HE ISN'T MYBROTHER

Kejujuran Delon



Kejujuran Delon

"BRENGSEK!"     

"Apa kau gila, hah?!" sentak Delon yang sudah mencekram kerah kemeja Rian.     

Delon yang semula tidak memperdulikan segala ucapan Ryan. Namun, semakin lama, Ryan selalu mengatakan kalimat vulgarnya ... dan itu Ryan tujukan kepada ... Rachel.     

Delon tidak terima.     

Rian menyeringai senyum liciknya. "Di mana memang letak kegilaanku?" tanya Rian tanpa rasa berdosanya.     

Delon berdecih. Menatap muak Ryan.     

Marina sudah ingin melerai kedua anaknya itu. Tapi, kemarahan Delon, membuatnya terdiam takut di tempat.     

"Lon ... Nak, Ryan, hentikan. Kalian adalah saudara, tidak boleh seperti ini," kata Marina yang tak kuasa melihat pertengkaran kedua anaknya itu.     

Dinu menghela napas panjang. Ia memijat kening tuanya, mendesah kesal.     

"Kamu duduklah. Biar aku yang melerai mereka," ucap Dinu memegang bahu Marina lembut, menyuruh istrinya itu untuk duduk.     

"Tapi, Mas ...," kalimat Marina tertahan. "Duduklah, mereka tidak apa-apa," sambung Dinu menenangkan. Marina mengangguk.     

"Perempuan itu akan menggantikan tunanganku memakai gaun pengantin. Kau akan datang, bukan?"     

"Jaga mulutmu! Pria sepertimu tidak pantas bersama dia!" seloroh Delon berapi-api.     

Ryan mengeluarkan ludahnya ke samping dengan sengaja. "Apa kau yakin? Adikmu itu sepertinya lebih menggairahkan."     

BUGH     

Satu pukulan keras menghantam wajah Ryan. Hingga Marina menjerit takut melihat kemarahan Denis.     

"Stop! Kalian apa-apaan!" Dinu langsung memisahkan Delon dan Ryan.     

Ryan mengulas sudut bibirnya yang sudah mengeluarkan darah. Lalu, menarik kerah kemeja Ryan dengan kasar.     

"Kau juga Ryan. Papa tidak setuju kamu membatalkan pertunanganmu dengan Yona, hanya gara-gara menyukai Rachel."     

Delon membuang pandangannya. Kemeja lengan panjangnya langsung ia gulung setengah lengan.     

"Aku harus pergi. Maaf membuat keributan. Permisi." Delon membungkukkan tubuhnya di antara Dinu dan di depan Marina.     

Delon mengayunkan kakinya keluar dari rumah tanpa menunggu balasan dari Dinu.     

Rumah yang dulu menjadi pusat tawa dan bahagianya, sekarang ia harus menodai dengan percikan darah dari ketidakmaluan Ryan.     

"Urusi anak Papa. Baru bertemu saja, membuat jengkel," gumam kesal Ryan yang berbalik menuju kamarnya meninggalkan Dinu dan Marina terdiam di sana.     

Rian dengan gampangnya mengatakan jika Rachel akan datang sendiri ke ranjangnya, seperti wanita-wanita milik Ryan.     

Ryan tidak tahu, bagaimana perjuangan Delon menjaga dan mendapatkan hati Rachel. Itu tidaklah mudah.     

Apalagi, jika melihat keposesifan Jeno. Delon benar-benar kesulitan waktu itu.     

Lidah adalah senjata paling tajam dari sebuah parang     

Hal itu juga yang membuat emosi Delon meningkat tinggi. Dan memutuskan untuk pulang tanpa mengatakan apapun kepada Dinu.     

"Kak, dari mana?" tanya Rachel yang sudah lama menunggu pria tampan itu di depan rumah.     

Delon menghembuskan napas kesalnya. Lalu, mencoba menggores senyum untuk menyambut pertanyaan Rachel.     

"Aku ... dari rumah papa," balas Delon, sembari mengulas pucuk kepala Rachel.     

Rachel menurunkan kedua alisnya, melihat tampilan Delon nampak lebih kacau daripada tadi di kantor.     

"Are you okay?" tanya Rachel perhatian. Delon mengangguk, lalu menarik tangan gadis itu untuk masul ke dalam pelukannya.     

"Aku kangen ...," ucap Delon memeluk erat tubuh ramping Rachel. Ia takut semua perkataan Ryan akan berhasil mempengaruhi Jeno.     

"Aku juga," balas Rachel, bahagia. Ia ikut membalas pelukan kekasihnya itu.     

Tanpa mereka sadari, ada mata Bu Rina yang sedang menatap kemesraan kedua pasangan sejoli yang berbeda umur itu.     

Mata tuanya begitu terkejut, mendengar setiap kata yang keluar dari mulut kedua majikannya itu.     

Itu bukan kalimat yang seharusnya diucapkan oleh kakak dan adik. Bi Rina tahu itu.     

Bi Rina masih belum menyangka hubungan kedua majikannya telah sampai di titik seperti ini.     

"Kak," panggil Rachel mendongakkan kepalanya.     

"Hem," jawab Delon sembari mengulas lembut pipi Rachel.     

"Kamu nggak akan pergi kan?" Delon menatap lekat gadis di depannya. Ia tidak tahu harus mengatakan seperti apa.     

