HE ISN'T MYBROTHER

Jeno Mulai Curiga



Jeno Mulai Curiga

0"Kerahkan semuanya. Aku ingin tidak ada celah bagi putriku untuk keluar dari kampus ini," perintah Jeno.     

"Baik, Tuan Jeno," jawab Renar yang langsung mengkondisikan seluruh anak buahnya untuk menyebar mengunci kesegala sisi.     

Tak     

Tak     

Tak     

Suara sepatu berlarian menimbulkan banyak perhatian dari beberapa mahasiswa atau pengawai yang bekerja di kampus. Mereka begitu terkejut dengan datangnya beberapa para pria berbadan besar dengan memakai pakaian serba hitam menutupi segala akses jalan keluar.     

"Apa yang terjadi? Kenapa begitu banyak pria di kampus kita?"     

"Itu anak buah dari papanya Rachel ... apa yang ada di berita itu benar? Rachel kabur?"     

"Itu benar Tuan Jeno 'kan? Apa Tuan Jeno benar-benar kehilangan putrinya hingga melakukan penjagaan ketat? Membuatku takut saja."     

Bisikkan dari beberapa mahasiswa dan dosen itu begitu terdengar di berbagai penjeru kampus. Berita akan penjagaa ketat dari pemilik kampus terbonefit ini tak ada seorang pun tak tahu mengenai hal ini. Wajah dan badan yang begitu menyeramkan dari anak buah Jeno membuat seluruh penghuni kampus ketakutan untuk sekedar ingin meinggalkan kampus.     

Jeno memang tak main-main dengan ucapannya, ia menambah lagi anak buahnya untuk mengepung kampus milik Jeno. Tidak ada yang bisa membuatnya gagal dalam mendapatkan putrinya kembali. Yang ada di pikiran Jeno adalah bagaimana cara membuat Rachel pulang dan melupakan pernikahan bodoh ittu bersama dengan Delon.     

"Masih tidak ada hasil?" tanya Jeno pada asisten pribadinya yang seharian ini melakukan pemantauan yang luar biasa lelahnya. Tapi, sampai saat ini belum mengatahui keberadaan Rachel di mana, ia hanya mengetahui beberapa sahabatnya saja yang berlalu-lalang.     

Renar menundukkan kepalanya. Berat bibirnya berkata, tapi ia harus mengatakan laporan untuk hari ini. "Belum ada kabar apapun tentang nona Rachel, Tuan. Kami telah menyebar ke segala sisi, tapi masih belum juga mendapatakan informasi," jelasnya dan membuat Jeno memutar kepala ke arah jendela mobil di sisi tubuhnya.     

"Sambungkan aku pada pihak keamanan kampus. Aku ingin melihat rekaman untuk hari ini," pinta Jeno yang langsung diangguki patuh Renar.     

"Baik, Tuan Jeno." Renar dengan cepat langsung merogoh ponselnya, berkata dalam ujung panggilan, tidak menunggu waktu lama, Jeno sudah bisa mendapatkan apa yang di minta tadi.     

Jeno menjatuhkan pandangannya pada layar ponsel yang menunjukkan aktivitas seperti biasa selayaknya dunia kampus, jemari besarnya tak lelah untuk mengganti slide demi slide berganti video di berbagai sudut arah, saat mata hitam tuanya masih dengan setia mengamati. Ia menemukan Nino yang berjalan dengan bersama seorang pria muda yang begitu tak asing di mata Jeno. Tapi, Jeno masih sulit mengenali wajah pria muda yang bersama dengan Nino.     

'Apa aku mengenal teman Nino ini?' gumam batin Jeno. Dan semakin membuat Jeno memiringkan wajahnya untuk menamati wajah dari lelaki muda itu. Jemari Jeno memutar kembali dan memperbesar gambar video itu untuk menyegarkan ingatannya.     

Jeno mengulurkan ponselnya ke arah Renar yang berada di bangku kendali stir untuk memperlihatkan gambar, dan mengenali sosok muda yang berada di dalam rekaman CCTV itu.     

"Renar, coba kau lihat ... apa aku pernah mengenal sosok pria muda ini yang bersama dengan Nino," ucap Jeno seraya menyodorkan ponselnya.     

Renar langung memutar tubuh dan menerima ponsel tuannya dengan begitu sopan, menjatuhkan pandangan seraya memperhatikan seseorang yang dimaksud Jeno.     

"Apa kau mengenalnya?" Jeno kembali mengulang pertanyaan yang masih begitu bersarang dalam pikirannya.     

Renar masih memperhatikan dengan detail dan seksama. "Tidak, Tuan ..."     

