HE ISN'T MYBROTHER

Menginap Di Sini Hanya Karena Menang Undian?



Menginap Di Sini Hanya Karena Menang Undian?

0"Sekarang kita mau ke mana, Kak? Mau pulang ke apartemen, atau masih di hotel ini?" tanya Rachel masih mengalungkan tangannya di lengan kekar Delon yang kini mengikuti langkah Delon mengayun. Rachel tidak tahu mau di bawa ke mana. Yang pasti ini bukan jalan keluar, lalu di mana? Mata Rachel mengedar ke arah sekitar.     

"Tapi, di sini masih ada mama, Kak. Aku ...."     

"Aku tahu." Delon mengusap pucuk kepala Rachel dengan gemas seraya tersenyum tampan ke arah istrinya yang sedaritadi menunjukkan ekspresi bingungnya. Begitu lucu, jika Delon teruskan pasti membuat Rachel semakin kesal padanya.     

"Kita mau ke mana, Kak? Kenapa ke lantai lain?" tanya Rachel yang bingung kembali saat mengedarkan pandangannya pada sebuah lantai yang berisikan beberapa kamar dan di lorong itu terasa sepi hanya ada udara dingin serta langkah kaki Rachel dan Delon saja.     

Delon memajukan dagunya untuk menunjukkan kamar yang akan mereka tempati. Rachel mengikuti arah tunjuk Delon, lalu menautkan kedua alisnya saat kedua matanya disajikan sebuah kamar yang begitu besar.     

"Kenapa nggak sekalian di kamar mama, sih? Di sana ... kita nggak usah nyewa kamar lagi. Kita bisa hemat. Keuangan kita kan nggak kayak dulu, Kak. Boros tau kalo begini," dengus Rachel yang seakan tak rela memasuki kamar yang berada di depannya yang terlihat begitut mewah daripada kamar lainnya di ruangan ini apalagi kamar mama Martha.     

Rachel ingin mereka menginap di kamar mama Martha untuk malam ini saja. Sehingga mereka juga tidak perlu memikirkan biaya penginapan, karena sudah pasti wanita paruh baya itu telah membayarnya.     

Sedangkan ini? Dari luar saja terlihat begitu luas apalagi dalamnya. Rachel benar-benar dibuat kesal dengan cara berpikir Delon. Ia sedang melakukan tugas seorang istri yang ingin menghemat sehemat-hematnya karena nanti hidup di luar negeri itu tidaklah murah.     

"Sayang aku sangat lelah ... ini sudah hampir pagi, aku ingin tidur," rengek Delon dengan gayanya merayu agar Rachel mau ikut masuk. Tapi, istrinya itu sepertinya masih kekeh dengan rumus super hemat yang membuat Delon mati mengantuk di depan bibir pintu kamar.     

"Sayang, ayo! Aku sudah sangat mengantuk. Aku akan membawamu ke mama lagi nanti. Harga kamar ini juga tidaklah mahal, percaya padaku," bohong Delon demi kesejahteraan pagi ini. Rachel terlihat masih enggan untuk masuk dan memilih membuang wajahnya.     

Delon memutar bola mata hitam untuk mencari solusi pagi ini, dirinya harus segera tidur. Percuma ia membeli hotel ini, jika ia tidak bisa menikmati tidur di hotel ini dengan fasilitas kamar yang memang sudah seharusnya untuk sang pemilik adalah VVIP seperti kamar ini.     

Delon meroggoh ponselnya, mencari kontak panggilan yang sudah terbiasa Delon telpon dalam waktu yang mendesak seperti ini.     

Benda pipih itu sudah menunjukkan perubahan pada layar panggilan, dengan cepat Delon menempelkan pada telinganya dengan sedikit memundurkan langkah agar Rachel tidak mendengar.     

"Apa urusanmu sudah selesai?" tanya Delon di dalam ujung panggilan tersebut.     

"Sudah, Boss. Sesuai dengan perintah," jawabnya dengan sopan dan sesuai dengan kenyataan Regan telah menyelesaikan tugas yang diberikan Delon padanya. Menyelesaikan semuanya hingga ke akar-akarnya.     

"Cepat ke sini. Bawa yang aku minta tadi ... jangan lupa jaga mulutmu." Kalimat terakhir dan Delon langsung mengakhiri panggilan itu agar Rachel tidak curiga padanya.     

