HE ISN'T MYBROTHER

Harus Ada Semur Jengkol



Harus Ada Semur Jengkol

0"Ke ... Napa Lo pakai baju kayak begini? Lo kekurangan baju emang? Apa emang nggak bawa?"     

"Tunggu disini ... gue pesenin Lo baju yang bener." Lanjut Regan yang akhirnya bisa mengerjapkan mata dengan berat. Saat tubuhnya sudah menjauh dari Sellyn.     

Pemandangan apa tadi yang Regan Lihat? Sellyn hanya menggunakan bikin bahan transparan yang terlihat begitu kekecilan untuk mencangkup si buah kelapa itu.     

Panas sekali ruangan ini tiba-tiba. Mata ngantuk Regan tiba-tiba juga langsung terbuka dengan lebar saat mengingat betap besarnya milik Sellyn—jauh dari apa yang ia kira selama ini.     

Ini gilaa! Benar-benar gila. Regan dibuat panas dingin oleh sesuatu yang dulu pernah ia sentuh tanpa berani melakukan pergerakan. Dan ternyata, sesuatu itu sangat membuat tubuh lelaki berkaca mata itu beraksi dengan cepat. Panas dan dingin telah melebur ke dalam tubuh lelaki itu.     

"Gu .. ue harus beliin baju yang normal. Bisa serangan jantung kalau begini ceritanya," gumam Regan mengusap-usap rambutnya dengan kasar. Wajah tegas itu telah memerah, tangkai kacamata juga menurun dari tulang tegas hidung mancung itu.     

Definisi dari malam ini untuk Regan adalah kacau! Malam yang kacau!     

Regan sedang berada di luar kamar. Ia tidak mungkin masuk dan melihat kelapa muda besar itu yang sangat menggiurkan untuk dihisap. Membayangkan saja membuat tubuh Regan melonjak-lonjak tak karuan, hingga melupakan untuk apa ia keluar kamar.     

Ponsel itu masih saja dipegang erat di tangan besar itu. Misi untuk membelikan baju untuk Sellyn tak kunjung Regan lakukan. Bahkan suara dari bawahan lelaki berkaca mata itu sudah terdengar di ujung telpon. Tapi, Regan masih saja larut dalam lamunan dalam yang membuat lelaki itu terbang ke langit ke tujuh.     

"Tuan, hallo Tuan Regan ... apa Anda mendengar saya?"     

"Hallo ... Tuan?"     

Suara dari ponsel Regan masih mengalun, tapi beberapa menit kemudian panggilan itu berakhir karena sang pemilik panggilan tidak segera menjawab.     

Tidak lama dari panggilan itu berakhir.     

Pintu kamar terbuka, seseorang dengan tubuh yang begitu sempurna, hanya menutupi kedua asetnya dengan bikin, dan bagian bawah hanya selembar kain segitiga tipis. Sangat membuat siapa pun yang melihat pasti akan tergiur untuk mendekat dan ingin menyentuh.     

"Abang, kenapa di luar? Gue di dalam sendirian ... katanya mau pesen baju, udah?" tanya Sellyn dengan langkah mengayun ke depan tubuh Regan. Sekarang mereka berdua berada di luar dengan tatapan keduanya yang sulit diartikan.     

"Abang ..." panggil perempuan itu sekali lagi dengan menyentuh lengan kekar Regan. Mulai mengusap lembut di sana, hingga sampai pada ponsel yang kini dipegang Regan, sekarang beralih di tangan Sellyn tanpa lelaki berkaca itu sadari.     

"Kenapa ada satu panggilan gagal? Abang ngga ngangkat? Kenapa?" Pertanyaan Sellyn sontak membuat Regan kembali mengerjapkan mata dengan cepat. Ia baru tersadar dari pesona Sellyn.     

"Kenapa Lo disini? Gimana kalau ada pelayan atau tamu hotel yang datang dan lihat Lo kayak gini ..."     

"Ayo masuk lagi! Jangan mempersulit gue!" Regan menarik tangan Sellyn untuk masuk kembali ke dalam. Tapi, perempuan itu malah terkekeh melihat perintah lelaki itu. Dengan cepat Sellyn menghempas tangan besar itu. Lalu, beralih berpura-pura jatuh di dada bidang Regan.     

"Ayo, cepatan masukk!"     

"Tapi, Bang ... Aaaggghh!!" teriak Selllyn kencang.     

Seellyn benar-benar jatuh menimpa dada bidang Regan. Lalu, pandangan perempuan itu beralih pada pemilik hembusan napas panas yang begitu tersara di leher putihnya.     

