HE ISN'T MYBROTHER

Ini yang Dinamakan Kerja di Kantor Utama



Ini yang Dinamakan Kerja di Kantor Utama

0"Apa kamu di sini?" Suara lirih Jeno kini mencari seseorang yang masih menjadi pusat dari pikirannya.     

Ia sudah mencoba memejamkan mata setelah menikmati makanan kesukaan dirinya dan Martha. Tapi, bisikan yang dibisikan Renar tadi siang membuat pikiran lelaki paruh baya itu tak sabar menunggu hari esok untuk bisa menemui sang istri.     

Pikir Jeno, ia bisa menunggu sampai hari esok untuk membawa Martha pulang kembali. Tapi, ternyata seluruh tubuh dan pikirannya tak bisa sampai menunggu untuk hari berganti. Ini masih tergolong dalam pagi hari sebelum fajar tiba, tapi tubuhnya sudah berada di mana tubuh seseorang sedang memiring terbalut dengan selimut tebal.     

Lelaki itu tidak tahu, seseorang yang tidur memering itu istrinya atau bukan. Tapi, melihat caranya tertidur dan segala hal yang ia lihat saat ini membuat mata tua itu berbinar menyakini apa yang telah diberitahu Renar padanya.     

Beruntung Jeno bisa menerima kunci cadangan dari kamar ini, sehingga ia tidak terlalu sulit untuk masuk dan kemungkinan terburuknya, Martha akan menolak kehadirannya.     

"Apa itu dia? Kenapa selalu tidur memiring ... itu membuat dirinya tidak bisa waspada, jika ada musuh seperti ini. Apakah dia tidak merasa takut?" monolog Jeno saat mulai memasukkan dirinya ke dalam selimut tebal Martha, menyatukan dirinya dengan istrinya. Perlahan tangan tua itu mulai bergerak hingga mencapai pinggang Martha. Membuat wanita paruh baya itu sedikit menggeliat karena kehadiran tangan besar itu di perut ratanya.     

Tubuh Martha bergerak menghadap Jeno dengan mata yang masih memejam mendusel ke dalam pelukan hangat Jeno seperti biasanya. Jeno yang melihat gerakkan istrinya dan benar dugaannya, jika wanita itu adalah Martha. Ia pun semakin memasukkan wanita itu ke dalam pelukannya. Mencium pucuk kepala Martha dengan begitu dalam.     

"Ternyata kamu benar-benar di sini."     

"Aku pikir kamu juga akan meninggalkanku seperti Rachel ... aku bahkan tidak akan bisa menjalani kehidupan ini, jika kamu benar meninggalkanku," sambung Jeno dengan menitihkan air matanya merasakan kesedihan yang luar biasa dari dalam hati.     

Akhirnya Jeno ikut memejamkan mata mengikuti Martha yang sama sekali tidak merasa terganggu dengan kehadiran lelaki paruh baya itu malah semakin terdengar dengkuran halus dari wanita paruh baya yang memiliki darah darat itu.     

"Semoga kamu tidak akan terkejut dengan kehadiranku besok."     

***     

Mentari pagi bersinar dengan begitu cerahnya menembus segala sisi korden hingga membuat salah satu dari yang berada di tempat tidur terbangun karena terganggu akan sinar matahari hangat itu.     

"Sayang ... bangun, kamu nggak berangkat kuliah?" tanya Delon mengguncang tubuh polos tanpa sehelai benang itu yang tenggelam dalam tebalnya selimut.     

Setelah mendapatkan omelan dari Rachel, Delon memilih untuk meredam amarah istrinya dengan memakannya hingga sampai matahari pagi terbit. Benar-benar upaya yang membuahkan hasil, Rachel melupakan segala kekesalannya karena membuat bibir tipis itu membengkak.     

Rachel menggeliat. Memutar tubuh membelakangi Delon, menyingkirkan tangan besar Delon yang mengguncang tubuh rampingnya.     

"Nggaak. Mau tidur, ngantuk. Aku baru tidur lima menit yang lalu, dan sekarang kamu membangunkanku! Dasar lelaki tidak mempunyai perasaan!" sungut Rachel denga menggegam kuat selimut yang menutupi tubuh setengah tubuh polos milik Rachel.     

Delon menarik sudut bibirnya melihat tubuh itu sudah sempurna membelakanginya. Dengan satu tangan menyanggah kepala, kini selimut yang tadi juga menutupi tubuh kekar Delon ia hempas hingga menampilkan dirinya yang sudah seperti lukisan indah yang pasti akan diburu oleh banyak penglektor lukisan yang begitu memuja bentuk tubuh Delon yang begitu sempurna dengan otot-otot tegas membentuk sebuah gambaaran yang begitu atletis.     

