HE ISN'T MYBROTHER

Papa Jeno Tersipu



Papa Jeno Tersipu

0Pak Raden sedang berdiri menatap rekan kerjanya dari kejauhan.     

Pak Dinar masih dengan setia memegang tangga yang telah digunakan Delon tadi untuk memanjat ke kamar Rachel.     

Pak Raden menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan teman kerjanya itu.     

Pak Raden sudah selesai makan. Tapi, Pak Dinar masih saja berdiri dengan tangan yang masih menahan kaki tangga.     

"Aku kira kamu udah nyusul aku, Pak. Ternyata masih di sini aja," ucap Pak Raden yang sudah mengikis jaraknya lebih dekat.     

Pak Dinar memutar kepalanya, lalu melirik ke arah pusat suara itu. "Aku takut, kalau Tuan muda marah, jika aku tidak di sini," balas Pak Dinar apa adanya.     

Pak Raden yang mendengar jawaban dari Pak Dinar langsung mengulas wajahnya dengan kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini.     

Entah Pak Dinar yang polos, atau memang bod*h.     

"Gini... gini, dengerin ya!"     

"Ini udah jam berapa?" tanya Pak Raden sengaja.     

Pak Dinar yang sedang ditanya Pak Raden, langsung melirik ke arah jam tangan milik Pak Raden.     

Pak Raden yang menyadari lirikan Pak Dinar langsung menepuk keningnya. Ia malah mengikuti kepolosan Pak Dinar.     

Mana mungkin Pak Dinar memakai jam tangan. Sedangkan pekerjaan Pak Dinar hanya menyapu dan membersihkan halaman taman saja.     

"Hadeh, lupa-lupa! Kamu 'kan nggak punya jam tangan!" kata Pak Raden.     

"Itu tau. Kenapa masih tanya?" sahut Pak Dinar.     

"Ni, lihat ... Kamu di sini udah 2 jam ...," ucap Pak Raden sembari menunjukkan jam tangannya.     

"Kalau tuan muda masih bertengkar dengan Non Rachel, dia juga akan keluar dari pintu, kalau pun udah baikan, tuan muda juga akan keluar dari pintu," lanjut Pak Raden.     

"Nggak mungkin turun ke sini lagi, Pak Dinar. Apalagi lewat tangga, tambah nggak mungkin," sambung Pak Raden dengan nada yang ia tekankan karena gemas dengan temannya itu.     

Pak Dinar mulai berpikir mengenai penjelasan panjang lebar dari Pak Raden. Kalau dipikir lagi, Itu memang benar.     

Lalu untuk apa Pak Dinar menunggu tuan mudanya turun, sedangkan tuan mudanya itu pasti keluar lewat pintu kamar nonanya.     

Dasar Pak Dinar! (Hwahaha.)     

'Pak Raden benar juga. Ngapain juga aku di sini, mending pulang, tidur, ngelonin istri ...,' batinnya.     

"Oke deh, aku mau pulang aja. Pak Raden di sini. Gantiin aku," tungkas Pak Dinar dengan senyum mengejeknya.     

"Siapa tau Non Rachel lupa naruh kuncinya," tambah Pak Dinar dengan nada pelannya, lalu langsung berlari seribu langkah meninggalkan Pak Raden di sana.     

"Eh, dasar, yaa kamuuu, temen sialan!" teriak Pak Raden seraya mengangkat kepalan tangannya di udara searah dengan kepergian punggung Pak Dinar.     

Jenny saat sedang menuju ke perusahaan Tio. Kakinya terus melangkah dengan angkuh. Tidak ada satupun sapaan dari karyawannya yang dijawab oleh Jenny.     

Para karyawan juga tahu jika sapaan mereka akan sia-sia saja. Tapi, apa boleh buat, mereka masih ingin makan dan membiayai keperluan keluarga mereka lainnnya.     

Sapaan dari mereka hanya terlewat dari bibir sebagai formalitas atasan dan bawahan saja.     

"Sudah angkuh sejak kecil, mau gimana lagi? Beda dengan nona Rachel, keponakannya nona Jenny, dia sangat cantik dan ramah," bisik salah satu karyawan yang juga ikut menyapa Jenny tadi.     

"Iya aku tau itu. Nona Rachel memang berbanding terbalik dengan nona Jenny," balas yang lain dengan berbisik juga.     

Tidak hanya mereka yang saling menggunjing mengenai setiap kedatangan Jenny ke perusahaan.     

Para karyawan dari tingkat devisi atas juga akan bergosip tidak suka jika Jenny akhirnya datang, dan ini akan menjadi lembur berkepanjangan bagi mereka.     

