HE ISN'T MYBROTHER

Masak Dalam Suasana yang Baru



Masak Dalam Suasana yang Baru

0Rachel dengan trampil menyiapkan makan malam untuk suaminya. Keadaan yang seperti ini membuat Tuan Putri dari keluarga Mauren itu harus menyentuh kembali perkakas alat masak yang sudah lama tak pernah disentuh Rachel. Tapi, ia menikmati setiap gerakkan yang membuat Rachel bangga telah berada di titik ini bersama dengan Delon.     

"Masak apa sayang?" tanya Delon tiba-tiba sudah memeluk pinggang Rachel dari belakang, sedikit mengejutkan Rachel yang sedang fokus-fokusnya menghirup aroma masakannya yang begitu harum. Rachel menoleh ke arah wajah Delon yang sedang memejam, ikut menghirup dalam-dalam aroma masakan Rachel.     

Senyum cantik Rachel tergores di wajahnya menyambut senyum tampan Delon yang langsung mencium pipi putihnya, lalu melepaskan pelukannya.     

"Issh, dasar ya? Suka curi-curi cium terus. Aku masak Iga bakar, Kak. Duduklah dulu," pinta Rachel saat melihat Delon sudah membawa minuman dingin dari kulkas, berjalan mendekati meja makan.     

Tangan Rachel mengambil piring Delon, meletakkan lauk apapun yang disukai pria yang berada di sampingnya sekarang. "Kak, besok aku kuliah. Tapi, aku takut anak buah papa datang ke sana." Gadis itu memberikan piring yang sudah berisikan berbagai lauk kesukaan Delon.     

Delon mengangguk-angguk paham akan apa yang diresahkan istrinya. Namun, berbeda dengan respon yang diberikan kepada Rachel saat ini. Rachel yang melihat sikap Delon langsung mengerutkan dahinya, Delon seperti tak peduli dan menganggap gampang pada ancaman papanya. Bagaimana Delon bisa bersikap acuh tak acuh padanya seperti ini, gumam Rachel dalam hati.     

"Kak, kamu ini dengar aku apa ngga sih? Aku lagi ngomong soal papa loh?"     

Delon yang ingin memasukkan satu suapan nasinya pun langsung memundurkan tangannya. Menoleh ke arah Rachel yang sudah mengerucutkan bibirnya sedikit mengubah cara duduknya membelakangi Delon dengan kedua tangan terlipat.     

"Aku dengar, Sayang. Tenanglah. Aku juga sudah menyiapkan pengawal untukmu. Kamu hanya perlu menyelesaikan masalah ujianmu, dan pergi sebelum papa menyadari nanti," balas Delon yang sudah memeluk lembut Rachel dari belakang. Mengusap-ngusap lembut wajahnya di tengkuk putih perempuan itu untuk membuat Rachel memahami rencananya.     

Ini juga sudah masuk ke dalam rencana Delon. Berbagai perlindungan agar orang-orang papa angkatnya itu tidak mengetahui keberadaan Rachel datang maupun pulang dari kampus. Setidaknya, sampai Rachel menyelesaikan semua perubahan jadwal ujiannya.     

Jadwal yang sudah ditentukan Dinu berubah total karena dosen Rachel yang meminta perempuan itu untuk lebih cepat dari mahasiswa lainnya menyelesaikan ujian sebelum mengurus kepindahan.     

"Benarkah itu? Aku pikir kamu akan berubah pikiran, Kak." Delon mengangguk dalam pelukan manja istrinya. Benar-benar tidak bisa lepas, jika istrinya sudah begitu merajuk padanya seperti ini. Rasanya Delon begitu takut, jika nantinya Rachel akan memilih kembali kepada Jeno.     

"Tapi, kamu harus bisa melakukan sedikit perubahan, Sayang. Papa benar-benar tidak main-main dalam menurunkan anak buahnya. Aku tidak mau kehilangamu dan berpisah lagi. Kita harus lebih pintar dari papa."     

Rachel menoleh mendengarkan perkataan pria yang memeluknya sedari tadi dari belakang itu. "Tidak akan. Aku tidak akan bisa tertangkap oleh papa, Kak. Apa rencanamu ... jangan membuatku nampak jelak. Aku tidak suka," sahut Rachel dengan mengerucutkan bibirnya manja.     

"Apa kamu yakin ingin mengetahuinya?" Rachel mengangguk cepat. Rachel sudah merubah bentuk tubuhnya. Menatap berbinar ke arah Delon yang menggoreskan senyum bahagia melihat Rachel yang sudah tidak lagi marah padanya.     

Denis memajukan wajahnya, memperlihatakan sudut mata seringai penuh arti, menempatkan bibirnya mendekat pada telinga Rachel. Berbisik dengan suara bariton hingga membuat tubuh Rachel meremanmg sendiri merasakan hembusan napas Delon yang begitu mengorak-arik bulu kuduknya. Bola mata coklat Rachel bergrak ke atas mencoba memahami apa yang dibisikkan Delon padanya.     

