HE ISN'T MYBROTHER

Satu Hal Lagi



Satu Hal Lagi

0"Boss, kenapa tidak masuk?" tanya Regan bingung.     

Regan mengerutkan dahinya melihat Delon yang tiba-tiba menghentikan langkahnya sehingga membuat langkah Regan juga terhenti, menabrak tubuh kekar itu, yang lebih anehnya Delon memilih berada di luar pintu masuk hotel. Padahal hotel ini jelas sudah menjadi milik Bossnya.     

Delon terdiam. Ia masih memandang ke arah depan melurus tajam seperti menamati sesuatu yang sulit untuk ditinggalkan. Regan mengikuti arah sorot mata Bossnya yang masih tak berkedip dengan pemandangan yang tersaji di sana.     

"Itu Om Jeno dan Tante Martha kan? Astaga, kenapa mereka malah memarahi Rachel?" tanya Regan dengan kesal hendak ingin mendekat ke arah mereka, tapi dengan cepat Delon mencekal.     

"Diam di sini. Atau kubunuh kau sekarang?"     

"Biarkan dulu ... mereka tidak tahu siapa yang mereka hadapi sekarang. Sepertinya istriku masih bisa menangani. Ini terlihat menarik ..."     

"Katakan kepada semua tamu. Tidak ada boleh yang merekam hal ini atau sampai muncul di media, tidak akan pernah kuampuni, siapa pun itu. Sterilkan area ini juga, khusus hanya untuk Rachel ... jangan biarkan siapa pun masuk." sambung Delon dengan dingin.     

Regan dengan cepat mengangguk patuh. Siapa yang tidak tunduk pada perintah Delon yang sudah menampilkan wajah menakutkan seperti ini. Ia yang sebagai sahabatnya pun juga tak bisa menolak atas kendali yang sudah ditentukan Delon. Lelaki itu bak anak iblis yang baru memunculkan taringnya.     

"Baik, Boss."     

Masih terdengar suara Martha yang berteriak mengumpat dan mengancam Rachel dengan begitu keras hingga membuat seluruh mata pengunjung hotel memandang ke arah Martha yang dibawa paksa oleh Jeno.     

"Akan kucekik kau sampai matii, dasar bibit muda pelakor!" Satu ancaman itu terdengar begitu menggaung di lobby hotel. Hingga membuat bibir Delon melengkung, menarik garis senyum di wajah tampannya. Menyipitkan mata melihat respon mengejutkan dari Rachel yang terlihat meledek dari belakang tubuh Jeno dan Martha yang hanya terlihat punggung mereka saja.     

Regan menautkan kedua alisnya melihat Delon malah mengulas senyum di bibinya. Bukan merasa cemas karena melihat Rachel yang diumpat mertuanya, tapi semakin melebarkan senyum dengan menggeleng. Regan sampai tidak habis pikir ke mana arah pikiran Bossnya itu.     

"Ayo pergi, temui istriku." Delon mengayun langkah mendahului Regan yang masih menggeleng tak percaya melihat Delo yang malah semakin terlihat senang mendengar umpatan dari Martha.     

"Itu suaminya Rachel kan? Cih, sudah benar-benar stress! ... amit-amit, deh." Regan menamatkan pandangannya pada punggung kekar Delon yang begitu santai berjalan mengikis jarak antara Rachel yang berada di sana.     

Regan merogoh ponselnya terlebih dulu sebelum menyusul kedua majikannya. Lelaki berkaca mata itu mengetikan sesuatu kepada seseorang untuk menjalankan apa yang diperintahkan Delon tadi padanya.     

"Gue pikir Delon dulu akan bergabung dengan om Dinu, ternyata... ah sudahlah!"     

Apa yang tidak bisa Delon lakukan? Semua bisa Delon lakukan, lelaki yang selalu direndahkan oleh orang disekitarnya itu sesungguhnya sosok yang harus mereka perhitungkan untuk hanya menyinggung seujung kukunya saja.     

Lelaki paling berpengaruh itu hanya tinggal menunjukkan keberadaannya yang masih abu-abu menjadi orang yang paling ditakuti di negara ini.     

"Lakukan sesuai dengan apa yang kukatakan tadi. Tidak ada yang boleh pergi sebelum ponsel mereka bersih," kata Regan dalam ujung panggilannya. Dan tidak membutuhkan waktu lama, Regan mematikan sambungan panggilan itu. Lalu, menegakkan kerah kemejanya, kemudian mulai mengayun langkah ke arah kedua pasangan suami istri gila itu.     

Delon sudah berada di belakang Rachel dengan tubuh tegapnya menantap sang istri yang sedang sibuk melepas syaal yang melilit leher jenjang perempuan itu. Apalagi ditambah dengan coat berwarna coklat yang dipakai Rachel, sungguh membuat Rachel seperti mandi peluh di seluruh tubuhnya.     