Delon masih menyunggingkan senyumnya saat melihat dada bidangnya penuh dengan tanda cinta dari Rachel seakan tidak membiarkan satu bagian kosong di sana. Apalagi kini senjatanya sudah kembali beraksi saat melihat tubuh Rachel yang meringkuk di dalam selimut tebal itu.     

"Apa kamu benar-benar tidak kuliah? Bagaimana dengan ujianmu. Kalo kamu tidak lulus di semester ini, papa akan bertambah menyalahkanku," ujar Delon yang sengaja menggunakan nada tingginya untuk membuat telinga Rachel mendengar. Tapi, tidak disangka, Rachel malah berbalik dan langsung menutup mulutnya dengan buku tangannya.     

"Diam, Kak! Aku tahu itu. Tapi, dosenku sedang ada urusan, ujianku harus diundur dua hari lagi. Aku sekarang mau tid—"     

"Tidur ...." Rachel mengulang perkataannya dengan suara yang melambat saat melihat tubuh Delon sama sekali tidak tertutupi apa pun. Membuat Rachel mengerjapkan matanya berkali-kali. Meskipun ini bukan pertama kalinya, tapi ini membuat Rachel selalu berdecap kagum dengan bentuk tubuh atletis Delon.     

"Baguslah, kalo kamu libur. Sana tidur lagi." Kalimat Delon dan tangan besar yang tadi memaksa melepaskan buku tangannya dari mulut lelaki itu membuat Rachel terkesiap dan merubah wajah itu menjadi memerah merona. Dengan menunduk, Rachel mengangguk seperti anak kucing yang kembali ke tempat tidurnya.     

'Apa sebegitu mempesonanya diriku, Sayang?' batin Delon yang menggeleng tak percaya melihat ekspresi malu-malu Rachel.     

"Aku ingin pergi ke kantor, ya?"     

Rachel yang mendengar perkataan Delon langsung melebarkan mata, mencengkram kuat selimut tebalnya tanpa mau membalikkan tubuh. Itu sama saja membuat peluang Delon akan megolok-olok wajah Rachel yang seperti udang rebus saat ini.     

"Kenapa harus bekerja? Bukannya semuanya sudah ditangani kak Regan?" Rachel seakan tak rela harus ditinggal lagi oleh Delon setelah melihat pemandangan itu. Pikiran Rachel menjadi kacau kembali. Ia benar-benar merutuki atas pikirannya yang mulai kotor dan menginginkan lelaki itu selalu berada di sini di samping Rachel.     

"Tidak bisa. Aku harus ke kantor," ucap Delon yang terbanding terbalik dengan apa yang kini Rachel rasakan. Ada sebuah tangan yang mulai masuk ke dalam selimutnya, mempermainkan kedua aset besarnya dengan gerakan gemas. Dan sesuatu yang membuat telinganya basah saat ini.     

Rachel menoleh ke belakang mendapati Delon yang memainkan lidah dan menyesap di area telinganya dan gerakan tangan besar itu semakin saja membuat Rachel memjamkan mata dengan menggit bibir bawahnya.     

"Ka ... katanya mau pergi ke kantor?" tanya Rachel dengan terbata merasakan tubuhnya kembali memanas apalagi tubuh bagian bawah Rachel mulai bereaksi jauh lebih cepat karena kehadiran tubuh polos Delon yang menempel begitu erat ditubuh Rachel.     

"Ini kantor utamaku ... aku tidak bisa kalo tidak masuk ke kantor utama. Bagaimana bisa aku membiarkan tubuhku tidak mendpatkan sentuhan dari Boss utamanya."     

Rachel semakin menggegam erat tangan Delon yang satunya sudah berada di bawah sana, hingga membuat Rachel mendongak merasakan aliran listrik yang begitu kuat menghantam tubuhnya.     

"Tiga hari adalah waktu terlama kita berpisah, Sayang. Aku tidak bisa lagi berpisah denganmu dalam waktu seperti itu. Lain kali aku akan ikut menginap di mana pun kamu berada. Kamu benar-benar menyiksaku, memaksaku untuk merelakanmu."     

Delon melesatkan bibirnya di leher jenjang Rachel yang juga sudah penuh dengan tanda merah yang begitu masih terlihat terang dan baru saja teercetak. Tapi, Delon malah kembali memberinya.     

"Jangan disitu ... itu akan dilihat banyak orang."     

"Tidak peduli."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.