HE ISN'T MYBROTHER

Pria Tua Pencemburu



Pria Tua Pencemburu

0Martha benar-benar dibuat kesal dengan putrinya. Pasalnya Rachel datang dan merusak face maks-nya. Acara yang selalu rutin, dan wajib ia lakukan setiap sore.     

Martha mendengus kesal. Putrinya itu datang dengan wajah kesal, lalu memaksa dirinya untuk menjawab pertanyaannya, yang hanya membutuhkan jawaban, 'iya atau tidak' dan Martha memilih menjawab dengan berdehem agar masker yang baru mengering itu tidak rusak.     

Namun Rachel tidak suka dengan jawaban Martha.     

Rachel memaksa sang mama untuk menjawab dengan benar. Maka terjadilah amukan Martha. Dan memang seharusnya begitu bukan? Tapi, di sini berputar terbalik. Rachel lah yang malah marah padanya.     

Dan itu semua gara-gara Delon.     

"Lon? Kamu apakan anak Mama?" tanya Martha dengan tangan yang sudah terlipat di dada.     

Delon yang baru melangkahkan kakinya di dalam rumah, dibuat terkejut.     

Pasalnya mereka berdua memang sedang dalam masalah. Tapi, dari mana Martha tahu? Jangan-jangan Martha juga tahu tentang hubungannya dengan Rachel?     

"Bagaimana aku tau, Ma. Aku tidak pulang dengan Rachel," jawab Delon mencoba setenang mungkin.     

Martha menghela napas beratnya, jika mengingat acara rutinannya rusak, hanya gara-gara Rachel.     

"Kamu jangan ngeless, ya, Boy! Rachel tadi bilang, kalau dia kesal dengan kamu! Memang ada masalah apa, kamu dan adikmu itu?" tanya Martha menyelidik. Tidak biasanya putrinya yang cerewet itu berubah muram.     

Delon mengulas tengkuknya. Dia pun juga bingung harus menjawab apa.     

Sesungguhnya Delon juga tidak tahu apa yang telah membuat kekasihnya itu marah padanya. Bahkan jadwal konsultasi Jenny hari ini, harus ia ganti dengan hari lain.     

"Itu Ma, mungkin karena aku tadi, tidak mengijinkan Rachel untuk keluar dengan teman kampusnya," jawab Delon berbohong. Martha pun mengangguk paham.     

"Hanya seperti itu saja Rachel sampai merusak masker Mama. Urus deh adikmu itu. Mama mau melanjutkan maskeran lagi di kamar, sebelum papa kamu datang," ucap Martha seraya mendirikan tubuhnya dan berjalan melewati Delon.     

Delon hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun.     

"Kamu kenapa sih, Chel," gumam Delon seraya mengulas kasar rambutnya.     

Sedangkan Rachel sudah mengunci kamarnya. Ia tahu jika Delon akan datang dan masuk ke kamarnya.     

Jangan harap kamu bisa masuk!     

"Dasar Delon tuaaa! Bisa-bisanya dia terperangkap dengan jebakan basi Rere!"     

"Apa kamu tertarik dengan Rere, hah?!"     

"Bagaimana bisa kamu segampang itu menggendong si lampir di hadapan banyak orang! Aku benci kamuu!" tambah Rachel dengan berteriak seraya memukul guling yang sudah ia jadikan sebagai pengganti Delon.     

Delon sekarang telah berada di muka pintu kamar Rachel. Tangannya bergerak untuk membuka knop kunci kamar Rachel, tapi gagal. Kamar itu telah terkunci.     

"Chel, kamu kenapa? Jawab aku!" teriak Delon dari luar. Tapi, Rachel enggan membalas. Dia memilih diam.     

"Chel, jangan seperti ini, aku tidak tau aku salah apa, jangan mendiamiku seperti ini," tambah Delon kembali dengan nada lesunya.     

"Ck, katanya dia tidak tahu kesalahannya apa," decak kesal Rachel saat mengulangi perkataan Delon.     

"Sayang, ayo kita bicara dulu," mohon Delon yang sudah kehabisan ide untuk menangani Rachel.     

Rachel masih diam. Dia benar-benar tidak mau berbicara dengan Delon. Hati dan matanya sudah teramat sakit melihat keakraban Delon dan Rere.     

"Sayaang, ayo bicara dulu, kamu kenapa? Aku berbuat salah tadi? Apa aku menyakitimu?" kata Delon lagi. Ia berharap kalimatnya yang terakhir ini dijawab oleh Rachel.     

Benar juga. Rachel langsung membalas Delon. Tapi, jawaban itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Delon.     

"Pergii! Kamu menggangguku!" teriak Rachel dengan keras.     

Delon yang sudah lelah memilih diam sembari meletakkan dahinya di depan kamar Rachel. Delon menjulurkan kedua tangannya menyentuh permukaan kayu berwarna coklat keemasan itu.     

