Dendam Winarsih

Pria Pengetuk Jendela



Pria Pengetuk Jendela

0"Sialan kamu! Kenapa kamu kagetin aku hahhh!" Teriak Ian yang kaget karena ketukkan jendela mobil.     

Mang Jupri yang sudah tua merebahkan dirinya di sebelah, Toni yang duduk di bangku belakang mencari minum dan meminumnya. Dino menatap tajam ke arah yang mengetuk pintu.     

"Tidak bisakah dia mengucapkan salam." Dino menggerutu karena kelakuan pria pengetuk pintu.     

"Jangan menggerutu kamu, buka sana dan tanyakan ke dia, mau apa dia mengetuk jendela," Mang Jupri memerintah kan ke Dino untuk membuka pintu.     

Klekk!     

Pintu mobil terbuka, pria pengetuk jendela itu melihat ke arah Dino yang membuka pintu. Dino menatap ke arah pria itu dengan tatapan tajam.     

"Kalian kenapa mengikuti dia?" Tanya pria itu lagi.     

"Kenapa? Apa kamu tidak suka?" Tanya Dino balik.     

Mang Jupri yang melihat sedikit keributan langsung mendekati keduanya. Mang Jupri menatap ke arah pria yang pengetuk jendela itu dengan wajah datar.     

"Aku tidak tahu, kenapa kamu mengetuk jendela, dan menanyakan ke kami kenapa mengikuti dirinya, apa ada masalah dengan kamu?" Tanya Mang Jupri kepada pria itu.     

Pria yang mang Jupri tanya itu anak buah dukun yang sering menganggu mereka selama ini. Mang Jupri tidak peduli siapa dia dan dari mana asalnya. Mang Dadang ikut turun mau tidak mau, sudah terlanjur pikirnya.     

*Kalian jangan ikut campur, jika kalian ikut campur, maka kalian akan aku buat menyesal," jawab anak buah si mbah dukun itu kepada mang Jupri dan Dino.     

Mang Dadang yang mendekati anak buah dukun itu memegang pundaknya dan bughhh! Mang Dadang memukul telak wajah anak buah si mbah itu. Anak buah dukun itu roboh dan pingsan. Mang Jupri dan Dino mengangga melihat apa yang dilakukan oleh mang Dadang kepada anak buah dukun itu.     

"Ya Tuhan, mang Dadang, apa-apa ini? Kenapa memukulnya? Ampun dah!" Dino memijat kening karena melihat kelakuan dari mang Dadang yang main pukul saja.     

"Bawa ayo cepat, kita ikat dia dan bawa dia ke rumah, kita anggap hari ini dia aman dan tidak ke rumah dukun itu, kita akan cuci otak dia, dengan begitu dukun itu tidak akan mempengaruhi dia, jimat yang dia pakai buang cepat Jupri," ucap mang Dadang kepada mang Jupri.     

Mang Jupri mengambil jimat dan membuang semua jimat yang dipakai oleh anak buah dukun itu. Setelah selesai, mang Dadang dan Dino mengangkat tubuh Paimin untuk masuk ke dalam mobil. Ian dan Toni mengangga melihat tingkah yang dilakukan oleh ketiganya.     

"Kalian tidak salah ini? Kalian bisa kriminal, tahu tidak!" Ian mulai panik, karena yang mereka bawa anak buah dukun itu.     

"Sudah, kamu tenang aja, Paijo, ayo kita pergi dari sini, aku yakin Diman pasti curiga pada kita jika kita terlalu lama di sini, ayo cepat Paijo," Ucap Mang Jupri kepada Paijo yang masih melamun karena melihat tingkah ketiganya.     

Mang Dadang yang sudah duduk di sebelah Paijo menepuk pundak Paijo yang melamun. Pukkk! Paijo terkesiap dan menatap Mang Dadang. Mang Dadang menyerngitkan keningnya, melihat reaksi Dino.     

"Kamu kenapa melamun Paijo? Ayo cepat, jangan buat kita ketahuan Diman, aku tidak mau makin panjang urusannya," Ucap mang Dadang yang meminta Paijo pergi.     

