Dendam Winarsih

Apa kita Selamat



Apa kita Selamat

0Dino, Ian dan Paijo terdiam sesaat setelah dia tidak merasakan hawa panas dan bisikan yang membuat mereka tidak nyaman. Dokter senang akhirnya pasiennya bisa kembali ke titik awal. Panasnya juga tidak seperti tadi. dokter melihat ke arah mang Dadang yang sudah cemas.     

Ceklekk!     

Tidak berapa lama Nona masuk dan melihat dokter dan suster sudah berada di dalam kamar inap keduanya. Suster yang melihat nona hanya tersenyum.     

"Kenapa dengan teman saya dokter? Apa dia baik saja?" tanya Nona yang melihat dokter berada di kamar inap Dino dan lainnya.     

"Mereka tadi sedikit kejang dan panasnya luar biasa, tapi syukurlah mereka sudah baik dan panasnya sudah mulai stabil dan normal." Dokter memberikan penjelasan kepada keduanya.     

Mang Dadang dan Nona menganggukkan kepalanya, Nona yang melihat kondisi sahabatnya hanya bisa menatap sendu. Ketiganya kelihatan lesu dan tidak bersemangat lagi.     

"Jika ada apa-apa cepat kasih tahu kami segera," ucap dokter pada mang Dadang dan Nona.     

Mang Dadang dan Nona menganggukkan kepalanya mengiyakan apa yang dokter katakan. Dokter dan suster keluar dari kamar inap Dino dan kedua temannya. Nona menghela nafas panjang melihat Dino sudah tertidur. Entah obat apa yang diberikan oleh dokter.     

"Mang, kenapa mereka tadi? Apa mereka merasakan hal yang sama lagi?" tanya Nona.     

Mang Dadang menghela nafas panjang, dia duduk di sebelah Ian sedangkan Nona duduk di sebelah Dino. Mang Dadang meletakkan tangannya di kening Ian dan benar saja panasnya turun. Mang Dadang beralih ke Paijo dan sama juga, panasnya turun. Mang Dadang menyelimuti Paijo dan Ian.     

"Mang Dadang tidak tahu kenapa mereka bisa seperti itu. Mang Dadang baru datang dan melihat mereka sudah kejang dan gelisah, panasnya juga tinggi. Mungkin mereka kembali dikerjain dukun itu. Mang juga merasakan aura di rumah dan itu terlihat sosok ghaib di sana. Dia mau mencekik mang Dadang, tapi syukur Tuhan masih melindungi mang Dadang," jawab mang Dadang yang menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.     

Nona mengangga mendengar penjelasan mang Dadang, dia tidak menyangka hanya jasad yang di ambil oleh mereka dan tentunya dikembalikan lagi ke tempatnya, bukan untuk tidak hal aneh seperti dukun itu lakukan.     

"Mang, kita harus apa sekarang? Kalau dukun itu melakukan lagi kita harus apa? Bukan Bram yang kita hadapi tapi dukun itu. Dulu dukun itu sudah dihabisi Narsih tapi sekarang sepertinya dukun itu lebih kuat dari dulu," ucap Nona menatap mang Dadang.     

"Entah lah Nona, mang Dadang juga belum tahu, apa kita selamat nantinya sampai akhir mang Dadang juga tidak paham. Dendam Winarsih saja belum selesai apa lagi si dukun itu. Dia nyata bentuknya, nah Narsih kan enggak Nona," jawab mang Dadang dengan wajah sendu.     

Hari sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Nona dan mang Dadang masih duduk sambil sandaran di kursi masing-masing. Nona bangun dari kursi dan segera keluar, tapi di cegah oleh Mang Dadang.     

"Mau kemana Nona?" tanya mang Dadang selidik.     

"Mau cari makan buat kita Mang. Mang Dadang nggak mau makan dan tidak lapar kah?" tanya Nona menatap mang Dadang.     

"Lapar, tapi biar mang Dadang yang beli saja. Kamu di sini jaga mereka. Sudah malam juga, tidak baik kamu keluar malam, bahaya Nona," kata mang Dadang.     

Nona memberikan uang ke mang Dadang. "Ini uangnya mang." Nona menyerahkan uang ke mang Dadang. Mang Dadang menolak untuk mengambil uang yang Nona berikan.     

"Tidak usah, biarkan pakai uang mang Dadang saja. Simpan uangnya," jawab mang Dadang yang menolak uang Nona.     

Nona tetap memberikan uang untuk mang Dadang, dia tahu mang Dadang ke sini karena mereka yang membawanya. Mang Dadang yang harusnya kerja jadi tidak meneruskan pekerjaannya. Walaupun hanya kontrak di rumah sakit lama, tapi mang Dadang dapat uang juga.     