"Maaf, Abang. Gue nggak sengaja keserimpet karpet itu ...." Tunjuk Sellyn pada keset yang memang sengaja ditaruh di depan kamar hotel mereka berdua.     

"Lain kali hati-hati. Gue pinjemin jas. Lo tutupi tubuh Lo, gue nggak mau lihat," kata lelaki berkaca mata itu yang sudah bernada berubah.     

Sellyn menaikkan kedua alisnya mendengar perkataan itu kembali terucap dari bibir Regan. Kalau ditutup semua, bagaimana Sellyn mau menggoda Regan. Gagal, dong, misi Sellyn memperlihatkan anggota tubuh yang diragukan oleh lelaki berkaca mata itu. Jatuh sudah harga diri Sellyn.     

"Nggak usah, Bang. Abang nggak usah lihat ke arah gue. Gue udah biasa pakaian bikini kalau lagi gerah ..."     

"Abang udah biasa lihat yang kayak begini 'kan? Istri Abang bahkan telanjang. Punya Sellyn mah pasti nggak ada apa-apanya sama punya istri Abang. Jadi, santai aja, kalau ada pelayan juga nggak apa-apa mereka juga pasti udah biasa nerima pelayan kayak gue gini," sambung Sellyn yang sekarang sudah mendirikan tubuh dengan normal di depan lelaki jangkung itu dengan senyum dan tawa terbahak dalam hati.     

'Panas kan lihat Sellyn yang seperti ini? Beraninya meragukan pesona cabe muda!' batin Sellyn.     

Regan terdiam. Ia juga tidak tahu kenapa bisa bibirnya terbungkam dengan begitu berat mendengar apa yang dikatakan Sellayn tadi.     

Apalagi saat ini perempuan itu memang tidak secentil biasanya. Namun, membuat Regan tak mampu mengalihkan pandangan ke arah wajah ayunya.     

Tidak berapa lama muncul dua orang pelayan lelaki yang membawa meja dorong pelayanan hotel dari lorong lift masuk. Telinga Regan yang begitu mendengar jelas suara roda bergulir langsung menaikkan pandangan ke arah pusat suara.     

"Lo manggil pelayan?" tanya Regan menilisik. Perempuan yang sedang memainkan ponsel Regan itu pun mengangguk.     

"Gue paper, Bang. Abang juga kan? Makanya Sellyn pesen makanan. Enak kok. Gue tahu dari temen-temen kampus kalau restauran di hotel ini emang enak-enak," sahut Sellyn tanpa mengangkat wajahnya ke arah Regan yang menatapnya begitu tajam.     

Setelah mendengar apa yang dikatakan Sellyn. Regan langsung memijat keningnya dengan gerakan menekan merasakan begitu kesal dengan apa yang dilakukan Sellyn saat ini.     

"Apa Lo ngga sadar Lo tuh pakai—"     

"Pakai bikini kan? Udah tahu," sahut Sellyn cepat dengan mengangkat kepala ke arah Regan tanpa merasakan dosa apapun.     

Regan semakin frustasi mendengar jawaban Sellyn. Bagaimana bisa dia yang begitu kesal melihat perempuan itu begitu tak peduli tubuhnya sendiri dilihat lelaki lain. Kenapa bisa begitu mudahnya bilang 'tidak masalah' untuk hal sekrusial itu.     

'Kenapa juga gue ngurusin ini perempuan ... mau pakai bikini atau telanjang sekali pun juga nggak peduli. Aaaggghh... sudahlah! Terserah,' batin Regan.     

Sedangkan kedua pelayan lelaki itu semakin dekat ke arah mereka berdua. Regan juga mendengar suara ayunan lagu dari bibir Sellyn yang membuat lelaki itu semakin bingung memutar kepala.     

Drtt     

Drtt     

Drtt     

Suara bola roda meja semakin terdengar jelas di telinga Regan. Sellyn masih tidak memperdulikan, dia memang sengaja, untuk melihat respon Regan seperti apa. Diam-diam Sellyn juga melirik ke arah kedua pelayan tersebut, sudut bibir perempuan itu tiba-tiba terangkat.     

'Ayo Abang kita lihat!' batin Sellyn.     

Kedua pelayan itu sampai.     

"Tuan ... Kam—"     

"Kalian bawa semur jengkol atau tidak?"     

"Kalau tidak ... suruh cheef kalian buatkan itu untukku. CEPAT!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.