HE ISN'T MYBROTHER

Serangan Tiba-tiba (Rachel)



Serangan Tiba-tiba (Rachel)

0Di rumah megah Mauren. Jeno sedang berkutat dengan beberapa dokumen yang semakin membuatnya begitu sibuk karena kejayaan itu kembali lagi kepada Jeno. Namun, hingga detik ini Martha tak kunjung ditemukan dan sama sekali memberikan tanda-tanda akan ke pulangannya. Padahal ini sudah tiga hari semenjak Martha memutuskan untuk pergi dari rumah.     

Keadaan rumah besar ini menjadi begitu hening saat nyonya besar mereka tak lagi berteriak histeris saat masakan buatannya gosong atau ia ingin memasak sesuatu dan semua orang yang berada di rumah harus mencoba masakannya. Baru ditinggal Martha tiga hari saja rumah besar itu bagaikan sebuah kuburan. Hanya tinggal sayup-sayup satu-dua kali suara saja.     

Di ruang kerja rumah Mauren.     

"Tuan Jeno, makan dulu, saya sudah memasakan makanan kesukaan, Tuan ..."     

"Semenjak nyonya Martha pergi, Tuan Jeno begitu jarang makan. Jangan sampai sakit, Tuan," sambung Lina yang sudah membawakan satu piring udang goreng mentega kesukaan Jeno.     

Lina begitu tahu akan kesukaan Jeno semenjak satu tahun terakhir ini, ia selalu memperhatikan dan mengingat betul apa pun yang diperintahkan oleh Jeno saat meeting sedang penuh dan tidak sempat untuk makan siang di luar. Ini juga adalah bentuk usaha Lina untuk mengambil alih status nyonya besar di rumah megah ini.     

Jeno bergeming dengan perkataan Lina. Ia masih sibuk membolak-balikkan dokumen yang kini berada di tangannya. Bagi Jeno pekerjaan lebih penting, dan ia akan mencoba menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan ini agar pikirannya tentang Martha sedikit teralihkan dengan menunggu kabar dari anak buahnya juga.     

"Tuan ... makanlah dulu, saya sudah siapkan di sini." Kini tubuh Lina sudah berada di depan meja kerja Jeno dengan buku tangan yang menunjuk ke arah makanan yang sudah tersaji di atas meja. Saat Lina sedang mengulang tawaran, ketukan pintu dari luar membuat keduanya mengalihkankan pandangan ke arah pusat suara.     

Tok     

Tok     

Tok     

"Hem, masuk," perintah Jeno yang sudah tak lagi memperhatikan dokumennya, melainkan sosok yang akan masuk dari pintu ruang kerja Jeno.     

Kaki panjang itu muncul dari balik pintu menyusuri setiap ukiran lantai berwarna putih bersih dan perlahan mengikis jarak antara bawahan dan Tuan.     

"Ada apa?" tanya Jeno yang langsung melepaskan kaca mata beningnya dari tulang tegas hidung mancung tuanya.     

Lelaki itu langsung berjalan ke arah samping kursi kebesaran Jeno, membungkuk, menempatkan bibirnya di depan telinga Jeno. Jeno terlihat membulatkan mata seraya memahami setiap kata yang telah ia dengar.     

Sedangkan Lina mendengus kesal melihat kedua lelaki itu yang begitu akrab, seakan tak menganggap dirinya ada sini. Lina yang berpikir hari ini adalah harinya bersama dengan Jeno yang akan menjadi hanya berdua, kini harus menelan pil pahit. Semua menjadi gagal karena adanya penganggu itu yang datang.     

'Sialan tuh perjaka tua!' umpat Lina dengan menggeram kuat.     

"Apa kau benar, Renar?" Suara itu membuat Lina tersadar dari rasa dendamnya kepada Renar, lalu dengan cepat bersikap biasa saja. Bahaya, jika ada yang mengetahui misinya untuk mendapatkan Jeno dan seluruh kekayaan lelaki paruh baya itu.     

Renar mengangguk sebagai jawabannya. Lalu menyerahkan ponselnya di hadapan Tuan besar Renar, tidak berapa lama senyum tua itu terbit di wajah Jeno dengan begitu cerah seakan seperti matahari yang sedang menyinari semesta saat mendung telah usai.     

"Baiklah ... kembali ke dalam pekerjaaanmu. Terima kasih," ucap Jeno yang langsung membuat Lina dan Renar membulatkan mata lebar. Pasalnya semenjak pertengkaran besar dengan Delon, sifat baik Jeno seakan tertutup dengan hawa dingin lelaki paruh baya tersebut.     

