lesu.     

Mang Dadang mengangguk, keduanya keluar dari kamar inap ketiganya. Sepeninggal mang Dadang, ketiganya mulai memejamkan matanya. Ian merasakan ada bisikan yang asing menurutnya. Ian berusaha membaca ayat suci agar jiwanya tenang.     

"Kalian merasakan itu tidak?" tanya Dino dalam keadaan pejam mata.     

"Masih bisa bicara kau Dino? Apa kau tidak dengar suara dukun sialan itu yang sudah membuat aku ingin menjadikan dia pepes ikan asin saat ini juga!" rutuk Paijo dengan kesal.     

"Dia mulai menjalankan aksinya, aku bersumpah ingin mencekik dia dengan tanganku. Aku tidak tahu dendam apa yang dia inginkan pada kita, hanya karena jasad itu diambil, dia marah sama kita. Dasar bodoh, nggak mikir apa dia jika dia melakukan ini manfaat ke dia apa?" tanya Ian yang sudah menahan amarahnya.     

Ian merasakan hasutan dukun itu makin terdengar di telinganya. Dukun itu meminta Ian untuk bangun dan ke desa salak. Dia meminta Ian untuk mengambil jasad itu. Dino dan Paijo juga mendengarkan bisikkan itu. Ketiganya masih tetap membaca doa seperti apa yang diminta oleh mang Dadang.     

Di luar rumah sakit Nona dan mang Dadang pergi untuk mengambil barang masing-masing. Nona merasakan ada yang mengikutinya. Tidak salah lagi itu pasti anak buah Bram pikirnya.     

Nona dan mang Dadang saling pandang satu sama lain, dia melihat mang Dadang dan memberikan kode. Mang Dadang tahu kode dari Nona, dia pun bergegas naik ojek untuk ke tempat tinggal Dino.     

Setengah jam perjalanan, mang Dadang sampai di rumah, dia masuk dalam keadaan buru-buru. Mang Dadang merasakan aura yang berbeda di rumah tersebut. Mang Dadang mengambil wudu' dan langsung keluar. Ternyata benar ada sosok yang melihatnya dengan mata yang seram. Dengan keberanian tinggi, mang Dadang melakukan solat asar, selesai dia langsung mengaji.     

Gubrakk ... Gubrakk ...     

Suara keras hentaman terdengar, mang Dadang masih tetap fokus, dia tidak mau terkecoh, makhluk itu mendekati mang Dadang dan berdiri di depannya dengan tatapan amarah. Tidak terkecoh dan terprovokasi, mang Dadang terus membaca ayat suci hingga makhluk itu ingin mencekik mang dadang.     

"Mati saja kau tua bangka!" Suara berat makhluk itu terdengar.     

Tangan makhluk itu sudah berada di leher mang Dadang dan berusaha mencekik, namun makhluk itu kepanasan saat dia akan melakukan aksinya.     

"PANAS ... HENTIKAN BODOH ...AKHHHH! PANAS!" pekik makhluk itu dengan kencang.     

Makhluk itu menghilang dan yang tersisa hanya bau terbakar saja. Dia langsung pergi begitu saja dari hadapan mang Dadang. Mang bernafas lega, satu bisa dia atasi. Selesai membaca ayat suci, dia langsung bergegas mengambil barang ketiganya.     

"Aku mandi di sana saja, terlalu lama kasihan mereka berada di sana sendirian." Mang Dadang pergi dengan tas yang cukup besar. mang Dadang bawa 4 tas besar, semuanya baju dia dan baju ketiga anak muda yang sakit itu.     

Di tempat lain, Nona sudah sampai di kostnya, dia mulai masuk ke dalam dan bergegas pergi dari tempat kost. Nona membersihkan diri secepat kilat, dia tidak mau terlalu lama. selesai mandi Nona segera memakai pakaian dan memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas.     

"Aku harus pergi, aku akan keluar dari belakang, jika dari depan pasti mereka mengikutiku," gumam Nona yang sudah siap dan bergegas pergi dari kost melalui jalan belakang.     

Nona melirik ke kiri dan ke kanan, dia melihat apakah ada orang yang tadi mengikutinya, setelah aman dia pergi dengan penutup wajah berupa masker dan topi. Satu jam perjalanan menuju rumah sakit, jarak yang lumayan jauh. beda dengan tempat tinggal Dino hanya setengah jam.     

Drt ... drt ...     

Nona yang melihat ponselnya berdering melihat panggilan telpon dari Bram. Nona mengumpat kencang karena Bram menelpon dirinya.     

"Mau apa lagi dia, aku muak sekali dia menelponku," rutuk Nona yang kesal karena mendapatkan telpon dari Bram.     

Nona tidak mau angkat telpon, dia harus cepat ke rumah sakit. Nona memanggil ojek pangkalan yang ada di ujung gang. Dia meminta tukang ojek mengantar dia ke rumah sakit. Bram yang telponnya tidak diangkat kesal. Dia mendapat kabar jika Nona ke rumah sakit. Dia merasakan ada sesuatu kenapa Nona ke sana.     

"Bram, kau telepon siapa? Wajahmu khawatir sekali?" tanya Deki yang berkunjung ke kantor Bram.     

"Siapa lagi, kalau bukan wanita yang mirip sama Narsih? Apa kau mengincar dia karena mirip atau kau mengincar dia karena ada sesuatu yang kau inginkan?" tanya Diman lagi.     

"Aku akan melakukan hal yang lain, aku akan menjadikan dia milikku. Apa aku salah?" tanya Bram.     

Kedua sahabatnya menggeleng kepala, mereka tidak mempermasalahkan itu. "Itu hak kau saja, aku tidak peduli sama sekali. Dan ya, kau tahu dukun itu meminta kita ke rumahnya. apa kau bisa ke sana?" tanya Deki menatap Bram.     

"Atur saja, lagian apa yang dukun itu mau lagi. Kita ini sudah seperti kerbau yang di cucuk idungnya. Mau saja mendengar hasutan dukun sialan itu. Hasil yang kita dapat apa? Tidak ada malah wanita sialan itu terus datang dan menampakkan wujudnya di depanku, sial!" degus Bram yang kesal karena Narsih terus muncul di depannya.     

"Kau yang memulainya, kau juga yang di tampakkannya. Dan kau tahu, jika kita ini sangat terjepit. Belum lagi teman kita yang satunya masih koma, aku tidak tahu kapan dia bangun," ucap Deki yang memikirkan temannya yang koma akibat Narsih.     

"Itu resiko kita berbuat salah, aku tidak terlalu memikirkan Deka, dia sudah tidak ada harapan lagi, terakhir kita lihat, dia menunjukkan tanda jika dia menyerah. Tapi entahlah, aku tidak tahu," ucap Diman dengan wajah yang sulit dipercaya.     

Bram hanya diam mendengarkan apa yang dikatakan kedua sahabatnya ini. Dia masih penasaran kemana Nona dan mau apa dia di sana. Apa dia sakit atau teman prianya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.