HE ISN'T MYBROTHER

Pertemuan Tio dan Jeno



Pertemuan Tio dan Jeno

0"Akhirnya kalian sampai. Aku ingin berbicara denganmu," ucap Delon menunjuk ke arah tubuh Regan, lalu berbalik berjalan teerlebih dulu. Padahal Regan baru saja ingin mendudukkan tubuhnya di sofa sudah harus menelan saliva sulit untuk mengikuti Delon ke dalam ruang kerja Delon.     

"Senyum, Abang. Atau mau lagi?" goda Sellyn yang langsung dibalas Regan dengan bergidik. Ekspresi wajah itu tak lepas dari tawa Sellyn yang juga tak henti-hentinya membuat Rachel menautkan kedua alisnya menatap kedua orang berbeda arus itu.     

Bugh     

Rachel memukul bahu Sellyn hingga dia mengaduh, lalu menarik Sellyn menuju ke sofa. Mereka berdua duduk dengan saling memandang, Rachel begitu penasaran sudah sejauh apa usaha Sellyn untuk meluluhkan hati Regan yang tercipta dari batu. Karena setahu Rachel memang Regan tak pernah membawa seorang perempuan atau pun teman untuk dia kenalkan kepada Rachel. Biasanya Regan akan sombong pada Rachel, jika memiliki sesuatu yang baru.     

Namun, hingga saat ini Regan masih saja bertahan pada prinsipnya. Ia ingin tahu apa prinsip itu bisa perlahan dipatahkan Sellyn, sahabatnya.     

"Mau tanya apa, Nyonya Delon yang terhormat? Apakah hamba sudah pantas duduk di atas berdampingan dengan Nyonya yang secantik dewi dari kayangan ini?" Sellyn mengantupkan kedua buku tangannya di depan wajah, seakan seorang pelayan dari beribu-beribu masehi datang menyapa sang majikan.     

Bugh     

Bugh     

Bugh     

Rachel memukuli lengan Sellyn dengan memberondong, hingga membuat Sellyn harus melindungi tubuh dengan kaki yang terangkat dan lengan tangan yang menahan pukulan Rachel seraya terkekeh melihat sahabatnya yang mulai kesal.     

"Apakah ini yang dinamakan kesopanan harus dijunjung terlebih dulu?" ujar Sellyn mulai lagi. "Nyonya harus lebih berguru lagi untuk menjadi Nyonya Delon yang penuh elegan dan lemah lembut bukan? Lo udah kayak singa ngamuk, tau ngga?" sambung Sellyn yang malah membuat Rachel berganti tertawa terbahak.     

Hahahaha.     

"Dih, cantik-cantik gilaa! Gue resign jadi sahabat lo kalo gitu. Takut nular kayak COVID19."     

"Mana kertas putih sama pena ..." tambah Sellyn yang tak henti-hentinya membuat Rachel menangis karena ulah Sellyn. Sellyn masih menengadah dengan buku tangannya, menggerak-gerakkan kedua alis.     

Rachel mengernyit mendengar pemintaan Sellyn. "Buat apa? Tuh, di kamar." Rachel menujuk ke arah kamarnya. Namun, tiba-tiba Sellyn langsung menjatuhkan punggung kecilnya di atas punggung sofa, menghela napas panjangnya.     

"Gue nggak mau masuk ke dalam kamar pengantin baru. Takut kepingin ngga ada pasangannya. 'kan jadi repot."     

"Sama, tuh yang di dalam sama ... gimana hubungan lo?" Pertanyaan Rachel sontak membuat Sellyn reflek mengangkat kedua bahunya. "Ngga ada kemajuan," balas Sellyn dengan mengusap kuku terawatnya.     

"Padahal punya gue ngga kalah besar 'kan sama punya lo?" Sellyn mengangkat tubuh bagian atasnya untuk disamakan dengan milik Rachel. "Tapi, abang masih aja ngga tergodaa, 'kan gue jadi bingung ... apa jangan-jangan?"     

"Dia normal. Kalo lo mau tuh si Mario ... kalo pagi jadi Marina," sahut Rachel dengan tambah terkekeh, hanya Sellyn yang berbicara sefrontal ini. Untung kedua lelaki itu belum keluar.     

"Nggak! Gue maunya Ervan ... ada ngga dia? Tumben ngga keluar?"     

Cletak     

Rachel menyentil kening Sellyn yang celingukan mencari Ervan.     

"Lo mau gue masukin ke kandang singa ha?"     

***     

"Tuan, saya mohon kerjasamanya. Saya tidak bisa membiarkan Anda masuk," ucap Renar tegas saat tubuh Tio tetap memaksa untuk masuk ke ruangan kerja saat nyonya besarnya juga tidak berada di rumah juga. Renar akan mendapati masalah yang begitu pelik, jika seperti ini.     

"Lepas! Aku tidak mencari masalah apa pun dengan adikku. Minggirlah ...." Tio mendorong kencang tubuh Renar hingga tersungkur di atas lantai.     

