HE ISN'T MYBROTHER

Percakapan Ambigu



Percakapan Ambigu

0Di dalam sebuah ruangan sedang terjadi perbincangan yang begitu terasa amat serius. Tidak ada lagi persahabatan di sana, hanya ada hubungan antara Boss dan bawahan. Empat mata itu saling berpandang dengan menautkan jemari mereka masing-masing. Tumpukkan berkas menemani perbincangan siang itu.     

Delon ingin segera menuntaskan ini semua, sehingga ia bisa membuktikan beberapa tahun ke depan kepada Jeno.     

Regan memijat keningnya yang sudah bergaris rapi di sana, napasnya berkali-kali terhela menghadapi semua berkas dan tugas yang harus ia tanggung saat ini.     

"Boss, apa Anda benar ingin meninggalakan cabang? Saya tahu ini bukanlah Anda yang akan meninggalkan cabang yang belum benar-benar maju untuk mengurus perusahaan utama," ucap Regan seraya memutar balikkan berkas yang berada di tangannya.     

Catatan tentang pemasukan dan perubahan keuangan masuk begitu jelas tertulis di sana. Cabang yang sekarang dipegang dan dianggap sebagai perusahaan satu-satunya Delon itu hampir menyentuh titik puncak.     

Tapi, keputusan untuk meninggalakan cabang sepertinya sudah tidak bisa diganggu gugat meski perusahaan kecil itu masih perlu sentuhan Delon untuk menuju kejayaan yang akan dipegang oleh Nino nantinya.     

"Tidak masalah. Perusahaan itu akan kuserahkan kepada Nino. Aku tahu dia cukup kompeten dalam menangani cabang. Jangan sampai orang lain tahu tentang ini. Aku akan pindah ke Amerika dengan memegang pusat, biarkan saja Jeno menganggap aku tidaklah sekaya dirinya ...."     

"Tapi, Boss ... kau bahkan pemegang saham terbesar di sana. Dan kau malah memilih untuk pergi dengan membawa citramu yang buruk, apa itu—" sahut Regan terhenti, Delon sudah menyela dengan cepat.     

Ia tidak tahu pemikiran Delon seperti apa, jika bossnya mengatakan semua kejujuran yang ada, pasti Jeno akan lebih menghargai dan hinaan itu tak akan pernah Bossnya terima. Pernikahan itu juga akan digelar dan begitu meriah dan mewah bukan?     

"Semua tidak semudah itu."     

Delon menggeleng dengan meletakakn dokumen yang tadinya ia pegang, kini Delon letakkan perlahan di atas meja.     

"Kamu tidak tahu Antoni seperti apa ... Dia memang belum mengambil peran di chapter ini ... tapi, dia lebih berbahaya dari yang kupikir. Dendamnya masih mendarah daging terhadapku. Jika, aku tidak dibenci mereka, pasti Antoni akan menyakiti siapa pun yang dekat denganku, termasuk Jeno," timpal Delon sedetik kemudian mengalihkan pandangannya pada asisten pribadinya.     

"Lalu, Ryan bagaimana, Boss? Dia sepertinya sudah semakin tertarik dengan Rachel, terbukti dengan munculnya berita online tentang lerlaki itu yang memutuskan pertunangannya."     

"Biarkan saja. Ryan bukanlah lawan yang sesungguhnya, hanya serpihan batu kecil di kakiku." Delon mengusap hidung runcing dengan tulang tegas menghiasi kesempurnaannya. Tidak ada ekpresi yang tercipta di sana. Hanya saja, Regan tahu jika Bossnya sudah mengusap hidung, maka siapa pun yang menghalanginya akan benar-benar menjadi mengenaskan. Baik itu Ryan atau pun Antoni.     

"Baiklah, Boss." Regan mengikuti apapun yang sudah menjadi keputusan Delon, karena jika keputusan sudah lelaki itu buat, maka tidak ada lagi kata mundur untuk menengok kebelakang.     

***     

Di sisi lain Tio masih buntu untuk menemukan Jenny di mana. Seluruh anak buahnya telah ia kerahkan, tapi hasilnya masih sama, tidak ada. Jenny seperti hilang ditelan bumi, tidak ada jejak yang ditinggalakan putrinya. Apalagi istrinya sekarang jatuh sakit karena memikirkan keberadaan Jenny yang tak kunjung pulang.     

Jenny meninggalkan luka yang teramat dalam untuk dirinya dan Sesil, belum juga media terbungkam akan video panas bersama dengan Antoni Ceo yang paling ditakuti di Jakarta, kini berita tentang Jenny yang melakukan penggelapan di perusahaan tersebar di seluruh media dengan hilangnya data yang perushaan.     

