HE ISN'T MYBROTHER

Apa Dia Masih Suamiku yang Dulu? (Martha)



Apa Dia Masih Suamiku yang Dulu? (Martha)

0"Di mana, Rachel! Katakan sekarang padaku! Dia putriku, aku berhak mengatur hidupnya akan berakhir dengan siapa!" pekiknya dengan nada begitu tinggi.     

Sedang wanita paruh baya yang sedang menidurkan tubuhnya setelah aktivitas rumah yang ia jalani seharian ini harus terpaksa kembali menuruti suara memekikan membuka matanya. Begitu sakit gendang telinga Martha mendengar suami yang akhir-akhir ini selalu membuat sakit kepala. Tak ada kemesraan seperti biasa, kini Jeno hanya mengisi hari-harinya dengan marah-marah.     

"Kenapa harus bertanya padaku? Jawabannya ada padamu, Jeno."     

"Kamu yang sudah mengusirnya, jelas kamu sudah mengetahui lebih dariku, bukan?" sambung Martha dengan napas malas berdebat di pertengahan malam seperti ini. Hari esok Martha lebih berharga dari pada menanggapi kemarahan Jeno.     

Martha tahu disetiap langkahnya ada anak buah suaminya yang terus mengawasi dirinya di mana pun ia berada. Ia pun dipaksa semakin cerdik untuk menghadapi Jeno. Kini Martha semakin tak mengenali seperti apa suaminya. Jelas, jika kedua anak mereka saling mencintai, ia pun yakin akan ada pelangi indah yang akan membuat Dinu kembali mengakui Delon sebagai darah kandungnya lagi di depan publik.     

Jeno selalu ingin tampil di depan publik dengan kehidupan keluarga yang sempurna, tapi jika semua tidak sesuai dengan kehendaknya, Jeno tentunya harus merelakan. Martha berkali-kali mengatkan hal ini, tapi pria tua yang sudah memberinya seorang putri itu tak mau mendengar Martha sama sekali.     

"Tenanglah dulu. Duduk, kenapa harus mempersulit hidup tuamu seperti itu? Kita sudah tidak muda lagi, biarkan mereka bahagia," ucap Martha kembali saat melihat Jeno berjalan mondar-mandir dengan memegang kening berkerutnya.     

Ia tahu bagaimana cemasnya Jeno, tapi ia juga tahu sahabatnya, Dinu. Dia begitu menyayangi Delon melebihi nyawanya. Dan tak mungkin kali ini membiarkan Delon hidup susah dengan sebuah perusahaan kecil yang Delon pegang sekarang hasil dari jerih payah putra angkatnya itu sendiri.     

Kenapa suaminya tidak pernah memandang dari segi, bagaimana perjuangan Delon emmulihkan perusahaan mereka yang hampir bangkrut karena Tio. Ia tahu, jika Jeno begitu mengkhawatirkan nasib Rachel, tapi ia yakin putrinya tak akan hidup susah bersama Delon.     

"Kamu jangan pura-pura bodoh, Martha! Sampai mati pun aku tidak akan merestui hubungan mereka!" berang Jeno yang mentap tajam penuh kilat ke arah istrinya yang tak pernah ia lakukan selama ini.     

Bersuara keras saja Jeno tak pernah. Apalagi memberikan tatapan yang punuh api membara seperti ini. Tapi, apa boleh buat. Kekesalan Jeno sudah mencapi titik puncaknya. Tak ada lagi maaf untuk Delon atau Dinu yang baru ia ketahui, juga sahabatnya itu ikut bersengkokol dengan kakaknya selama ini.     

"Hentikan, amarahmu. Kau pikir dengan marah-marah seperti ini bisa membuat Rachel pulang? Aku juga begitu sedih dengan kepergian putri kita. Tapi, dia yang memilih jalannya sendiri. Dia sudah besar, percayakan saja kepercayaan kita pada Rachel. Kamu bahkan lebih memahami putriku melebihku, bukan?"     

Jeno beredesis mendengar kalimat istrinya yang sekaan tak memahami dirinya. Sampai kapan pun Jeno bersumpah akan memisahakan Rachel dengan Delon sebagai bentuk balas dendam perushaannya yang hampir jatuh karena persengkokolan Tio dan Dinu.     

Begitu bodoh Jeno selama ini. Putra yang ia besarkan dengan penuh kasih sayang setara dengan kasih sayang kepada putri kandungnya. Apapun Jeno berikan dan percayakan kepada Delon, tapi apa yang dia lakukan padanya sekarang? Menusuknya dari belakang, membawa putri tunggalnya. Seharusnya Jeno membiarkan saja nasib Delon sengsara di jalanan.     

"Tidak. Aku akan membuat mereka pisah cepat atau lambat. Aku tak akan membiarkan Rachel hidup dengan anak dari pria tak tahu diri itu! Anaknya saja tidak dia akui, apalagi Rachel yang pastinya akan hidup menderita dengan Delon yang hanya memiliki perusahaan kecil ..."     

