Dendam Winarsih

Jangan Ganggu Mereka



Jangan Ganggu Mereka

0Dino, Ian dan Paijo mulai gelisah, mereka tidak bisa tidur dengan tenang. Sejak mang Dadang dan Nona pergi untuk mengambil barang mereka, jiwa mereka terganggu. Suara dari dukun bergema di telinga mereka. Entah apa yang mereka rasakan saat ini. Panas dingin yang merasuki tubuh mereka.     

"Akhh! panas sekali!" teriak Ian yang tidak tahan untuk tidak berteriak.     

Tubuhnya panas dan dingin juga menggigil. tidak pernah dia seperti ini. Azan magrib terdengar di ruangan mereka. Semakin membuat mereka menggeliat menunjukkan panas di tubuh mereka.     

"Dino, paijo. aku tidak tahan lagi, aku kesulitan bernapas," teriak Ian yang kencang.     

Mata Ian tertutup menahan sakit di sekujur tubuhnya. Dino dan Paijo juga merasakan apa yang Ian rasakan. Mereka menahan sakit itu di tubuh mereka. Suara dukun masih terdengar meminta mereka bangun dan pergi ke tempat yang dia minta. Siapa pun yang mendengar suara dukun itu pasti akan merinding.     

Mang Dadang yang sudah tiba di rumah sakit, berjalan cepat menuju kamar inap ketiganya. harusnya satu jam sudah berada di rumah sakit sebelum azan, ini dia harus telat dikarenakan satu hal.     

"Duh, aku telat sekali ini, lihat lah udah jam berapa ini, aku sudah telat, bagaimana kabar anak-anak itu duh aku makin gelisah ini." Mang Dadang sedikit berlari menuju kamar inap ke tiganya.     

Ceklekkk!     

Pintu terbuka dan terlihat wajah merah ketiganya dan erangan kesakitan terdengar dari mulut mereka. Mang Dadang masuk dan mendekati ketiganya. Mang Dadang memegang tangan ketiganya dan panas yang dia rasakan.     

"Ya Tuhan, panas sekali ini. Bagaimana ini, aku harus apa sekarang, aku panggil dokter saja," ucap Mang Dadang yang langsung menekan tombol biru untuk memanggil dokter dan suster ke ruangan mereka.     

Lima menit dokter dan suster masuk ke dalam dan melihat pasien dengan suara menahan sakit. Dokter mendekati mereka dan mulai memeriksa keduanya. Dokter yang memeriksa keduanya kaget dengan suhu tubuh mereka yang seperti api.     

"Suster, ambilkan segera obat penurun panas, suntikkan ke mereka. Jika tidak fatal akibatnya ke mereka," perintah dokter kepada suster.     

"Baik dokter." Suster mengeluarkan obat cair dan segera menyuntikkan ke infus ke tiganya secara bergantian dengan jarum suntik yang berbeda.     

Mang Dadang memautkan tangannya dengan erat dia takut melihat kondisi ketiganya. Di sudut kamar Winarsih melihat ke arah ketiganya. Dia melihat ketiganya yang menahan sakit. Ada raut kesedihan di wajah Narsih. Karena dia, mereka menjadi seperti ini.     

Narsih pergi dari kamar itu. Dia ingin segera menghancurkan dukun itu, dia tidak sanggup melihat ketiganya mengerang kesakitan hanya karena ketamakan dari dukun itu.     

***     

Di rumah dukun terlihat sang empunya sedang ritual, dia komat kamit dan berusaha untuk tidak memperdulikan kedatangan tamu tidak diundang siapa lagi kalau bukan Narsih. Narsih yang membawa golok mulai menancapkan goloknya ke dinding rumah si dukun.     

Brakkk!     

Golok itu tertancap dan membuat sang dukun menghentikan kegiatannya. Dukun itu menatap penuh amarah ke Narsih, gara Narsih dia harus menghentikan guna-gunanya kepada ketiganya.     

"Kau! Berani sekali kau muncul di depanku, aku tidak menyangka jika kau berani ke sini. apa maumu Narsih?" tanya dukun itu dengan wajah penuh amarah.     

"Lepaskan mereka, jangan kau buat mereka menderita. Tidak ada hubungannya dengan mereka, jika kau melepaskan dia aku tidak akan menganggumu, jika tidak aku akan menghabisimu dengan ini," ucap Narsih sambil menunjukkan goloknya.     

Sang dukun tertawa keras, dia tertawa karena dia di minta jangan ganggu mereka. Wajah sombong dukun terlihat jelas di mata Narsih, dia geram karena dukun ini keras kepala.     