"Ah, sudah kuduga."     

Renar kembali melanjutkan kalimatnya yang tadi ia belum selesai jelaskan. "Matanya mirip dengan nyonya Martha. Apa mungkin saudara dari nyonya besar, Tuan?" tambah Renar yang seketika membuat tubuh Jeno terbangun dari sandaran bangku penumpang.     

"Mungkin saja saudara nyonya besar, Tuan. Matanya begitu mirp, meskipun sepertinya memiliki warna mata yang berbeda dengan nyonya. Dia memiliki mata hitam."     

Saudara istrinya Martha?     

Semua saudara Martha berada di luar negeri tidak ada seorang pun yang berada di Indonesia, meskipun ada, pasti akan mengabari Martha terlebih dulu atau memberitahunya. Ini begitu aneh. Jeno kembali mengambil ponselnya mulai mengamati sendiri dengan tambahan bantuan dari Renar yang semakin mempermudah ingatannya.     

"Pantas saja aku tak asing dengan pria muda ini. Dia memang begitu mirip dengan Martha, tapi ... lebih mirip dengan—" Kalimat Jeno terhenti sesaat ia mengingat satu nama.     

"Temani aku pergi ke kampus. Pasti mereka masih berada di sana. Pantas saja seluruh orangku tidak bisa menemukannya. Sialan sekali!" umpat Jeno yang mulai mengeluarkan tubuhnya cepat dari dalam mobil diikuti Renar yang berlari kecil untuk menyesuaikan langkah dengan Tuan besarnya.     

Para mahasiswa tidak asing dengan kedatangan dari salah satu pemilik kampus ini yang datang setiap akhir tahun atau pun saat ada acara penting saja, jadi tidak terlalu menimbukakan pertanyaan seperti penyerbuan anak buah Jeno.     

"Cepat cari di mana keberadaan Nino. Dia pasti bersama dengannya saat ini," perintah Jeno pada Renar.     

Renang menagguk, lalu mengayunkan langkahnya untuk bertanya kepada beberapa mahasiswa di sana tentang keberadaan Nino.     

Jeno kembali meraih ponselnya, gambaran yang hanya terlihat beberapa bagian wajah itu sudah bisa Jeno pastikan ia begitu mengenalnya. Meskipun Jeno memang sempat terkecoh dengan perubahan itu, tapi ia berpikir, jika Nino adalah anak buah dari Delon pastinya akan terus berhubungan dengan Delon di mana pun pria itu berada.     

Tidak berapa lama Renar kembali dengan langkah panjang secepat mungkin hingga akhirnya sampai menemui Tuannya yang sepertinya begitu menanti jawaban Renar.     

"Tuan, Nino, berada di taman dengan bersama dengan sahabat nona Rachel," kata Renar. Dengan cepat Jeno menuju di mana Renar mengatakan. Wajahnya begitu tegang, seluruh amarahnya telah berkumpul menjadi satu di kepala siap meledak sewaktu-waktu.     

Terlihat Nino yang sedang berbincang dengan Sellyn seraya tertawa terbahak, sedangkan Nino tidak menyadari jika dari arah koridor sudah ada sosok yang nampak mengeluarkan aura merah pekatnya.     

"Nino!"     

"Om?"     

Nino mendirikkan tubuhnya dengan begitu terkejut karena kedatangan pria paruh baya itu dengan menganggkat baju depannya kasar. Sellyn hanya menatap bingung dengan kedatangan Jeno yang ia tahu itu adalah papa dari Rachel dan pasti ke sini untuk mencari Rachel.     

Sellyn bingung mau membela siapa? Ia ingin melepaskan remasan kuat dari Jeno, tapi Sellyn juga takut saat melihat mata hitam itut menatap lekat pada Nino.     

"Om, ada apa?" tanya Nino bingung.     

"Jangan banyak bicara, di mana temanmu yang tadi bersamamu saat memasuki kampus. Kamu jangan membodohiku, Nino."     

Nino semakin menaikkan kedua alisnya mendengar perkataan Jeno. "Teman yang mana Om? Aku begitu banyak membawa teman tadi. Tapi, om percuma bertanya padaku atau pun bertanya padanya, kami tidak tahu di mana Rachel," kelit Nino. Ia tidak akan bodoh menyerahkan Rachel kepada Jeno.     

"Beri pelajaran, Renar ... sampai dia mengatakan di mana Rachel!" Jeno membuang tubuh Nino pada Renar, asisten pribadinya.     

"Percuma, Om memukuliku hingga mati pun, Rachel memang tidak bersamaku. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.