Delon dengan cepat berlari ke arah Rachel yang masih membuang wajahnya, seakan tak peduli dengan kepergian Delon dan juga tidak ingin menanyakan apa pun juga. Ia masih begitu kesal dengan pilihan kamar yang dilakukan Delon tanpa berbicara dulu padanya.     

"Sayang, aku memang menang undian. Nanti biar Regan yang bawa ke sini ... kita masuk dulu, ya? Kamu kan tahu aku tidak sekaya dulu. Mana mungkin bisa membayar kamar sebesar ini ..."     

"Apa kamu percaya suamimu ini memiliki uang sebanyak itu?" ujar Delon yang masih berusaha untuk menenangkan Rachel dan membuat perempuan bersurai hitam itu mempercayai, jika dirinya memang memenangkan kuis gaib yang diundi dini hari. Hahaha. Delon tertawa dalam hati, jika benar harus menggunakan cara ini.     

"Kamu sama kak Regan itu sekongkol. Mana percaya aku. Kamu itu bossnya, sedangkan kak Regan nggak akan bisa hidup tanpa kamu. Mana aku percaya, jika kalian benar-benar mengatakan jujur ..."     

"Udahlah, ayo balik ke kamar mama aja. Kunci kamar itu balikin, tukar lagi sama uang. Kamu jangan boros, Kak! Beras juga mahal sekarang tau nggak kamu?" Rachel menarik lengan kekar Delon kuat untuk kembali berjalan keluar dan meninggalkan lantai ini yang menyediakan deretan kamar luar biasa mahalnya. Jika, Rachel masih berada dalam naungan Jeno, ia pasti bisa tidur di salah satu kamar itu apalagi kamar yang dipilih Delon. Tapi, kenyataan sekarang berbeda.     

"Kenapa bawa-bawa beras, sih?" tanya Regan seraya menaikan kedua alisnya bingung. Pembicaraan Rachel seperti ibu rumah tangga yang sudah menjalani rumah tangga hingga beberapa tahun. Dulu Rachel hanya tau minta dan menangis. Jadi, sekarang Delon harus bahagia atau sedih, jika mengetahui perubahan Rachel yang begitu cepat.     

"Emang nyatanya begitu."     

Tapi, kali ini, Rachel memang benar-benar ingin mengontrol segala pengeluaran. Ia tidak mau, jika suatu hari nanti papanya datang dan memaki-maki Delon seperti saat pertama kali lelaki itu mengatakan kejujuran.     

"Mana bisa begitu, Sayang. Ini hotel berbintang ... dan tidak mungkin mengembalikan uang. Aku benar-benar menang undian, Sayang. Ayolah, kamar ini sangat bagus. Kamu pasti menyukainya," kata Delon yang juga mencoba untuk menahan tangan Rachel untuk tidak memaksa kembali ke kamar mama Martha.     

Karena di sana ada seseorang yang mampu membuat mereka berpisah lagi. Delon tidak mau itu, lebih baik membohongi demi kebaikan Rachel.     

"Tidak. Aku tidak menyukainya. Aku ingin uang kita kembali, jangan boros! Aku tidak mau membuang-buang uang hanya untuk tidur sehari di sini. Di apartemen juga bisa," kekeh Rachel.     

Sialan Regan ke mana dia? Lama sekali!     

"Iya-iya! Tapi, nggak usah tarik-tarik kayak gitu, nanti kamu jatuh." Delon terpaksa mengikuti tarikan Rachel yang membawanya menjauh dari kamar hotel tersebut. Dengan menghela napas panjang, sebagai suami yang baik dan budiman. Delon menurut saja dengan perkataan Rachel dari pada besok ia tidak mempunyai kesempatan berkunjung dan menyiram bunga matahari. Bisa pusing tujuh keliling junior Delon.     

"Kalo nggak gini, kamu bakal kabur lagi, Kak. Aku nggak akan ketipu kedua kalinya," ucap Rachel yang membuat Delon memejam dengan erat.     

Istriku memang semakin hebat. Trik kampungan pun masih diingatnya, batin Delon seraya menggeleng tak percaya.     

"Itu masa lalu, Sayang. Kenapa kamu masih mengingatnya, sih?"     

"Mana bisa aku lupa begitu saja."     

Tidak berapa lama Regan datang dengan berlari membawakan sesuatu yang sengaja ia kibarkan di atas kepalanya saat ia juga berlari. Seakan seperti seorang pahlawan yang inghi menyalamatkan manusia.     

"Boss aku dataanggg!"     

"Kenapa Kak Regan bisa di sini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.