"Sam ...sama-sama, Tuan Jeno," ucap Renar terbata.     

Jeno melirik ke arah sekretarisnya, lalu dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah sebuah piring berwarna putih di atas meja dekat sofa. "Renar, Kau sudah makan?" Renar menggeleng.     

"Kalian makanlah berdua. Aku sedang ingin memakan sesuatu yang lain. Nikmati saja." Jeno memakai kembali kaca mata bening, lalu mendirikkan tubuh kekar tuanya berlalu pergi meninggalkan kedua bawahan di ruang kerja di sana.     

Lina meremas kudua buku tangannya saat mendengar perkataan Jeno. Tapi, ia harus bersabar untuk perlahan mencuri hati dan perhatian dari Jeno. Mumpung Martha sedang tidak berada di rumah, ia akan mempergunakan caranya untuk lebih mendekati Jeno.     

Renar berlari kecil ke arah meja yang sudah tersaji masakan Lina yang terlihat begitu menggiurkan saliva Renar.     

"Ayo, Lin ... sini makan! Percuma lo ngurusin suami yang udah bucin kaya tuan Jeno. Buang-buang masa muda lo!" kata Renar yang sudah memasukkan beberapa potong udang ke dalam mulutnya.     

'Lihat saja, Jeno. Kamu akan menjadikanku nyonya besar di sini,' batin Lina.     

"Brisik, lo, Pak Renar!"     

***     

Racehel bingung, sudah tiga hari dirinya berada di hotel bersama Mama Martha. Delon benar-benar melepaskan dirinya untuk mengurus Mama Martha terlebih dulu sampai wanita paruh baya yang sedang tertidur itu, jauh lebih tenang dan mau pulang kembali ke rumah utama.     

Tapi, sayang hingga detik ini wanita paruh baya itu masih saja belum mau pulang. Sampai Rachel bingung harus membujuk dengan cara apa lagi.     

'Kasihan kak Delon harus tidur sendirian,' gumam batin Rachel saat tangannya masih dipegang Mama Martha, ia ingin melepas tangan tua itu, tapi malah digenggam lebih erat.     

"Haduh gimana ini? Gue tahu kak Delon nggak bisa tidur selama gue di sini," ucap lirih Rachel yang sekarang kembali gusar memikirkan suaminya yang kini berada di apartemen bersama dengan Regan. Entah sedang melakukan apa mereka berdua, karena seharian ini Delon tidak menghubungi Rachel.     

Rachel yang sedang berkutat dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan dering ponselnya yang sengaja ia letakkan di atas nakas, Rachel langsung mengambil dengan malas. Saat kedua mata coklat Rachel mengarah pada nama yang berada di layar ponsel, Rachel melebarkan matanya. Rasanya ia ingin berteriak dengan kencang ... sekencang-kencangnya.     

Orang yang Rachel tunggu-tunggu sedari tadi akhirnya mengiriminya pesan.     

"Akhirnya suami tuaku mengirim pesan," gumam Rachel yang begitu senang.     

Saat Rachel membaca isi pesan yang dikirim oleh Delon, ia dibuat mengernyit dalam garis dahinya. Rachel mendongak, menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam. Ia sedikit ragu untuk membangunkan Mamanya yang sudah terlelap pulas , tapi mau bagaimana lagi Rachel harus mengatakan sebelum keluar dari kamar.     

"Mam ... Mama ..."     

"Maa... Mamaa," panggil Rachel sekali lagi,seraya mengguncang tubuh tua Martha dengan pelan.     

Wanita paruh baya itu menggeliat beberapa detik, lalu perlahan kedua matanya terbuka, menatap sang putri yang berada di samping.     

"Hem.. ada apa, Sayang?" jawab Mama Martha.     

Rachel menatap berbinar pada wanita paruh baya itu. "Aku mau keluar dulu, ya, Ma? Kak Delon ada di luar ...." Wanita paruh baya itu menangguk mendengar permintaan Rachel, lalu kembali membalikkan tubuhnya membelakangi Rachel. Ia menghela napas dalam-dalam akhirnya Rachel bisa menikmati udara di luar kamar ini.     

Rachel mengayun langkah mendekati pintu kamar, baru tangannya membuka dengan sedikit gerakkan. Tiba-tiba wajah cantik Rachel langsung diserang oleh ciuman yang bertubi-tubi hingga Rachel harus memejam erat sedikit menghindar.     

Cupcupcup     

"Apa-apaan sih, Kak?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.