"Sayang, kenapa ke sini nggak bilang-bilang, Papi?" kata Tio yang sedikit terkejut dengan kedatangan putrinya itu tanpa mengetuk.     

Jenny menghampiri meja kerja Tio langsung memeluk dan mencium pipi kanan Tio.     

"Aku lelah tidur di kamar, Pi," balas Jenny bohong.     

Tio yang mendengar alasan Jenny hanya mengangguk paham. "Jangan bekerja dulu, tubuhmu masih lelah," sahut Tio yang seakan tahu gerak-gerik putrinya itu.     

Jenny mengulas senyum simpulnya, lalu mengeluarkan benda pipih yang terus saja bergetar di tasnya.     

"Tubuhku sudah jauh lebih kuat. Aku ingin bekerja, Pi. Aku ingin menjadi istri yang pintar untuk, Kak Delon," tungkas Jenny yang langsung membuat wajah Tio tiba-tiba murung.     

"Maaf, Papi belum bisa membujuk Delon, Nak," ujar Tio sekali lagi.     

Jenny yang tadi menampakkan wajah bahagianya karena mengingat nama Delon. Kini wajah itu telah berubah menjadi sendu.     

Tio yang merupakan satu-satunya jembatan antara dirinya dengan Delon, sudah mengatakan kegagalannya.     

Ini berarti Jenny akan benar-benar mengancurkan Jeno.     

Jika cara Papi belum bisa membawa Delon padaku, aku akan benar-benr menghancurkan perusahaan om Jeno, sampai dia berlutut di depan Papi.     

Di rumah besar Jeno. Kini terjadi suasana manis. Rachel sudah tidak lagi marah pada Delon. Bahkan sedari tadi Rachel selalu ingin menempel pada lengan kekar Delon.     

"Rachel, itu lepas tangan Kakakmu! Dia kesakitan pasti," seloroh Martha yang kesal yang melihat Rachel mengunci pergerakkan putranya.     

Rachel menggeleng cepat. "Kak Delon nggak protes, Ma ...,"     

"Kalau pun sakit, dia pasti nggak apa-apa, dia sangat kuat!" sahut Rachel sembari melirik ke arah Delon yang menampakkan wajah santainya sembari menikmati film yang diputar Rachel.     

Martha terlihat bingung dengan ucapan Rachel. Maksud dari kuat di sini apa? Martha benar-benar dibuat pusing dengan Rachel.     

"Biarlah, Ma. Sekali-kali manja dengan Kakaknya sendiri, nggak pa-pa," sahut Jeno yang sedang menikmati film juga.     

Martha membuang napasnya, "Huh, kalian berdua itu, selalu saja membela Rachel," ujar Martha kesal seraya mencebikkan bibirnya.     

Delon yang mendengar desahan kesal dari Martha hanya tertawa kecil. "Pa, sepertinya Mama perlu suntikan vitamin," ucap Delon frontal, hingga membuat Martha melotot horor ke arah Delon.     

Bukannya kesal, Jeno malah tertawa terbahak-bahak, sedangkan Rachel langsung mencubit pinggang Delon.     

"Awhh...," jerit Delon tertahan karena cubitan Rachel.     

Pria tua ini, kalau ngomong suka seenak jidatnya! seloroh kesal Rachel dalam hati.     

Jeno memutar kepalanya ke arah Martha. Pandangan pria paruh baya itu sangat menggoda, seakan menyiratkan keinginan, seperti apa yang dikatakan Delon.     

"Ma ...," bisik Jeno menggoda. Martha yang mendengar bisikan suaminya itu semakin melototkan matanya ke arah Jeno, sembari mengkode ke arah Rachel dan Delon. Martha malu.     

"Mereka udah besar. Mereka pasti tau," kata Jeno lagi dengan menaik-turunkan alisnya.     

Akhirnya Martha mengangguk, lalu berjalan duluan meninggalkan ruang keluarga.     

Melihat istrinya sudah menjauh. Jeno langsung mengatakan jika dirinya sudah mengantuk. Padahal ia akan memulai olah raga malam bersama Martha.     

"Chel, Papa tidur dulu, ya? Mamamu udah ngantuk tuh," ucap Jeno yang langsung diangguki Rachel. Tapi, tidak dengan Delon.     

Delon malah memberikan kedipan sebelah matanya ke arah Jeno. Ia tahu apa yang sedang ditahan pria paruh baya itu.     

"Lon, kamu juga cepetan tidur! Kamu semakin malam semakin membuat Papamu ini kembali muda," kata Jeno lagi yang langsung dibalas Delon dengan tawa kecilnya.     

"Jangan sampai buat mama kelelahan, Pa!" teriak Delon dengan tidak tahu malunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.