"Tingkat kewaspadaan mama oke juga. Tapi, masak iya gue dibilang pelakor muda? Dari mananya tampang gue jadi pelakor?" gerutu Rachel yang hendak melepas coatnya.     

Tapi, langsung ditahan dari belakang oleh tangan besar yang langsung menutup kembali tubuh itu dengan coat yang benar-benar tidak cocok digunakan di Indonesia. Karena Rachel menggunakan ini hanya untuk menghindari pertemuan yang tak terduga seperti ini.     

"Apa sih? Siapa—"     

"Aku!" Delon langsung memunculkkan tubuhnya di depan Rachel. Sehingga membuat mereka kini saling berhadapan.     

Delon menoleh dengan menyorotkan tatapan tajam ke arah barisan para pelayan hotel yang melihat ke arah Rachel tanpa berkedip. Seperti yang sudah-sudah, mereka yang menyadari akan tatapan membunuh dari Tuannya langsung menundukkan kepala, tapi ada tiga orang yang masih tak berkedip melihat kecantikan Rachel saat kaca mata itu terbuka. Apalagi Rachel tadi sempat ingin membuat coatnya.     

"Ingin kucongkel matamu? Berani menatap istriku seperti itu?!" pekik Delon yang sontak membuat manager hotel ittu langsung berlari ke arah bawahannya.     

Manager hotel itu langsung mengguncang ketiga bahu bawahan, sehingga mereka lanngsung tersadar.     

"Ma ... maafkan atas kelancangan kami, Tuan. Saya akan memberi hukuman untuk mereka bertiga, " ucapnya yang langsung membuat ketiga bawahannya ikut menunduk takut ke arah Delon yang berdecih dengan pandangan Rachel bingung melihat Delon yang begitu dihormati di hotel ini.     

"Lainkali, jika ada yang berani menatap istriku dengan kurang ajar seperti itu aku tidak akan membirakan orang itu lolos. Kalian paham?" sambung Delon dengan nada dinginnya menatap tajam seluruh pegawai hotel itu tanpa terkecuali.     

"Paham, Tuan," Mereka semua menjawab dengan kompak dan semakin membuat Rachel seperti diutamakan di hotel ini.     

Rachel menarik kain kemeja Delon untuk menghentikan aksi lelaki itu yang terlihat terlalu berlebihan kepada para pegawai hotel yang hanya karena mereka mencuri menatap dirinya. Rachel tidak begitu mempersalahkan, jika sampai mengancam atas pekerjaan yang mereka jalani.     

Delon yang merasakan kecemasan Rachel, ia langsung memindahkan pandangan ke arah perempuan yang masih berada di depannya kini. Dan seketika ekspresi itu berubah dengan begitu cepat. Seakan ada dua sisi yang berbeda di dalam diri lelaki tampan itu. Malaikat dan iblis, mereka melebur ke dalam diri seorang Denis.     

"Tidak apa-apa, Sayang. Mereka harus diberi pembelajaran. Beruntung kita memaafkan, jika ada tamu lain yang protes atas tindakan mereka yang kurang ajar. Hotel ini akan benar-benar ditutup, tidak peduli status bintang hotel ini apa," kata Delon yang membuat Rachel melirik sendu ke arah para pegawai hotel yang masih menunduk ke arah mereka berdua.     

Delon mengulurkan tangannya, menyeka peluh yang memenuhi dahi istrinya. "Kamu tidak apa-apa? Aku tadi hanya melihatmu dilabrak dari sana ...." Delon menunjuk ke arah pintu masuk hotel, diikuti Rachel yang juga mengikuti arah tunjuk Delon.     

"Kamu berani juga menggoda lekai tua seperti itu, nyalimu besar, Sayang," sambung Delon terkekeh dan langsung membuat bibir Rachel mencebik, memukul dada bidang berkali-kali dengan kesal.     

"Aku memang sudah tidak menyukai selera sepertimu," sungut Rachel seraya mengipaskan tangan pada lehernya yang terasa begitu gerah karena coat tebal ini masih menempel di tubuhnya.     

"Kamu mau buka coatmu?" Rache mengangguk. Tapi, jawaban Rachel membuat Delon menggeleng. Tubuh Rachel sudah basah karena keringatnya, kini baju yang Rachel pakai telah meleket pada tubuh Rachel. Hingga membentuk lekukkan tubuh sempurna perempuan itu. Delon tidak akan mau membagai lihat tubuh istrinya kepada siapa pun.     

"Tidak perlu. Aku akan menggendongmu hingga sampai di mobil."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.