"Apa sudah ada berita tentang putriku?" tanya gusar Tio saat mata tuanya berharap secerca harapan dengan datang tangan kanannya ke ruangan Tio.     

Pria berjas rapi dengan tampilan yang sedikit lebih muda darinya membungkuk hormat, lalu mulai berkata dengan hati-hati agar tidak membuat jantung Tuannya kembali kambuh.     

"Maafkan saya, Tuan. Kami belum bisa menemukan nona Jessy. Tapi, satu yang kami temukan ...." Kalimatnya terputus, ia ragu mengatakan ini semua. Ia takut jika, Tuannya bertambah sedih dengan segala pengorbanan yang sudah Tuannya berikan kepada Jenny.     

"Apa yang kalian temukan?" Tio membalikkan tubuh, mengerutkan garis tua wajahnya yang nampak penasaran dengan berita yang dibawa tangan kanannya.     

Pria itu mengayunkan langkahnya dengan memegang amplop coklat yang berisikan semua jawaban yang diminta Tio saat ini. Mungkin ini akan mengejutkan Tuannya, ia akan membuka matanya lebih lebar bersiap untuk suatu kejadian yang tidak dinginkan.     

Tio mengangkat satu alisnya memandang amplop coklat yang sudah berada jelas di mejanya. Sepertinya memang sangat penting sehingga tangan kanannya sulit untuk mengucapkan dengan bibirnya sendiri.     

Kaki Tio mengayun untuk beberapa langkah saja sudah sampai ke meja kerjanya, tanganya terulur untuk mengambil amplop coklat itu. Mengeluarkan satu-persatu berkas putih yang tersedia di sana. Pupil hitam legamnya mengecil, mengamati satu-persatu rangkaian kata yang merangkai dalam kalimat dokter yang hanya mampu ia pahami beberapa saja belum selesai.     

Ia mengalihkan pada dokumen satunya yang menampilkan nama yang ia kenal.     

"Apa benar ini? Rachel sudah menikah dengan Delon ... apa ini yang membuat Jenny lari dari semuanya?" Tangan kanannya terdiam dengan tubuh yang masih membungkuk hormat. Ia belum berkesempatan untuk menjawab pertanyaan Tuannya. Ia membiarkan Tuannya untuk lebih memahami kembali berita yang ia bawa.     

Tiba-tiba kertas berjatuhan dengan tubuh yang membatu. Tangan Tio terasa mati rasa saat ia menemukan bukti dari Jenny kembali yang begitu menyesakkan di dadanya. Kedua matanya bermbun, siap untuk meluncurkan air mata kegagalan dirinya sebagai seorang ayah.     

"Aku menghancurkan perusahaan adikku sendiri dengan bersengkokol dengan Antoni hanya untuk membuat Jenny bersama Delon. Tapi, apa yang Jenny lakukan ini semua sangat disalahkan. Dia berpura-pura dengan penyakit jantungnya? Ya Tuhan ... apa salahku sebenarnya." Tio memegang dada dengan meremas kuat kemejanya, tubuh tua itu hampir terjengkang ke belakang. Tapi, beruntung tangan kanannya sudah bersiap akan kemungkinan ini.     

"Tuaaan! Sadarlah!"     

***     

"Chel lo pakai apa, sih, kok bisa rata gitu?" lirih Sellyn berbisik pada Rachel yang sekarang duduk di sampingnya bersama Vio dan di bawah mereka sudah ada Nino berbaring ditemani rumput hijau yang tertata rapi, angin semilir juga menambah kenyamanannya saat ini.     

"Apaan yang rata?" Vio menaikkan kedua alisnya bingung dengan pertanyaan Sellyn.     

"Itu ... tuh." Sellyn menunjuk ke arah tubuh bagian atas Rachel yang begitu rata layaknya seorang pria sesungguhnya. Sellyn tahu, jika yang paling menonjol di antara mereka bertiga adalah Rachel dan ini sangat mengejutkan untuk Sellyn melihat aset itu begitu tak terlihat dan membuat seluruh mahasiswi histeris dengan kedatangan Rachel yang mereka kira lelaki sungguhan.     

"Kan yang paling gedee di antara kita ... Rachel. Kenapa, jadi dia yang paling kecil sekarang?"     

"Punya lo juga gede," sahut Nino tiba-tiba hingga membuat Sellyn menutup mulutnya, ia lupa jika ada Nino bersama mereka.     

"Heh, maksud lo apaan, ha?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.