Tio berhasil masuk dan melihat tubuh Jeno yang sedang menatap langit biru yang begitu cerah hari ini. Lidahnya terasa kelu untuk bisa berbicara seperti ini setelah apa yang ia lakukan kepada Jeno.     

"Jeno," panggil Tio lirih, sehingga membuat tubuh Jeno berbalik, dan menatap nyala pada sosok yang berdiri berhadapan dengannya, meski hanya berbeda jarak saja. Tapi, mereka masih bisa saling pandang satu sama lain.     

"Untuk apa kau kesini? Ingin menertawakanku dikhianati oleh anak angkat yang sudah kupungut dari jalanan?"     

"Kau boleh menertawakanku kali ini. Kau menang!" sambung Jeno tanpa memperdulikan mata sendu itu menatapnya lekat. Seakan hanya mendengar suaranya membalas perkataan Tio, langsung membuat Tio bahagia.     

Jeno tidak peduli dengan apa dan siapa yang ia tatap kali ini. Kedatangan pria paruh baya yang usianya lebih tua dua tahun dari Jeno memang tidak pernah diharapkannya.     

Jeno masih terlalu sakit akan pengkhianatan yang dilakukan kakaknya hingga membuat Jeno dan istrinya hampir tidur di jalanan. Kenapa penyesalan harus datang di akhir?     

"Kau salah paham, Jeno. Aku kesini ...." Kalimat itu belum benar-benar selesai, tapi Jeno sudah berbalik dengan menunjuk tajam ke arah tubuh Tio yang masih menggetarkan bibir tuanya dengan mata berkaca-kaca. Ia ingin meminta maaf untuk semua yang terjadi, tapi keadaan seperti ini sudah Tio sadari akan terjadi.     

"Tidak perlu mengatakan apa pun, aku tidak ingin mendengarnya. Tolong, pergi. Kau hanya menambah kekalutan dalam otakku. CEPAT PERGI!" pekik Jeno pada pria berkemeja biru tua dengan mata sayu menatap Jeno yang menyala padanya.     

"Baiklah. Tapi, aku hanya ingin mengatakan selamat atas pernikahan Rachel dan Delon. Mereka patut bahagia, dengan apa yang sudah mereka lalui bersama." Jeno bergeming, tatapan matanya masih menyala, meski tidak mentap Tio lagi. Napasnya memburu cepat saat mendengar perkataan Tio.     

Jeno begitu menyesali membiarkan Rachel keluar dari rumah dan memilih bersama keluar dengan Delon. Seharusnya Jeno menahan agar Rachel tak bersama dan pernikahan itu juga tak akan pernah terjadi.     

Jeno padahal sudah mempersiapkan pria mapan yang siap untuk menompang kehidupan Rachel dengan lebih baik, tidak seperti Delon yang tidak mempunyai apa-apa. Hanya cabang? Mau sampai kapan cabang perusahaan itu akan bertahan menghidupi Rachel yang begitu syarat akan kemewahan yang selalu ia berikan selama ini.     

"Rachel, kenapa kamu malah memilih Delon ... apa tidak pentingkah papa untukmu? Papa sangat mererindukanmu," ucap lirih Jeno dengan menitihkan air mata sendu. Ia benar-benar merindukan putrinya yang hingga saat ini, ia belum mendapatkan kabar, selain kabar Delon yang sudah melangsungkan pernikahan sederhana dengan Rachel.     

Jeno sudah tidak pernah lagi melihat wajah jahil putrinya yang selama ini menjadi kekesalannya dan obat lelah sesaat ketika pulang bekerja dari kantor.     

"Renar!" panggil Jeno dengan berteriak keras.     

Tidak beberapa lama, Renar datang dengan berlari masuk ke dalam ruang kerja Tuannya yang terlihat begitu marah. Ia sudah bisa menebak karena kedatangan Tio yang memaksa menjadikan Renar tidak bisa menolak. Ini seperti buah simalakama untuk Renar.     

"Aku sudah mengatakan berkali-kali, jangan biarkan siapa pun masuk ke ruanganku sebelum aku mengizinkannya. Kau ingin kupecat, ha?" bentak Jeno yang langsung membuat Renar menunduk lemas ketakutan.     

Seluruh tubuhnya bergetar, selama Renar bekerja untuk Jeno baru kali ini ia melihat majikannya begitu marah pada Renar. Jeno bukan orang yang suka akan marah tanpa sebab. Dan kali ini kemarahan yang luar biasaa daripda kepergian Rachel dari rumah.     

"Tuan, maafkan saya. Tuan Tio yang memaksa masuk, saya sudah memberikan pengertian untuk tidak mengganggu, Tuan. Tapi, Tua Tio menerobos masuk."     

"Tidak ada alasan. Lain kali pasang beberapa pengawal di depan ruang kerjaku. Aku tidak mau dia masuk kembali ke ruanganku atau pun di rumahku!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.