"Jangan ganggu mereka kau bilang? Jika kau berkata seperti itu, maka kasih aku jasadmu, bawa jasadmu ke sini dan ingat, aku ingin jasadmu itu ke sini, baru aku melepaskanmu," pinta dukun itu dengan wajah yang menyebalkan.     

Narsih yang mendengar apa yang diminta dukun itu tertawa keras. Dia meminta jasadnya, sampai kiamat juga tidak akan dia berikan.     

"Jadi, kau memilih mati? Baiklah, jika kau memilih itu, aku akan segera melakukannya dan jangan salahkan aku bila nyawamu melayang," ucap Narsih dengan suara dingin dan datar.     

Narsih mendekati dukun yang duduk di meja kecil, kepulan asap dupa dan kemenyan menyeruak di hidung siapapun yang menghirupnya. Suasana mencekam terasa di dalam rumah. Tidak ada anak buah sama sekali hanya ada dukun dan Narsih saja.     

"Kau menantangku? Jika kau menantangku, maka kau yang akan musnah hantu sialan!" teriak dukun itu.     

Sebagai manusia jelas dia takut, walaupun ada ilmu hitam, dukun itu tetap takut menghadapi Narsih. Narsih mengayunkan goloknya dan membuat dukun yang duduk manis terkejut. Dukun itu menghindar kebelakang agar tidak terkena golok Narsih.     

"Kau mau bermain denganku Narsih, apa kau melindungi bocah sialan itu hahhh? Ciuhh! Dasar kau hantu tidak berguna, kau tidak perlu membalas dendammu, kau sudah mati, pergi saja ke neraka sana!" teriak dukun yang marah karena Narsih mengayunkan goloknya.     

Narsih yang mendengar teriakkan dukun itu tersenyum kecil, dia diminta untuk tidak menghentikan dendamnya! Sampai kiamat pun dia tidak akan pernah mau menghentikan dendamnya, nyawa dibalas nyawa tidak ada yang bisa menghentikannya.     

"Kau manusia yang tidak punya hati, bagaimana jika keluargamu dibunuh dengan keji hahhh? Apa kau mau menghentikan semuanya? Tentu tidak kan? Aku tidak akan menghentikan semuanya, akan aku buat dia merana dan akan aku buat dia kehilangan nyawanya seperti aku kehilangan nyawaku," jawab Narsih dengan wajah yang sangat menakutkan.     

Dukun itu berusaha mengambil segala macam serbuk dan paku untuk membuat Narsih pergi, namun gerakkannya kalah cepat dengan Narsih. Narsih menggerakkan matanya dan menumpahkan semua yang ingin dukun itu ambil untuk mengusirnya.     

Dukun itu mundur perlahan, dia tidak mau melawan Narsih, untuk saat ini mungkin dia menghentikan dulu aksinya. Nanti dia akan lanjutkan lagi untuk memperngaruhi ketiga pemuda dan satu lelaki tua yang ikut bersamanya.     

Prangg!     

Mangkok sesajin dilempar ke sembarangan, seluruh ritual dukun itu hancur berkeping-keping. Dukun itu menahan amarahnya dan dia mengepalkan tangannya erat. Kali ini dia meloloskan ketiganya. Tunggu tanggal mainnya.     

"Peringatan terakhir, jangan ganggu mereka, ini bukan urusan kau! Jika kau ikut campur dengan dendamku, maka kau juga akan masuk dalam daftar yang akan aku bunuh, cam kan itu!" Narsih memberikan ultimatum kepada dukun yang menatapnya dengan penuh kebencian.     

Tidak ada jawaban dari dukun itu, yang terlihat hanya tatapan tajam dan pembunuh dari dukun itu. Sia-sia lagi dia mendapatkan jasad Narsih. Dia berharap ketiganya bisa membawa jasad itu tanpa perlu ketahuan warga desa.     

"Kau tunggu aku, jangan panggil aku dukun sakti jika aku tidak bisa mengambil jasadmu hantu bodoh," gumam dukun itu.     

Narsih pergi dari hadapan dukun itu dengan cepat, hanya angin yang terasa dan aroma melati yang tercium di indera penciuman dukun itu. Sepeninggal Narsih, dukun itu mengumpat dan tentunya menghancurkan tempat ritual dan menjerit kencang. Dia tidak sanggup melihat usahanya hancur sia-sia.     

"Aku akan buat kau menjadi budakku, kalian semua akan aku buat budakku! Tunggu saja, aku tidak main-main." Amarah dari dukun terlihat jelas, dia tidak terima kalah dari hantu itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.