HE ISN'T MYBROTHER

Bulu Perindu Jenny



Bulu Perindu Jenny

0Hari ini Delon harus menempati janjinya dengan Jenny mengenai konsultasi skripsi.     

Delon sudah panjang lebar menjelaskan bagian mana saja yang harus Jenny perbarui, dan selebihnya sudah bagus.     

Sebagai seorang dosen, Delon bertindak secara profesional. Delon tidak memandang Jenny siapa, dan ia mengenal Jenny atau tidak.     

"Saya rasa sudah cukup. Kamu hanya menambahkan beberapa data lagi secara rinci, bagaimana alur kas masuknya ke dalam perusahaan. Selebihnya, skripsimu sudah bisa saya terima," jelas Delon seraya mendorong hardcopy skripsi Jenny.     

Jenny mengangguk paham. Senyumnya terulas di wajahnya sedari tadi. "Makasih, Kak," ucap Jenny tanpa mengalihkan matanya ke arah pria tampan di depannya.     

Delon mengangguk, "Ingat kita bukan di lingkungan rumah. Kau harus bedakan itu."     

Jenny terdiam. Sifat dingin seperti inilah yang membuat Jenny tergila-gila, dan mampu berbuat apapun demi mendapatkan Delon.     

"Baiklah, Pak. Apa kita bisa makan siang bersama? Aku hanya ingin merayakan keberhasilanku," tawar Jenny pada Delon. Berharap pria tampan itu mengiyakan.     

"Aku tidak bisa. Pekerjaanku masih banyak," tolak Delon dengan nada dinginnya.     

Jenny yang mendengar penolakan Delon hanya tersenyum kecut. Tangannya langsung meraih benda pipihnya dari dalam tas.     

"Kak, aku hanya menginginkan makan siang saja. Lihat, papi sedang merencakan hal yang lebih buruk lagi kepada perusahaan om Jeno," ucap Jenny sembari memperlihatkan bukti video dari kantor Tio.     

Delon menurunkan kedua alisnya. Memperhatikan apa yang dilakukan Tio, lalu mata Delon juga tercekam melihat musuhnya bersengkokol dengan pamannya sendiri.     

Saat Delon ingin lebih dalam menonton video yang sedang diperlihatkan Jenny padanya. Tiba-tiba Jenny lebih dulu menarik video itu dari depan mata tajam Delon.     

"Eitsss! Ayo makan siang denganku, Kak. Aku akan perlihatkan video ini. Aku tau, kamu sedang mencari Antoni Hwang," tungkas Jenny dengan seringai di bibirnya.     

"Aku sudah melakukan apapun demi kamu, tapi kamu tidak pernah melihatku," sambung Jenny yang sudah mencondongkan tubuhnya di hadapan Delon.     

Delon menatap tajam ke arah Jenny. Ia tahu cepat atau lambat, perempuan ini akan menunjukkan sifat aslinya.     

"Ayo! Segera tunjukkan video itu," ucap Delon mengiyakan ajakan Jenny.     

Seakan tidak mau bertindak bodoh lagi. Delon dengan cepat mengambil ponselnya, lalu mengarahkan ponselnya di bawah meja.     

Jemari Delon langsung mencari keberadaan kontak Rachel.     

Dengan cepat, Delon mengetik pesan kepada Rachel dan Regan, tanpa sepengetahuan Jenny.     

To Rachel Mauren     

Sayang, Maaf kita harus membatalkan makan siang hari ini. Aku harus menemani Jenny makan siang, dia punya bukti lagi tentang rencana paman Tio.     

Aku juga sudah menghubungi Regan untuk menemaniku dari belakang, tanpa sepengetahuan Jenny.     

Aku mencintaimu, Sayang.     

Jenny menampilkan senyum kemenangannya. Kakinya juga melangkah seiring dengan langkah Delon di sampingnya.     

"Jangan terlalu dingin, Kak. Aku takut tidak bisa membuatmu pulang," bisik Jenny dengan nada menggodanya.     

Delon bergeming. Ia hanya menampilkam wajah datarnya.     

Delon tidak akan pernah tergoda hanya dengan penampilan Jenny yang seperti ini. Tidak ada wanita yang membuat tergoyah, selain dengan Rachel.     

Hanya berdekatan dengan Rachel saja, hasratnya sebagai pria dewasanya selalu menuntut lebih. Delon benar-benar dibuat tergila-gila dengan Rachel.     

"Kau lebih seksi jika dingin seperti ini," sambung Jenny dengan tidak tahu malunya, menyentuh dagu kekar Delon di hadapan para mahasiswa di sana.     

Delon dengan reflek menjauhkan tubuhnya, lalu menggegam keras jemari Jenny, menghempasnya dengan kasar.     