Jika, hari ini Delon mengatakan semuanya kepada Jeno. Tentunya ia tidak akan bisa tinggal di rumah ini lagi.     

Delon juga belum bisa tinggal atau pun menerima Marina sebagai ibu penggantinya.     

"Menurutmu?" Delon memeluk pinggang Rachel, sedikit menurunkan kepalanya untuk mengenai kening Rachel.     

Rachel memukul dada Delon kesal. Bukan jawaban yang ia terima, malah pertanyaan lagi dari Delon.     

"Issh, ngeselin!"     

Delon terkekeh kecil mendapat pukulan dari Rachel yang tentu sakitnya tidak terasa di tubuh kekar pria itu.     

"Ayo menikah." Rachel membola. Telinganya tiba-tiba tuli seketika.     

"Hah, apa?" Rachel meminta Delon mengulangi kalimatnya lagi. Tapi, pria itu hanya menggeleng sembari menarik garis senyum tampannya.     

"Nanti, saja. Kamu pasti akan mendengar lagi."     

Cup     

Delon mencium kilas bibir Rachel. Lalu, membawa untuk masuk ke dalam rumah.     

"Ya Tuhan... Tuan muda dan Non Rachel ...," gumam Bi Rina tidak menyangka, mulutnya ia tutup dengan buku tangan.     

Delon menggandeng Rachel menyusuri ruangan rumah. Senyum cantik terukir di bibir merah Rachel.     

Bahkan, berkali-kali Rachel menaik-turunkan pandangannya menatap tangan Delon yang menggegamnya erat.     

"Kalian, habis dari mana?" tanya Martha yang tidak sengaja bertemu kedua anaknya.     

Rachel mencoba melepas tangannya, tapi Delon malah semakin kuat memggegam tangan Rachel.     

"Aku dari rumah lama, Mah," jawab Delon. Martha mengangguk paham.     

"Apa ... Dinu sudah datang?" tanya Martha sedikit membungkuk. Ia sedikit takut menanyakan hal sesensitif ini.     

Delon mengangguk sebagai jawabannya. "Ah, syukurlah, Dinu sudah sehat. Kamu harus sering-sering menjenguknya, Boy."     

Ekor mata Martha tanpa sadar melirik tangan putrinya yang digenggam possesif Delon.     

"Itu, kenapa kalian masih bergandengan? Rachel nggak akan hilang, Boy." Martha terkekeh kecil. Ia mengira jika Delon masih memperlakukan putrinya sebagai anak kecil.     

Padahal, Delon ingin membawa Rachel menemui Jeno.     

"Aaa ... haha, iya, Mah. Kak Delon selalu saja seperti itu," balas Rachel dengan tertawa canggung, melirik ke arah Delon yang sedang menahan tawanya juga.     

"Mah, papa di mana?" tanya Delon.     

"Biasa, di ruang kerjanya," jelas Martha.     

"Aku kesana dulu. Ayo, Chel!" Martha mengangguk tanpa curiga apa yang akan dilakukan Delon nantinya.     

Delon menaiki anak tangga, diikuti Rachel di belakangnya. Belum sampai menyelesaikan perjalanan mereka. Tiba-tiba Delon menghentikan langkahnya.     

Dugh     

Rachel menubruk punggung kekar pria di depannya itu. "Aduh, Kak!" desah kesakitan Rachel seraya mengelus keningnya.     

Delon tertawa melihat kekonyolan Rachel. "Makanya jangan ngalamun," ucap Delon sembari mencubit hidung mancung Rachel.     

"Ihh, aku nggak ngalamun, tau!" ngeles Rachel.     

Wajah Delon seketika berubah menjadi serius. Delon meraih kedua tangan Rachel, merapatkan, lalu mencium dengan dalam.     

"Chel, apa kamu siap, jika aku mengatakan hubungan kita kepada papa?" tanya Delon yang langsung membuat tubuh Rachel terdiam.     

"Chel ...," panggil Delon sekali lagi, dan langsung memecahkan ketegunan Rachel.     

"Ayo, Kak! Aku sudah lama menantikan hal ini." Rachel mengangguk yakin. Ia tidak mau jika Jeno nantinya akan menjodohkan dirinya dengan Ryan.     

Delon menatap dalam Rachel. Lalu mengangguk. Melanjutkan kembali langkah mereka.     

Tidak lama untuk sampai di ruangan Jeno. Pintu ruangan Jeno juga terbuka. Itu mempermudah mereka masuk.     

"Hei, kalian dari mana saja?" tanya Jeno antusias. Jeno sebenarnya ingin menanyakan tentang Ryan pada Delon.     

"Pah, aku ingin bicara serius. Mungkin ini tidak pernah Papa sangka. Tapi, aku tidak pernah main-main dengan perasaanku." Delon berdiri di depan Jeno.     

Sedangkan Rachel berdiri di belakang Delon. Seperti perintah Delon tadi.     

"Apa maksudmu, Boy! Kau ini, selalu berkata yang tidak Papamu pahami. Katakan yang jelas," balas Jeno yang masih belum paham.     

Delon memutar kepalanya ke arah Rachel. Rachel mengangguk pelan. Lalu, Delon kembali menatap pria paruh baya di depannya.     

"Aku ingin menikahi Rachel, Pah. Aku ingin hidup dengan Rachel selamanya." Jeno tersentak. Tubuh tuanya tanpa sadar hampir terhuyung kebelakang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.