Paijo mengangguk dan langsung ke menyalakan mesin mobil dan membelah jalanan menuju kembali ke rumah. Paijo melirik dari kaca depan, dia melihat anak buah dukun di bawa pulang, cari mati ini namanya pikir Paijo dalam hati. Perjalanan dari rumah Diman ke rumah mereka lumayan sedikit jauh tapi tidak terlalu jauh. Tidak berapa lama, mereka sampai di rumah.     

Paijo dan Dino membantu mang Jupri mengangkat anak buah dukun itu ke dalam rumah. Sampai di rumah, Ian dan Toni memandang sendu ke arah mang Dadang dan mang Jupri. Mereka bingung harus bilang apa saat ini. Dino dan Paijo duduk di kursi sambil memperhatikan anak buah dukun itu.     

"Sekarang apa?" Tanya mang Jupri pada mang Dadang.     

Mang Dadang yang duduk di sebelah Dino mengangkat bahunya, dia tidak tahu harus berbuat apa, sudah cukup pikirnya untuk saat ini. Melihat mang Dadang yang mengangkat bahunya membuat Ian kesal.     

"Mang, kalau tidak ada ide, lebih baik kita jangan pukul dia sampai pingsan, kalau dukun itu tahu kita menculik anak buahnya, yang ada satu kuburan datang kesini. Aku tidak bisa bayangkan, apa yang akan terjadi, jika satu kuburan datang ke sini, aku pastikan kita akan kehabisan nyawa dan ikut dengan mereka dan Narsih akan tamat tanpa adanya balas dendam." Ian benar-benar kesal karena mang Kurdi melakukan ini pada anak buah dukun itu.     

"Jadi, aku biarkan saja dia menghipnotis kita, kamu tidak tahu jimat yang dia pakai itu? Dia mulai mengalihkan kita ke dukun itu, karena kita itu kenal dengan Narsih, kamu mau?" Tanya mang Dadang kepada Ian     

Mang Dadang tanpa sengaja melihat mulut anak buah dukun itu bergerak. Saat itu, Paimin membaca mantra untuk mang Jupri dan Dino tapi, beruntung sekali mang Dadang tiba lebih awal, jika tidak mungkin mereka berenam akan jadi tumbal saat ini. Ian yang mendengar apa yang dikatakan oleh Mang Dadang merinding dia menelan salivanya.     

"Beruntung mang Dadang cepat tanggap, jika tidak habis kita semua, aku tidak menyangka kalau dia ini berbahaya. Jadi, kita harus apa?" Tanya Toni memandang ke arah mang Dadang dan mang Jupri.     

"Kita harus antar dia ke tempat lain, jangan sampai dia ke sini dan kalau ke sini bahaya mang, kita tidak boleh menampung dia di sini bahaya untuk jiwa kita mang," ucap dino lagi.     

"Aku setuju dengan apa yang Dino katakan, kita tidak bisa membiarkan dia di sini, nanti dukun itu akan ke sini dan tahu sendiri ilmu gaib dia dan kita jauh, kita ada ilmu agama walaupun bisa mengalahkan dia tapi tidak sebanding dengan ilmu dia," jawab mang Jupri kepada mang Dadang.     

Mang Dadang melihat ke arah Paimin, dia masih mencari keputusan agar tidak ada yang terluka. Paijo melihat secara dekat wajah Paimin, dia menyerngitkan keningnya, namun secara tiba-tiba, leher Paijo di cekik oleh Paimin dengan kuat.     

"Akhhh! Tolong aku, aku tidak bisa bernafas sama sekali!" Paijo kewalahan karena lehernya dicekik oleh anak buah dukun itu.     

Mang Dadang dan mang Jupri dengan cepat menarik tangan anak buah dukun itu. Dino,Ian dan Toni juga ikut membantu keduanya. Ian memukul tangan anak dukun itu, tidak bisa juga terlepas, akhirnya mang Dadang yang kesal memukul tengkuk Paimin hingga Paimin pingsan kembali.     

"Ahhhhh! Sial! Kenapa dia bisa mencekikku?" Tanya Paijo yang kesal dan lehernya sakit karena dicekik oleh anak buah dukun itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.