HE ISN'T MYBROTHER

Kedatangan Sang Pembuat Rusuh



Kedatangan Sang Pembuat Rusuh

0"Hanya warna itu yang terlihat bagus di tubuhmu, Kak. Aku tidak menyukai warna lain."     

Delon masih tidak menyangka dengan alasan yang dipakai Rachel. Bukankah sejak dulu perempuan itu tahu warna apa saja yang tidak ia sukai. Kenapa sekarang malah memilih warna ini ... warna yang paling tidak pernah Delon sukai seumur hidup, pink dengan dominan warna yang lebih ketara.     

"Cepat pakai. Apa kamu tidak bekerja? Jangan di sini terus," sungut Rachel yang sudah merasakan pedih di hidungnya karena terlalu lama di jepit dengan kedua jarinya.     

Delon kembali menggegam kemeja berwarna pink tersebut dengan tatapan malas, lalu mengarahkan pandangan ke arah Rachel yang mengangguk untuk tetap memakai kemeja pilihannya. Tapi, lelaki itu terlihat masih bermalas untuk benar-benar memakai kemeja tersebut.     

"Kenapa?" tanya Rachel dengan suara sedikit tidak terlalu jelas, tapi dapat Delon pahami.     

Lelaki itu menunjukkan kemeja itu kepada Rachel dengan wajah memelas, meminta untuk diganti, berharap perubahan dalam wajahnya bisa mempengaruhi keingian perempuan bersurai hitam itu yang masih berdiri di samping sisi ranjang.     

Rachel mengambil paksa kemeja pilihannya. Lalu kembali berjalan menuju ke lemari baju Delon dengan mendesah kesal yang mampu didengar Delon. "Katakan sedaritadi, jika pilihanku jelek. Kamu memang tidak pantas memakai apapun yang kupilih ..."     

"Sebaiknya kamu cari istri yang bisa memilihkan kemeja dengan sesuai seleramu. Aku akan hidup dengan tan—"     

"Jangan katakan lagi," sahut Delon cepat dengan memeluk tubuh ramping itu dengan erat, menuslupkan kepalanya di leher Rachel.     

"Aku hanya ingin hidup awal hingga akhir bersamamu. Tidak ada yang pantas menjadi istriku ... kecuali kamu, Sayang. Jangan katakan lagi. Aku akan memakai warna kesukaanmu," sambungnya dengan tangan besar yang mulai kembali menarik tangan kecil Rachel yang tadi ingin memasukkan kembali kemeja berwarna pink tersebut.     

"Beneran kamu mau pakai?" tanya Rachel yang membuat Delon mengangguk mengiyakan. Tidak ada yang bisa Delon lakukan kecuali menyenangkan hati istrinya. Dengan begini satu masalah Delon terselesaikan.     

Meskipun Delon memakai warna yang begitu syarat akan kesan feminim itu, tapi tubuh kekar dan wajah tegas tersebut tidak bisa membohongi betapa kejam dan menakutkannya seoarng Delon jika sesuatu ada yang salah dan tidak sesuai dengan keinginannya. Kecuali, jika berada berdua seperti ini dengan Rachel lelaki itu akan berubah menjadi anak kucing rumahan.     

"Baiklah. Cepat pakai, aku senang kamu mau menurut dengan warna kesukaanku, Kak. Kalau kamu sudah terbiasa dengan warna ini ... pasti kamu akan suka. Percaya padaku." Rachel membantu memasangkan kemeja dan kancing di tubuh kekar Delon. Lelaki itu hanya membalas perkataan Rachel dengan senyum getirnya.     

Delon dihadapkan pilihan yang begitu sulit untuk menolak akan tetap saja teerjun ke jurang, jika menerima pun dirinya akan menceburkan sendiri ke dasar jurang.     

Cup     

"Terima kasih, Sayang.," ucap Delon seraya mencium kening Rachel saat kemeja pink itu telah siap terpasang di tubuh kekar Delon.     

Akhirnya Delon bisa melihat senyum di bibir istrinya terbit dengan begitu merekah. Jika, warna ini yang membuat senyum Rachel terbit. Ia akan menggunkan setiap hari, bahkan koleksi baju serba gelapnya akan ia ganti tanpa terkecuali.     

"Aku menyukai senyum itu ...." Delon menyentuh lembut bibir merah tipis yang selalu membuatnya tak bisa berhenti untuk tidak mencicipi. Perlahan lelaki itu lupa kendali, ia mendekatkan kepalanya dengan memiring, berniat ingin merasakan bibir manis itu. Tapi, tiba-tiba, Rachel membuang wajah menghindari bibir Delon dengan menutup hidungnya kembali.     

