HE ISN'T MYBROTHER

Ada Bibit Pelakor



Ada Bibit Pelakor

0"Mama tenang dulu ... mungkin itu bukan—"     

"Bukan apa? Jelas-jelas papamu selingkuh dari mama. Dia sudah nggak peduli sama Mama lagi. Mama lihat sendiri, Chel ..."     

"Dia membuat skandal dengan sekretarisnya selama ini. Mama kurang apa coba? Kenapa papamu sejahat ini pada Mama?!"     

Rachel bingung harus bagaimana menghadapi wanita paruh baya di depannya. Ia juga tidak tau harus menggunakan cara apalagi untuk menenangkan Mama Martha untuk berhenti menangis. Rachel melirik ke arah seorang lelaki yang sedang berdiri di samping jendela dengan juga menatap dirinya dengan mengangguk, lalu dibalas Rachel dengan ulasan senyum cantik yang terbit di bibirnya.     

'Aku punya suami sebaik ini ... setampan ini. Tidak mungkin kasus Mama juga akan kualami suatu saat nanti. Aku benar-benar harus waspada,' batin Rachel menggegam erat kepalan buku tangan yang ia letakkan di depan dada untuk menyemangati dirinya untuk menjaga suami sempurnanya itu.     

"Mama menangislah sepuas-puasnya. Setelah itu istirahat, pasti tubuh Mama sangat lelah," ucap Rachel yang hanya dibalas dengan anggukan seraya memeluk erat tubuh Rachel. Hingga ia bisa merasakan sesedih apa yang wanita paruh baya itu rasakan sampai tubuh tua itu bergetar hebat.     

Keadaan Mama Martha begitu megejutkan Rachel yang sedang melakukan ritual panas dengan Delon yang hampir sama-sama saling mengunjungi. Namun, tiba-tiba ponsel Rachel berdering beberapa kali. Rachel pikir itu adalah Sellyn atau Vio, jadi ia tidak menjawab dan melanjutkan kembali membakar semangat Delon.     

Namun, lagi-lagi Delon harus menahan senjatanya untuk menyerang, lalu mengambil ponsel Delon dengan dengusan tajam yang sedaritadi juga berdering cukup lama. Hingga membuat mereka menunda untuk saling memberikan surga dunia malam ini untuk kesekian kali.     

Delon menghela panjang saat Rachel juga mendekatkan ponselnya mendekat, dan mereka tiba-tiba saling menatap lebar.     

"Mama."     

"Mama."     

Mereka berdua kompak memanggil panggilan yang begitu familiar di lidah mereka, yang sekarang menjadi penganggu ritual wajib untuk menghasilkan calon junior Delon yang cerdas nantinya.     

Ritual panas bermandikan peluh itu batal. Delon harus mengangkat panggilan Martha yang kini sedang berada di salah satu hotel di pinggir kota. Martha sengaja memilih hotel ini agar Jeno tidak bisa menemukan dirinya dan juga kedatangan Rachel saat ini.     

"Mama nggak ganggu kalian 'kan tadi? Apa kalian sudah tidur?" tanya Martha yang langsung dijawab Rachel dengan menggeleng berat. Senyum itu pun terukir sama beratnya seraya melirik keberadaan Delon yang terlihat mengusap wajah tampan itu denga kasar.     

"Nggak ganggu gimana ... jelas-jelas juniorku meronta-ronta gini," celoteh Delon sebal.     

"Apa, Lon? Kamu ngomong apaa?" teriak Martha yang kini menoleh ke arah mantunya.     

Delon terkesiap dengan teriakan wanita paruh baya itu dengan suara serak khas seperti orang sudah terlalu lama menangis.     

"Nggak apa-apa, Ma. Di sini ternyata banyak nyamuknya," jawab asal Delon yang membuat Rachel mengulum bibirnya untuk tidak tertawa.     

Martha mengangguk dengan jawaban Delon. Yang membuat Rachel dan Delon menatap penuh arti pada wanita paruh baya itu. "Yang kamu maksud pasti papamu 'kan? Nyamuk itu para wanita gatel itu juga 'kan? Kamu memang mantu paling pengertian pada wanita lemah seperti Mama ini ..."     

"Papamu itu memang sudah semakin gila sejak kalian tinggalkan. Memang harusnya Mama juga meninggalkan papamu! Dia pikir Mama akan, jadi miskin tanpa pria tua itu? Cih," sambung Martha di sela tangisnya kembali dengan menderu hingga membat Rachel hanya bisa mengusap lembut punggung Mama Martha yang kini berada di pelukannya.     