"Jangan seperti anak kecil, Chel. Kita bisa bicara baik-baik," ujar Delon.     

"PERGI!" teriak Rachel sekali lagi.     

Delon mengulas kasar wajahnya berulang kali. Kemeja yang semula rapi dan masih tertata rapi.     

Sekarang kedua lengan kemeja itu sudah tergulung, lalu dasi yang terlilit rapi di lehernya pun, telah Delon lepas paksa.     

Namun saat Delon ingin mengucapkan kalimatnya yang terakhir, sebelum dia kembali ke kamarnya dan mencoba membiarkan Rachel sendiri.     

Tiba-tiba Delon merasakan tepukan tangan pada pundaknya.     

"Chel ...,"     

Bugh     

"Hallo, Kak Delon?" ucap seseorang yang telah berada di belakang Delon.     

Delon memutar kepalanya. Lalu menatap lelah pada sosok yang sama sekali sangat familiar di matanya.     

Siapa lagi jika bukan Nino. Nino tadi berjanji akan mengajak Rachel menonton.     

Tapi, saat Nino mengajak Rachel untuk pergi, Rachel menolak. Rachel ingin nonton di kamarnya saja.     

"Sedang apa lo di sini? Tugas lo bukan di sini," sungut Delon dengan tatapan yang telah berubah menjadi tajam.     

Nino menurun naikkan buku tangannya. Mencoba memberi saran agar pria di depannya untuk bersabar.     

"Sabaaar dong! Gue ada janji sama Rachel. Mau ini ...," Nino menunjukkan dua kantong besar di kedua tangannya.     

Delon masih menatap tajam Nino. Seakan Nino memang pemangsa liar yang ingin mengambil jatah makanannya.     

"Di sini nggak ada yang kekurangan makanan. Lo bisa pulang!" sahut Delon masih tajam.     

Nino hanya terkekeh mendengar jawaban dingin Delon yang sudah lama Nino tidak dengar bertahun-tahun.     

"Ini bukan oleh-oleh. Ini suruhan nona Rachel," balas Nino dengan terkekeh.     

"Jangan macam-macam, mana mungkin Rachel mau makan se ...," belum sempat Delon melanjutkan kalimatnya. Delon mendengar suara pintu kamar Rachel terbuka.     

Ceklek     

Pintu kamar Rachel terbuka. Tapi, hanya menampilkan sebagian wajah cantik Rachel. Selebihnya tidak ada senyum atau guratan kecerian seperti biasa.     

"Nino, lo udah datang? Ayo cepetan masuk," ajak Rachel dengan suara datarnya.     

"Hm. Okay!" jawab Nino antusias.     

Berbeda dengan Nino yang antusias untuk masuk ke kamar Rachel. Delon malah dengan cepat menahan celah pintu yang terbuka.     

"Chel, ayo bicara dulu! Sampai kapan kau akan seperti ini," kata Delon sembari menahan kekuatan Rachel yang juga ingin menutup pintunya.     

"Lepas, aku bilang lepas!"     

"Nggak! Kita bicara dulu!"     

Rachel benar-benar kesal dengan Delon.     

Ia hanya memerlukan waktu sendiri, dan Rachel tidak mau melihat wajah Delon yang terngiang di pikirannya saat mengingat Delon dengan gampangnya menggendong Rere, musuh Rachel.     

Kekuatan Rachel mulai melemah menghadapi Delon. Tanpa berpikir panjang, Rachel langsung menggigit jemari Delon yang sedang menahan celah pintunya. Hingga Delon meringis kesakitan dan melepas pertahanannya.     

"Awwwh...."     

Delon mengebas-ngebaskan tangannya yang telah digigit Rachel.     

"Sudah berapa lama gue ninggalin Rachel. Sepertinya dia lebih ganas dari macan betina," gumam Delon yang masih merasa kesakitan di jemarinya.     

BRAK     

Pintu kamar Rachel langsung tertutup dengan keras.     

Syukurin! Gumam Rachel dalam hati.     

"Chel, kenapa kamu malah menggigitku?" tanya Delon polos.     

Bukannya jawaban Rachel yang Delon dengar, malah Nino yang menjawab pertanyaannya.     

"Sudah pergi sanaa! Gue pengen bersenang-senang dengan Rachel dulu," sahut Nino keras dengan nada menggodanya.     

Delon yang menderangarnya langsung mengepal kedua tangannya erat. Seakan ingin sekali memberi pelajaran pada Nino sekarang.     

"Gue nyesel bawa dia pulang!" gumam Delon dengan amarahnya yang memuncak.     

"Lo berani nyentuh Rachel. Lo sekarang akan gue kirim ke Inggris!"     

"Guee bercanda Kak Delon yang tampan. Dasar pria pemarah!" balas Nino dengan nada cemberutnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.