"Aku akan menemukan mereka di mana pun meraka berada. Aku tak butuh bertanya kembali padamu sekarang. Aku begitu kecewa denganmu, Martha," tambah Jeno yang mulai mengayunkan langkahnya keluar dari kamar dengan tangan yang mengepal erat di kedua sisi paha tuanya.     

BRAK     

Suara pintu terbanting dengan begitu keras. Hingga membuat tubuh wanita empat puluh tahun lebih itu terhentak, menggelang tak percaya melihat punggung suaminya sudah menghilang.     

Martha tak percaya kalimat-kalimat itu bisa keluar dari muluut suaminya. Ia juga begitu terkejut saat mendengar orang surahan suaminya melapor, jika Dinu juga menyumbangkan dana untuk membuat perusahaan suaminya lengser dari dunia bisnis. Martha masih belum mempercayai sahabat baiknya bisa melakukan itu setelah bertahun-tahun tidak bertemu dan apa mungkin itu terjadi?     

"Apa yang akan kamu jelaskan, Dinu. Lihatlah sahabatmu itu sudah mulai mengeluarkan tanduknya. Aku harap kalian tidak saling memacu tanduk." Wanita paruh baya itu menghela napas beratnya, sebelum memutuskan untuk membaringkan tubuh tuanya kembali. Permasalahn ini begitu rumit, setelah satu-persatu masalah menemui titik terang. Kini maslah baru kembali muncul.     

***     

"Sayang, kamu ngga lelah, hem?" tanya Delon saat memangku tubuh polos itu berada di pangkuannya. Istri kecilnya sedang membersihkan jambang yang belum sempat Delon bersihkan beberapa hari ini karena kondisi tubuhnya yang belum mampu bergerak. Tapi, jambang ini membuat tampilan Delon begitu gagah dan dingin, menurutnya. Meskipun menurut orang lain ada atau pun tidak, Delon tetaplah dingin dan menakutkan.     

Rachel menggeleng tetap fokus. Setelah pergulatan mereka tadi yang akhirnya terjadi. Rachel tak meminta beristirahat setelah itu, ia malah langsung membuat Delon memangkunya dan mulai memberikan busa putih di sekitar rahang tegas pria kekar itu. Delon hanya bisa pasrah menerima perlakuan Rachel.     

"Apa kamu benar-benar bisa, Sayang?" Delon mengernyit saat melihat Rachel seakan ragu untuk menggoreskan pemangkas itu di atas tumpukan busa di rahangnya. Delon begitu tahu bagaimana Rachel yang begitu ceroboh.     

Rachel yang sedari tadi terfokus dengan tumpukkan busa kini beralih menatap tajam pada bola mata hitam legam di depannya. Pantulan dirinya yang begitu menyeramkan membuat Delon mengangguk susah.     

"Diam, dan lihat hasilnya. Aku tidak melakukan sesuatu tanpa hasil baik." Delon hanya diam dan terpaksa membiarkan istrinya memberikan pelayanan pencukuran yang begitu menakautkan baginya saat ini.     

Namun, di pertengahan jalan, Delon merasakan kelancaran dalam goresan Clara. Tangan Delon pun tak mau diam merasakan bukit besar yang selalu saja menyenggol dada kekarnya dengan begitu menggoda. Denis sudah menahannya sedari tadi agar Rachel tidak terganggu dalam melakukan pekerjaannya saat ini. Tapi, setelah merasakan senggolan Rachel berulang kali. Delon sudah melupakan sifat baik hatinya kepada Rachel.     

"Sayang, siapa yang mengajarimu ini? Aku tidak pernah tau kamu bisa melakukannya," ucap Delon dengan menatap wajah serius istrinya yang begitu memnggemaskan, jemarinya masih saja bekerja dengan baik di bukit besar Rachel.     

"Papa. Aku sering membersihkan milik papa, jika mama malas akulah yang selalu diminta mama. Jadi sudah kubilang, aku memang sudah sangat mahir. Kamu, sih ngga percaya! Aku tidak suka bulu ini tumbuh. Kamu akan terlihat sangat tua, Kak," balas Rachel yang sesekali menyipitkan matanya merasakan jemari nakal Delon.     

Delon mengangguk sebagai jawabannya. "Pantas saja, putrinya begitu susah diminta," desis Delon.     

"Kak, turunkan tanganmu. Kamu mengganggu konsentrasiku saja," dnegus Rachel saat jemari itu semakin mempermainkan ujung sensitifnya.     

"Kamu pelit banget, sih, Sayang. Kan sekalian aku layanin kamu juga. Gratis, ngga usah bayar." Wajah Denis sudah tersenyum merekah, semakin melakukan gerakkan gemas di sana.     

Rachel berdecih dengan alasan Delon. "Dasar pria tua memang banyak alasannya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.