Delon menautkan kedua alisnya melihat ekspresi istrinya yang terlihat pucat. "Kenapa bau lagi? Tapi, aku kan sudah ganti kemeja, Sayang?"     

Perempuan itu mengangguk, lalu menoleh ke arah Delon kembali untuk menjawab pertanyaan sang suami, "Kamu kan belum mandi, Kak. Aku mau tidur, ngantuk."     

Rachel langsung mendorong dada bidang Delon, dengan gerakkan pasrah lelaki itu menurut ke mana arah dorongan tangan Rachel dengan menatap tak percaya, kalimat itu terdengar lagi. Padahal ketika malam itu, Rachel begitu cukup tidur. Kenapa sekarang berkata mengantuk lagi?     

"Sayang kamu terlalu banyak tidur. Nanti kamu sakit kepala," ucap Delon yang perlahan mengikis jarak di antara Rachel dengan dirinya.     

Rachel sudah memejamkan mata, tidak ada balasan dari perempuan cantik itu hanya sebuah dengkuran halus yang Delon dengar begitu jelas di telinganya. Delon menaiki tempat tidur di sisi samping Rachel, mengusap lembut pipi putih Rachel yang telihat lebih kurus.     

"Kamu kenapa seharian ini ... aku sampai pusing dengan segala perubahan sikapmu yang berubah-ubah tidak seperti biasanya. Apa kamu masih curiga aku?"     

"Aku sudah mengatakan berulang kali, aku hanya bisa terbangkit denganmu saja, Sayang. Kenapa kamu harus mendengarkan wanita gila itu," sambung Delon yang diakhirri dengan ciuman sayang pada kening istrinya.     

Lelaki itu akhirnya meninggalkan Rachel tertidur dengan berbalut selimut tebal dan memasang suhu pendingin ruangan agar perempuan itu tidur dengan nyenyak. Delon kembali membuka pintu kamarnya dan langsung keluar dengan wajah dinginnya. Dan seketika seluruh tatapan tertuju pada sosok yang baru keluar dengan mencuri perhatian mereka.     

Regan mengulum bibirnya melihat sahabatnya begitu serius menandatangani sebuah dokumen dengan warna kemeja yang begitu mencuri perhatian mata Regan, bibir itu juga sudah mulai gatal.     

"Boss ...."     

"Sudah ada hasil dalam meetingnya?" tanya Delon dengan cepat, ia tahu arah panggilan itu ke mana. Daripada membahas hal itu, ia lebih baik ia membuat Regan bungkam.     

Lelaki berkaca mata bening itu mengangguk dengan tubuh berdiri, mengayun langkah ke arah Delon yang sudah menunggu dengan wajah dinginnya. Delon membuka berbagai lembaran kertas putih itu, lalu kembali mengembalikan pandangan pada ke arah bebarapa klien yang terlihat terkekeh kecil.     

Meskipun kecil, lelaki itu bisa mendengar dengan jelas. Delon menatap tejam ke arah mereka. Jangan tanya bagaimana sorot mata itu sudah memusat pada beberapa targetnya.     

Regan yang melihat adegan ini hanya bisa menelan salivanya sulit. Suara Delon sudah benar-benar menakutkan. Beruntung ia tidak jadi menggoda Boss 'baperannya' itu.     

'Huuhh... lo selamat, Re!' batin Regan dengan menghela napas panjang.     

"Apa yang sedang kalian tertawakan? Coba katakan padaku ... jika, aku ikut tertawa kalian akan kuberi uang sebanyak yang kalian inginkan. Dan sebaliknya ... jika, aku tidak tertawa aku harus melakukan berbagai permainanku dengan mempergunakan kalian? Bagaimana?"     

Beberapa klien tersebut tidak berani mengiyakan tantangan tersebut. Bagaimana bisa sang pemilik kuasa melakuka perjanjian yang jelas mereka akan kalah diakhir. Mereka juga berpikir ulang untuk tidak mengiyakan. Bisa berbahaya, jika tubuh salah satu dari mereka digunakan sebagi samshak atau lebih parahnya menjadi makanan buaya.     

Tapi, saat mereka sedang menunduk dengan mulut terkunci rapat. Suara hills mendekat membuat mereka menoleh dan suara itu begitu jelas terdengar, mengiyakan permainan dari boss mereka.     

"Bagaimana kalau aku yang mengiyakan? Berapa ronde?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.