"Ambil saja mang, sudah cepat pergi. Udah lelah cacingku mang hahaha," kekeh Nona saat memberikan uang di tangan mang Dadang.     

Mang Dadang akhirnya menerima uang Nona, dia ke luar dari kamar inap Dino. Nona hanya memandangi punggung mang Dadang dari kejauhan yang menghilang. Nona menghela nafasnya, dia mengatur rasa takutnya kala melihat ketiga sahabatnya ini. Mereka tidak mungkin bisa melawan dukun yang ilmunya tinggi, tapi balik lagi pasti ilmu Tuhan lebih tinggi lagi.     

"Euhmm," erangan Dino membuat Nona tersentak dalam lamunannya.     

Nona mendekati Dino dan mengangkat tangannya Dino. Dino membuka matanya, dia melihat Nona di sebelahnya dan tidak lama Ian dan Paijo juga ikutan bangun. Keduanya merasakan pusing dan mual.     

"Aku mau muntah," ucap Ian yang mengeluh perutnya mual.     

Nona bangun dan membantu Ian untuk muntah, Nona mengambil mangkuk dan memberikan kepada Ian. Ian mengambil mangkok dan memuntahkan isi perutnya. walaupun hanya air saja.     

"Aku lemes kali, ingin aku bakar itu dukun jadi sate kambing, tega bener dia buat aku seperti ini. Kesal aku itu sumpah," geram Ian yang kesal karena kelakuan dukun itu.     

Paijo memijit keningnya, dia merasakan hal yang sama. Nona segera memberikan mangkok dan menunggu Paijo memuntahkan semuanya. Selesai dengan acara muntah, Nona memberikan air minum dan membenarkan posisi keduanya.     

"Kalian belum makan ya, itu ada makanan dan minum obat juga. Walaupun sakit kalian kurang jelas, aku harap kalian cepat sembuh dan kita memikirkan langkah selanjutnya saja," ucap Nona pada mereka.     

Dino dan lainnya menganggukkan kepalanya, ketiganya makan dengan pelan. Tidak lama mang Dadang datang, dia melihat ke arah Dino dan lainnya yang sedang makan. Sedikit terlambat, tapi tidak apa dari pada tidak ada sama sekali.     

"Nona ini makanannya, mang Dadang beli ayam bakar saja. Mang Dadang harap kamu suka ya," ucap mang Dadang.     

"Suka sekali aku mang, mana punyaku? Pasti tidak ada kan? Dasar pelit," kesal Ian yang melirik mang Dadang.     

Nona mencibir mulutnya mendengar perkataan ian. Sudah sakit, masih nyeselin sekali. Nona mengambil makanan yang dibeli oleh mang Dadang.     

"Terima kasih mang," ucap Nona yang mengambil makanan yang dibeli.     

Nona duduk di tempat lain dan memakan makanannya. Mang Dadang duduk di depan Nona dan makan bersama. Tidak ada yang berbicara hanya keheningan yang terasa. aroma melati tercium di hidung Dino dan lainnya. Mereka saling pandang satu sama lain, tapi tidak ada yang bicara.     

Narsih muncul di depan mereka dengan tatapan datar dan tidak ada reaksi apapun. Dino melirik narsih sekilas, dia hanya senyum kecil tidak ada yang mau berbicara sedikitpun.     

"Nona, mbak kamu tuh, sapa sana," ucap Ian yang melirik ke arah Nona.     

Nona melihat dan tersenyum ke arah Narsih. Narsih membalas senyuman dari Nona. Dia tidak tahu jika masalah dengan dukun mereda walaupun tidak tuntas.     

"Mbak manis, apa kau sudah menghabisi dukun itu? Jika belum, maka kau harus habisi dia, lihat kami seperti ini gara-gara dukun itu," adu Ian pada Narsih.     

Dino dan Paijo hanya bisa diam saat Ian sudah mengadukan kepada Narsih. Narsih tidak menjawab sama sekali, dia hanya menatap sendu ke arah Dino dan temannya.     

"Sudah, jangan mengadu ke Narsih, dia juga sedih melihat kalian seperti ini. Kita tanyakan pada mang Jupri, siapa tahu dia ada obat atau apapun untuk mencegah kalian terkena guna-guna. Tapi jauh dari itu semua kalian berdoa saja," kata mang Dadang lagi.     

"Aku setuju dengan mang Dadang, kita berdoa saja. Apapun itu semua Tuhan yang mengatur, kita hanya bisa menjalani saja apa yang seharusnya." Dino mengiyakan apa dikatakan oleh mang Dadang.     

Ian hanya bisa anggukkan kepala, dia tidak bisa menahan sakit hatinya. Dia hanya ingin membantu tapi malah kena seperti ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.