"Mama nggak boleh gitu. Aku juga mau pulang, kalo papa udah mau ngerestuin Kak Delon sama Rachel. Kasian papa di rumah sendirian," sahut Rachel yang mencoba mendinginkan hati Mama Martha yang sudah tebakar cemburu.     

Tapi, Rachel juga akan menyelidiki sendiri tentang sekretaris papanya. Apa benar yang dikatakan Mamanya?     

"Mama harus percaya sama Rachel ... papa akan sangat sedih kalo Mama juga pergi. Apa Mama rela membuat wanita itu berkuasa atas papa?" sahut Delon tiba-tiba yang masih betah dengan posisi menmghadap langit malam melalui cendela kaca besar di depannya.     

Mama Martha tidak mengatakan apa pun lagi, kini tangisnya semakin menjadi-menjadi saat melihat bayangan suaminya yang berduaan dengan sekretaris barunya itu.     

Memang apa kurangnya Martha di mata Jeno? Segalanya Martha punya. Ia juga tidak hanya sekedar menikamti uang Jeno saja. Ia juga mempunyai harta dari keluarga Martha sendiri. Tapi, kenapa Jeno begitu tega dengannya? Pertanyaan-pertanyaan itu berkeliling di otak Martha saat ini hingga membuat tangis itu semakin kencang.     

Martha benar-benar begitu kecewa dengan Jeno saat ini. Dan benar apa yang dikatakan Delon, ia tidak boleh begitu saja membiarkan wanita itu berkuasa atas suami dan statusnya.     

Sedangkan Delon harus menghela napas panjangnya kembali saat ia harus kembali pisah ranjang dengan Rachel tanpa menikamti pelukan Rachel malam ini.     

'Haduh... jadi Duda berapa hari kalo gini gue? Agghhh... sial!' batin Delon kesal.     

***     

Sedangkan di rumah mewah Jeno, lelaki paruh baya itu sudah kalang-kabut kehilangan Martha yang sudah melesatkan mobilnya lebih dulu daripada pergerakkan Jeno yang mengejarnya. Ia memijat kening yang sudah berkerut di beberapa bagian saat mengingat Martha.     

Jeno ingin menjelaskan apa yang dilihat Martha bukanlah apa yang sebenarnya terjadi. Belum sempat bibir Jeno terbuka, Martha sudah berlalu pergi. Apa yang harus Jeno lakukan sekarang? Baru kali ini mereka berdua terlibat pertengkaran sehebat ini, sampai Martha memutuskan untuk pergi dari rumah.     

"Tu—Tuan ... maafkan saya," ucapnya dengan lirih menunduk. Gara-gara hills yang tersangkut di antara bagian tubuh karpet, tubuh seksi sekretaris Jeno jatuh ke dalam pangkuan Jeno, dan pada saat ia ingin mendorong tubuh sekretarisnya itu, ia malah tanpa sengaja memegang pinggul ramping wanita seksi tersebut.     

Dan seluruh aktivitas tanpa sengaja dilihat oleh Martha yang tiba-tiba membuka pintu ruang kerjanya tanpa Jeno sadari.     

Semua ini menjadi bumerang bagi Jeno yang kemarin sengaja mendiami istrinya karena kecewa mendapati membela Delon yang jelas-jelas salah mencintai adik angkatnya sendiri. Bagaimana mungkin Jeno bisa mengiyakan seperti Martha dan mendukung pernikahan itu benar-benar terjadi.     

"Lain kali, letakkan dokumen kepada Renar. Tidak perlu kau ke rumahku! Kau membuatku semakin pusing saja," ucap Jeno dingin yang langsung masuk ke dalam mobil hitamnya yang dibukakan pintu oleh Renar berdiri dengan rasa hormat.     

"Dengar? Jangan sembrono! Sekretaris baru setahun saja, tapi sudah belagu!" tambah Renar sinis dengan terkekeh mengejek. Ia pun langung berlari memutar ke arah tempat duduk sebagai pengendali stir yang sudah dipercaya Jeno selama bertahun-tahun lamanya.     

Sekretaris Jeno menyunggingkan senyum seingai tajam di sudut bibirnya seraya memainkan anak rambut yang menjuntai bebas saat mobil mewah Jeno benar-benar sudah keluar.     

"Aku bisa menggantikan istrimu, Tuan Jeno. Akulah yang lebih cocok menjadi nyonya di rumah ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.