"Bagaimana, Sayang? Apa kamu mau? Nino besok akan menjemputmu," ujar Delon, dengan kedua alis yang naik turun berharap jawaban dari istrinya.     

"Ha? Apa kamu yakin, Kak?"     

***     

"Ryan, kamu jangan bodoh! Pertunangan kita sebentar lagi, bagaimana bisa kamu memutuskan untuk membatalkan begitu saja!" geram Yona saat mereka telah menyelesaikan ritual malam panas.     

Lelaki dengan tubuh kekar dengan garis tegas menyusuri setiap lekuk tubuh menatap acuh pada wanita yang masih berada di atas kasur besar. Tadi sore Ryan memang hanya ingin mengatakan pembatalan pertunangan mereka.     

Tapi, Yona dengan cepat menghambur ke dalam pelukan Ryan, belum sempat ia mengukapkan semuanya, sentuhan Yona membuat Ryan lupa niatan awalnya dan membuat Yona menyalah artikan kedatangan Ryan.     

"Aku bosan denganmu. Percuma jika masih diteruskan. Aku sudah mencintai perempuan lain. "     

Ryan meraih semua pakaiannya, memasang kembali dengan begitu rapi. "Aku akan segera mengatakan kepada orang tuamu. Aku juga akan memberikan suntikan dana terakhir pada perusahaan papamu. Jangan beralasan kamu tidak bisa kutingkalkan," tambah Ryan menatap kilat pada perempuan yang menatap dalam, air matanya menggenang.     

"TIDAK BISA!" teriak Yona kencang.     

Yona menyeka wajah basahnya dengan kasar, mendirikan tubuhnya, berlari cepat untuk membuat tubuh kekar Ryan tetap bersamanya. Yona tidak mau Ryan meninggalkannya. Seluruh penompang kebutuhan keluarganya ditanggung Ryan, apalagi kehidupan glamor Yona juga tidak bisa lepas dari pria berkemeja hitam itu.     

Hanya Ryan yang mampu memberikan fasilitas sempurna yang begitu ia sukai berapa bulan ini.     

Ryan menoleh, memberikan tatapan kilat pada tubuh polos yang memeluknya.     

"Tidak. Aku tidak mau! Ryan, kamu pasti hanya sedang lelah saja, Honey. Berpikirlah sejenak di sini, aku bisa memuaskanmu hingga otakmu kembali segar," kata Yona yang sudah meraih lengan kekar pria itu untuk memeluknya.     

Yona tidak akan membiarkan tungannya itu untuk pergi dari apartemennya. Bagaimana Yona bisa mengatakan ini semua kepada keluarganya nanti, jika Ryan hanya akan menyuntikkan dana untuk terakhir kalinya.     

Yona tahu jika Ryan bisa meniduri perempuan mana pun, tapi, untuk tunangan ini Yona harus bisa mendapatkannya. Jika, ia bisa menjadi istri Ryan semua kekayaannya bisa Yona kuasai.     

'Kau tak akan bisa meninggalkanku, Ryan! Sampai mati pun, kau harus menikahiku,' batin Yona.     

"Menyingkir, Yona! Kamu hanya pemuas ranjangku saja. Aku tidak benar-benar mencintaimu. Pertunangan itu terjadi karena kamu yang memaksaku." Ryan menghempas kuat tubuh Yona.     

Hingga membuat Yoan tersungkur di atas lantai dingin dengan kondisi tubuh yang telanjang. Isak tangisnya pecah dan begitu terdengar menyedihkan. Perempuan itu bukan menangisi perlakuan kasar Ryan, tapi menangisi keluarganya yang akan jatuh miskin, jika pertungan ini benar-benar batal.     

"Ryan, kamu begitu jahat! Siapa perempuan yang membuatmu berpaling padaku, ha? Aku tak akan membiarkan dia hidup tenang," kata Yona yang langsung meraih salah satu kaki Ryan, memeluknya dengan wajah yang semakin basah. Air matanya meluru bebas tak terhindarkan.     

Suasana kamar itu begitu kacau, Yona membuang seluruh barangnya saat mendengar Ryan yang telah mencintai perempuan lain dan akan segera membatalkan pernikahan mereka berdua.     

"Siapa pun itu tidak ada hubungannya denganmu, Yona. LEPAS!" Ryan kembali mengehempas tubuh ramping itu hingga punggung Yona menghentak keras di kaki tempat tidur.     

Yona meringis kesakitan di area punggungnya, tapi Ryan sudah tak peduli akan itu. Perempuan baginya hanya penghias ranjang saja. Tak ada yang bisa mengukung dan mengatur dirinya. Terkecuali, Rachel.     

"RYAN AKU TIDAK AKAN MEMBIARKAN SIAPA PUN MENDEKATIMU!" teriak Yona dengan nada tertahan, merasakan tulang punggungnya yang sepertiya patah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.