"Sekali lagi kamu menyentuhku, aku pastikan tidak hanya jemarimu ini yang patah. Tetapi, seluruh tubuhmu akan aku buat lumpuh!" ancam Delon dingin.     

Jenny hanya mengulas senyum seringainya, ia bahkan melupakan rasa sakit jemarinya yang diremas kuat oleh Delon.     

Rasa sakit itu tidak pernah berarti apapun untuk Jenny.     

"Kamu lebih galak dari yang aku duga," ucap Jenny dengan berbisik, lalu melangkahkan kakinya lebih dulu.     

Jenny tidak akan bertindak bodoh dan menghancurkan rencananya sendiri.     

Sedangkan mata para mahasiswa seakan disajikan film beradegan dewasa yang memperlihat kedua pemain utama saling mengungkapkan rasa kegamumannya dengan cara berbisik menggoda.     

"Gila nggak sih, bisa-bisanya mereka pacaran di kampus!"     

"Adegan uwu bangettt! Jenny memang selalu hotest."     

"Apa mereka memiliki hubungan? Sepertinya mahasiswa S2 itu menyukai pak Delon."     

Bisikan para mahasiswa terdengar jelas di telinga Delon. Dan mungkin juga, akan terciptanya gosip yang sebenarnya berbeda dengan apa yang mereka lihat saat ini.     

Untungnya, Delon sudah memberitahu Rachel. Apapun nanti gosip yang beredar tentangnya, Rachel tidak akan marah lagi dengannya.     

Di sisi lain, Rachel dan para sahabatnya sedang berada di atas tribun tempat duduk untuk melihat pertandingan basket Maichel.     

Di samping Rachel juga sudah ada Remo dan Alvin yang memang tidak ada jam kuliah. Jangan ditanya di mana Nino. Nino akan selalu berada di sisi Rachel, sesuai dengan tugas yang berikan Delon padanya.     

"Chel, haus nggak?" tanya Remo perhatian. Sedari tadi mata Remo tidak henti-hentinya melirik keberadaan gadis cantik di sampingnya.     

Setelah mendengar penjelasan dari Rachel mengenai siapa Delon. Akhirnya Remo menutuskan untuk berjuang kembali. Karena yang Remo tahu, jika Delon dan Rachel adalah saudara. Dan tidak mungkin memiliki hubungan yang lebih dari itu.     

Rachel mengangguk, "Iya, gue hau...," belum sempat Rachel menyelesaikan jawabannya.     

Nino dengan possesifnya langsung menyodorkan botol minum yang tadi diberikan oleh salah satu mahasiswi yang diam-diam menyukai Nino.     

"Nggak, nggak! Nih, gue udah bawain. Lo nggak perlu repot-repot," ucap Nino sengit, seraya melirik tajam ke arah Remo yang menatapnya tak kalah tajam.     

"Pinter juga," puji Rachel sembari meneguk minuman yang diberikan Nino.     

Sellyn dan Vero menahan tawa, saat melihat Remo dan Nino saling bergulat pandangan mata.     

"Sabar, Bro. Mengalah dulu baru menang," bisik Alvin mencoba menengahi kedua pria dewasa itu.     

"Lo jagoin siapa, hah?" bisik Sellyn pada Vero sembari menyikut dengan sikunya ke arah Vero.     

Vero memandang Remo lalu bergantian pada Nino. Keduanya terlihat sama-sama kuat, kualitas wajahnya juga tidak bisa diragukan lagi.     

Tapi, kualitas kejan*anan kedua pria itu sudah kalah dengan kualitas pria dewasa seperti Delon.     

"Pak Delon dong!" sahut Vero tiba-tiba, hingga membuat semua orang menatapnya.     

Vero menelan salivanya dengan susah. Ia baru menyadari kebodohannya tadi.     

"Ups, mampus gue!" gumam pelan Vero.     

Begitu juga dengan Rachel yang langsung menghentikan minumnya. "Ada apa sama pak Delon?" tanya Rachel menuntut jawaban Vero.     

Vero bingung harus menjawab apa. Ia tidak mungkin mengatakan jika dirinya sedang taruhan dengan Sellyn di depan banyak orang.     

Vero melirik ke arah Sellyn, untuk meminta bantuan. Tapi, bukannya membantu, Sellyn juga ikut-ikutan bingung.     

"Pak Delon ...,"     

TING     

TING     

Satu pesan dan video diterima.     

"Bentar, Ver!" ucap Rachel menghentikan kalimat dari Vero.     

Rachel menerima sebuah kiriman video dari Jenny.     

"Sialan perempuan ular itu!" umpat Rachel memanas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.